Jejak Pasukan Elite Asing Menjelma Jadi Mualaf, Tak Disangka Kopassus 'Tercipta' dari Ketangguhannya
Ia pun memutuskan memeluk agama Islam dan menambahkan nama menjadi, Mochammad.....
Penulis: Widia Lestari | Editor: Widia Lestari
TRIBUNJABAR.ID - Anggota Kopassus memiliki citra kuat di benak kita.
Bagaimana tidak, tugas mereka kerap membuat decak kagum dan menggetarkan hati.
Kekuatan anggota Kopassus bahkan tak bisa dianggap remeh.
Namun, siapa sangka, pasukan elite ini justru pertama kali dipimpin oleh keturunan asing.
Komandan pertama Kopassus adalah orang asli Belanda, Idjon Djanbi.
Idjon Djanbi menjadi sosok paling melegenda di dunia militer, khususnya TNI AD.
Pasalnya, ia adalah orang pertama yang mencetak para pasukan khusus di tanah air.
Dilansir dari Tribun Solo, kala itu, Idjon Djanbi sudah menjadi warga sipil di Indonesia.
Ia memilih pensiun dini dari posisi Pelatih Kepala di sekolah parasutis.
Padahal, karirnya tengah moncer, ia sudah diangkat jadi kapten.
Namun, ia memilih mengakhiri karir militernya dan menetap di Indonesia.
Idjon Djanbi pun harus hidup terlunta-lunta, tanpa titel militer.
Idjon Djanbi harus menanggung risiko akan kebencian warga lokal terhadap Belanda, pihak yang telah menyengsarakan bangsa Indonesia pada masa penjajahan.
Namun, ia masih tetap bisa hidup secara aman dan damai.
Idjon Djanbi tinggal di kawasan Lembang, Bandung.
Ia pun memutuskan memeluk agama Islam dan menambahkan nama menjadi, Mochammad Idjon Djanbi.
Setelah menjadi duda saat awal kedatangannya di Indonesia, ia pun kembali mengisi kekosongan hatinya dengan gadis lokal.
Idjon Djanbi menikahi perempuan asli tanah Sunda, kemudian hidup tentram sebagai petani bunga.
Di tengah kehidupan rukun bersama keluarga kecilnya, tiba-tiba ada seorang utusan penting bertamu ke rumahnya, pada 1951.
Ia adalah Letnan Dua Aloysius Sugianto, dari Markas Besar Angkatan Darat.
Ia membawa mandat guna membujuk Idjon Djandi sebagai pelatih tunggal.
Idjon Djanbi diminta melatih komando di pendidikan CIC II Cilendek, Bogor.
Tak mudah bagi Sugianto bernegosiasi dengan Idjon Djanbi.
Pasalnya, Idjon Djanbi sudah nyaman atas kehidupan yang tengah di jalaninya di pedesaan.
Namun, berkat kegigihan dan kesabaran Sugianto yang rela menginap dua hari dua malam, membuat Idjon Djanbi luluh.
Alhasil, Idjon Djanbi meluncur sebagai pengajar sipi selama tiga bulan.
Tak disangka, Idjon Djanbi justru kembali masuk ke dunia militer, bukan lagi warga sipil.
Pada 1 April 1952, ia resmi diangkat menjadi mayor infanteri TNI AD.
Ia mendapatkan tugas berat untuk melatih kader perwira dan bintara sebagai pasukan khusus.
Akhirnya pada 16 April 1952, secara resmi dibentuk Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi di bawah pimpinan Mayor Inf Idjon Djanbi.
Tanggal tersebut menjadi tanggal 'keramat' sebagai hari jadi Kopassus.
Tentu, ditunjuknya Idjon Djanbi ini bukan keputusan asal-asalan.
Pasalnya, rekam jejak Idjon Djanbi tak bisa dianggap remeh.
Sepak terjangnya di dunia militer sebelumnya, tak main-main.
Ia pernah menempuh pendidikan komando di Pantai Skotlandia yang tandus, dingin, dan tak berpenghuni.
Beragam pelatihan pun digelutinya, seperti berkelahi, menembak dari persembunyian, berkelahi dalam tangan kosong, dan membunuh tanpa senjata.
Idjon Djanbi pun mendapatkan baret hijau dari atau brivet Glinder.
Sementara itu, ia pun pernah menyandang baret merah ketika menjadi pasukan komando Kerajaan Inggris legendarais, Special Air Service.
Selain itu, ia bahkan mengikuti sekolah perwira dan mendapatkan lisensi penerbang PPL-I dan PPL-II.
Melihat perjalanan karirnya ini, tak heran ia dipercaya membentuk pasukan secara perdana di Indonesia.
Namun, hal itu tak berlangsung lama. TNI AD menginginkan komandan orang asli Indonesia.
Akhirnya Idjon Djanbi pun dipindahkan ke posisi yang tak terlibat dengan pelatihan komando, yakni menjadi koordinator staf pendidikan di Inspektorat Pendidikan dan Latihan.
Namun, ia pada akhirnya meminta pensiun dini.
Idjon Djanbi pun mendapatkan penghargaan berupa jabatan untuk menjadi kepala perkebunan milik pihak asing yang sudah dinasionalisasikan.
Kemudian, ia pun memilih menjadi pengusaha di bidang wisata.
Idjon Djanbi terjun pada bisnis penyewalaan bungalow di kawasan Kaliurang, Yogyakarta.
Menjalani masa tua sambil berbisnis, Idjon Djanbi pun sempat terkapar di rumah sakit.
Setelah operasi usus buntu, usus besarnya malah bermasalah sehingga ia meninggal, pada 1 April 1977, di Yogyakarta.
Namun, hari kematiannya tak mendapatkan perhatian khusus.
Jenazahnya disemayamkan tanpa upacara pemakaman secara militer.
Hal ini disebabkan kematiannya di Yogyakarta, membuat pihak berwenang alpa.
Alhasil, Bapak Kopassus Indonesia ini diantar ke liang lahat, tanpa adanya tembakan salvo, khas pemakaman bergaya militer.
Baca: Irfan, Santri Pelawan Begal Sujud Cium Kaki Ibu di Depan Semua Orang, Deddy Maksa Bilang Sayang
Baca: Jejak Pratu Suparlan, Anggota Kopassus Lenyapkan 83 Pemberontak Sekaligus, Aksinya Tak Main-main