Serangan Bom di Surabaya
Tolak Doktrin jadi Teroris, Anak Bomber Anton Febrianto Pilih Hidup Berseberangan dengan Ayahnya
Menurut Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Mahfud Arifin, keluarga Anton juga akan bertindak seperti keluarga Dita.
Kapolda Jawa Timur Irjen Machfud Arifin membocorkan cara orangtua mendoktrin anak-anaknya.
Satu caranya pendoktrinanan dengan mencekoki anak mereka dengan video jihad secara rutin yang dilakukan pimpinan Jamaah Ansharud Daulah (JAD) Dita Supriyanto agar membentuk ideologi anak.
"Orangtua tentu punya peran penting di balik kejadian ini bisa mengajak anak mereka," ujar Irjen Machfud Arifin di Media Center Polda Jatim, Selasa (15/5/2018).
"Seperti rajin memberikan tontonan video jihad kepada anak-anak untuk membentuk ideologi sejak dini."
"Cara ini dilakukan oleh semua pelaku, mereka satu jaringan."
"Dan rutin hadir di pengajian rumah Dita (pelaku bom tiga gereja di Surabaya)."
Baca: 40+ Ucapan Menyambut Ramadhan, Cocok Dikirim ke Grup WA atau Media Sosial
Tapi, ternyata salah satu anak pelaku yang diketahui menolak doktrin orangtuanya untuk menjadi teroris.
Ia adalah HAR, anak tertua Anton Febrianto, pelaku bom "kecelakaan" di Rusun Wonocolo, Sidoarjo.
HAR menolak doktrin kebohongan orangtuanya yang dilakukan untuk adik-adiknya.
Yaitu, anak-anak Anton dan Puspitasari diminta untuk mengaku home schooling saat ditanya oleh tetangga.
Padahal, mereka tak sekolah sama sekali.
"Faktanya, selama ini anak mereka di paksa mengaku home schooling padahal tidak bersekolah sama sekali," kata Irjen Machfud Arifin..
Baca: Usul Kapolri soal Penetapan Status Organisasi Teroris Dikritik Fadli Zon
"Usaha ini agar anak mereka tidak berinteraksi dengan orang lain."
Namun, HAR terang-terangan menolak doktrin orangtuanya dan memilih hidup dengan caranya sendiri.
Ia memilih untuk tetap bersekolah hingga hidup bersama neneknya.