Siapa Sangka Ki Hajar Dewantara Pernah Buat Belanda 'Panas Kuping', Ini yang Dilakukannya
Siapa sangka, ternyata Ki Hajar Dewantara pernah bikin Belanda beraksi keras karena perbuatannya.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Indan Kurnia Efendi
TRIBUNJABAR.ID - Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara dikenal mempunyai sifat lemah lembut.
Namun di balik hal itu, ternyata Ki Hajar Dewantara pernah membuat Belanda 'panas kuping'.
Bukan karena pemberontakan atau semacamnya, ia memicu reaksi penjajah karena tulisannya.
Hal itu terjadi pada tahun 1913, saat Belanda akan merayakan kemerdekaannya.
Seperti diketahui, di tahun tersebut tepat satu abad Belanda lepas dari penjajahan Perancis.
Untuk itulah Belanda ingin mengadakan perayaan secara besar-besaran.
Penduduk Hindia Belanda (sebelum ada Indonesia) pun diharapkan ikut memperingati perayaan itu.
Sontak, rencana tersebut membuat Ki Hajar Dewantara gerah.
Menurutnya, tindakan Belanda sangat tidak pantas melakukan peringatan kemerdekaan di atas wilayah jajahan.
Ia kemudian membuat sebuah tulisan Als ik een Nederlander was atau Seandainya Aku seorang Belanda.
Isi dari tulisan tersebut berupa protes keras terkait rencana perayaan satu abad kemerdekaan Belanda.
Baca: Pengumuman UN SMA Tidak Diumumkan Secara Online, Begini Alur Pengumumannya
Baca: Tak Banyak yang Tahu, Inilah Asal Usul Semboyan Tut Wuri Handayani pada Lambang Kemendikbud

Berikut penggalannya:
“…Seandainya aku orang Belanda, aku protes peringatan yang akan diadakan itu…
Tapi aku bukan bangsa Belanda. Aku hanya putra bangsa kulit coklat warga negara jajahan Belanda.
Karenanya, aku tidak protes…
Sudah sebagai kewajibanku sebagai penduduk tanah jajahan Belanda untuk memperingati dengan sepenuhnya hari kemerdekaan Negeri Belanda, negara yang kami pertuan.
Aku akan minta pada segenap kawan sebangsa dan sependuduk jajahan kerajaan Belanda untuk ikut merayakannya…
Dengan demikian, kami akan mengadakan ‘demonstrasi kesetiaan’.
Alangkah besar hati dan gembiraku… Syukur alhamdulillah bahwa aku bukan orang Belanda…”
Protes keras Ki Hajar Dewantara ternyata direspons lewat cara yang tak kalah keras.
Alhasil, terbit keputusan bahwa Ki Hajar Dewantara dan dua pimpinan Indische Partij lainnya, Douwes Dekker dan Cipro Mangunkusumo dibuang ke tiga daerah berbeda.
Namun yang terjadi kemudian, ketiganya justru dibuang ke Negeri Belanda.
Baca: 5 Fakta tentang Bayi Kembar Siam Asal Subang yang Dirawat di RSHS Bandung
Baca: Hati-hati Tertipu Saat Main Mobile Legend, Kisah Alan dan Adelia yang Ngenes Ini Jadi Contohnya
Kisah Perjuangan Ki Hajar Dewantara
Pada 2 Mei 1889, Ki Hajar Dewantara yang merupakan Bapak Pendidikan Nasional lahir.
Ia lahir di Yogyakarta dengan nama Suwardi Suryaningrat.
Ki Hajar Dewantara merupakan anak dari Pangeran Keraton Pakualam Yogyakarta.
Ia mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah dasar pada zaman penjajahan Belanda di Indonesia.
Setelah lulus, ia melanjukan pendidikan ke School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta.
STOVIA merupakan sekolah doketer bumiputer yang kini berubah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Namun, Ki Hajar Dewantara tidak dapat menamatkan pendidikannya karena sakit.
Ia memilih menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Ki Hajar Dewantara aktif terlibat organisasi pemuda seperti Boedi Oetomo.
Tokoh nasional ini juga gemar menulis.
Tulisan yang paling terkenalnya adalah als ik een Nederlander (Seandainya Aku Seorang Belanda).
Ia menulis ini karena protes terhadap peringatan 100 tahun pembebasan Belanda dari Spanyol yang dibiayai Indonesia.
Akibat tulisan ini, ia ditangkap dan diasingkan ke Belanda pada 1913.
Di Belanda, ia kemudian mulai mewujudkan cita-citanya untuk memajukan kaum pribumi.
Ia ingin bangsa Indonesia memperoleh pendidikan.
Setelah pulang ke Indonesia pada tahun 1919, Ki Hajar Dewantara ingin mendirikan sebuah sekolah.
Ia mempunyai pengalaman mengajar yang kemudian digunkannya untuk mengembangkan konsep mengajar.
Pada 3 juli 1922, Ki hajar Dewantara mendirikan sekolah Perguruan Nasional Taman Siswa.
Dari sekolah inilah, ia mendapat nama Ki Hajar Dewantara.
Pemerintah Belanda sempat akan menutup sekolah ini pada 1 Oktober 1932.
Namun, rencana tersebut gagal.
Ki Hajar Dewantara gigih memperjuangkan hak pendidikan bagi kaum pribumi.
Baca: Batas Waktu Registrasi Ulang Sudah Habis, Nomor Prabayar Lama Tak Bisa Dipakai Lagi
Jangan Terburu-buru! Sebelum Suntik Botox, 5 Hal Ini Perlu Anda Tahu https://t.co/TpXFpqgvx7 via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) May 2, 2018