Bayi Kembar Siam Asal Subang

Cerita Ayah Anak Kembar Siam Asal Subang, Ditolak RSUD Subang Sampai Diterima Baik di RSHS

“Saya enggak malu punya anak seperti ini, bahkan nanti kalau sudah besar, saya ajak jalan-jalan pakai sepeda motor juga saya enggak malu,” ujarnya.

Penulis: Theofilus Richard | Editor: Kisdiantoro
Tribunjabar/Cipta Permana
ILUSTRASI --- Seorang perawat terus memeriksa kondisi bayi kembar siam yang memiliki kondisi dempet perut dan tulang pinggul, serta hanya memiliki dua kaki dan satu anus, di ruang perawatan intensif anak dan bayi RSHS, Jalan Pasteur, Bandung, Selasa (14/11/2017) 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Theofilus Richard

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Aziz (34) bersama seorang bidan bernama Teti membawa bayi kembar siam ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) pada Jumat dini hari (13/4/2018).

Aziz mengaku sempat terkejut melihat kondisi anaknya, begitu pula bidan bernama Teti yang membantu proses kelahiran anak kembar siam tersebut.

Ditemui di RSHS, Kamis (26/4/2018), A bercerita sebelum ke dibawa RSHS, bayi kembar siam tersebut sempat dilarikan ke RSUD Subang.

“Saya bawa ke RSUD Subang, tapi ditolak karena tidak sanggup,” ujarnya.

Ia mengaku kecewa dengan pelayanan di RSUD Subang, karena bayinya tidak mendapat penanganan apapun.

Bahkan dokter di RSUD Subang, kata A, tidak memberikan surat rujukan untuk dirawat di RSHS.

Bidan Teti yang mengantarkan A pun sempat berdebat dengan pihak RSUD Subang karena tidak ada pelayanan sama sekali.

“Bahkan bayi saya disentuh pun tidak, saat itu kondisi bayi masih ada darah dan belum bersih. Dibersihkan oleh pihak rumah sakit (RSUD Subang) pun tidak,” ujarnya.

Kemudian, sang bidan pun mengantar A ke RSHS.

Untuk menuju RSHS, A yang tidak memiliki mobil mengaku menyewa ambulans dari RSUD Subang.

Ambulans tersebut disewanya seharga Rp 500 ribu.

“Tadinya Rp 700 ribu, kemudian saya bilang saya enggak bawa Rp 700 ribu. Saya ditanya ‘punyanya berapa?’, terus saya jawab Rp 500 ribu, ya sudah saya bayar Rp 500 ribu,” ujarnya.

Tanpa surat rujukan dari RSUD Subang, A dan sang bidan meminta pihak RSHS merawat anak tersebut.

A mengatakan bahwa pihak RSHS sangat profesional, karena ketika tiba di RSHS, A tidak dipersulit melalui proses administrasi yang rumit.

Penanganan anaknya didahulukan sebelum membahas administrasi.

Bayinya pun baru dibersihkan ketika tiba di RSHS.

“Penanganan dari pihak RSHS sangat bagus, saya acungi jempol, sehingga saya merasa sedikit tenang,” ujarnya.

Tidak membayar

Sedangkan masalah pembiayaan, ia pun tidak dibebani.

Pihak RSHS hanya meminta Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).

A pun langsung mengurus ke RT dan RW untuk membuat SKTM.

“Saya mengobrol dengan pihak Humas RSHS, saya tempuh jalur SKTM. Kalau pakai uang pribadi, saya enggak akan kuat,” ujarnya.

Ia juga merasa dipermudah dalam menerima layanan dari RSHS.

Sampai saat ini, A belum mengeluarkan uang sedikit pun untuk biaya perawatan sang anak.

“Saya keluar uang paling hanya untuk beli popok bayi atau tisu basah dan memberi uang makan untuk kakak saya yang berjaga di RSHS setiap hari,” ujarnya.

Takut istri kaget

A mengaku telah menerima kondisi anak kembar siamnya yang diberi nama Muhammad Nur Hidayah dan Muhammad Nur Syafaat.

“Saya enggak malu punya anak seperti ini, bahkan nanti kalau sudah besar, saya ajak jalan-jalan pakai sepeda motor juga saya enggak malu,” ujarnya.

Hal yang ia takutkan adalah reaksi dari istrinya, DN.

Selama dua minggu sejak melahirkan, DN sama sekali belum melihat kondisi sang anak secara langsung karena kondisi kesehatannya belum memungkinkan bepergian.

“Saya takut, harus ngomong apa sama istri. Kalau bohong, nanti pasti ketahuan, kalau jujur takut kaget,” ujarnya.

Tetapi, sebelum A memberi tahu DN, ternyata DN sudah mengetahui.

Ternyata DN mengetahui dari ibunya.

 “Ibunya memberi tahu dia (DN), pelan-pelan. Kemudian dia menerima,” ujarnya.

DN baru bisa menjenguk anaknya pada Rabu (25/4/2018) untuk memberi ASI secara langsung.

Biasanya, A yang membawakan ASI dari rumah untuk diberikan kepada anak kembarnya di RSHS.

Dua minggu meninggalkan pekerjaan

 A mengaku sudah dua minggu meninggalkan pekerjaannya untuk mengurus anaknya.

 A bekerja di sebuah perusahaan pengiriman paket di Kota Bandung sebagai sopir.

Ia biasa mengantarkan paket antar kota menggunakan mobil boks.

“Saya sudah izin ke perusahaan. Biasanya dikasih izin tiga hari, tapi saya minta dua minggu,” ujarnya.

Meski sudah bilang akan izin dua minggu, A mengaku tidak mengetahui apakah izin tersebut diterima atasannya atau tidak.

“Diterima atau enggak, saya tetap akan fokus mengurusi anak saya. Karena bagi saya yang paling penting adalah keluarga. Kalau pekerjaan mah, nomor ke sekian,” ujarnya.

Anak kembar siam segera dioperasi

Tim dokter, kata A, selalu bersedia menjawab pertanyaan yang diajukannya.

Sampai saat ini, A selalu mendapat jawaban positif dari dokter.

“Katanya, kondisinya ada perkembangan. Kondisi kesehatannya bagus. Saya hanya tahu itu, karena kalau lebih detil pun saya kurang mengerti,” ujarnya.

Selain itu, ia mendapat kabar bahwa anaknya segera dioperasi.

Ia mengaku percaya pada tim dokter di RSHS.

“Saya bilang, apa yang terbaik menurut tim dokter, itu terbaik buat keluarga kami. Saya percaya dokter RSHS. Kalau perlu tindakan, saya juga bilang, tidak perlu izin saya, langsung lakukan saja, karena saya percaya tim dokter RSHS,” ujarnya.

Sebelum operasi, rencananya RSHS akan menggelar rapat tim dokter bersama orang tua bayi kembar siam.

Tetapi ia juga belum mengetahui kapan anaknya akan dioperasi.

“Rapatnya rencananya besok, Jumat (27/4/2018). Saya juga disuruh membawa istri dan ketua RT atau kepala desa. Mungkin besok diputuskan penanganan yang dilakukan,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, RSHS merawat bayi kembar siam. 

Bayi tersebut memiliki satu alat kelamin laki-laki, satu anus, ginjal masing-masing satu, jantung masing-masing satu, dua tangan dan tiga kaki. 

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved