Hari Kartini
Ini Cita-cita Kartini Saat Kecil, Bukan Dokter atau Guru, Ujung-ujungnya Buat Dia Bingung Sendiri
Bukan jadi Dokter atau Guru, RA Kartini kecil justru jawab begini saat ditanya ingin jadi apa kelak.
Penulis: Indan Kurnia Efendi | Editor: Indan Kurnia Efendi
Ia memberontak terhadap 'keradenayuan', adat yang berabad-abad selalu dijunjung tinggi.
Meski awalnya mengikuti apa kata sang kakak soal jadi 'Raden Ayu', pada akhirnya Kartini pun melakukan perlawanan.
Berikut isi surat Kartini selengkapnya.
“…Saat itu adalah waktu bermain-main di Sekolah Belanda di sebuah tempat kecil di Jepara.
Di bawah pohon-pohon waru berbunga kuning di halaman sekolah, gadis-gadis besar dan kecil berkelompok-kelompok tak beraturan menciptakan suasana gembira akrab di atas permadani rumput hijau yang empuk halus. Panas sekali, tak ada seorang pun mau bermain-main.
‘Ayolah Letsy, ceritakan atau bacakan sesuatu,’ buku gadis berkulit coklat, yang tidak hanya karena warna kulitnya, tapi juga karena pakaiannya menunjukkan gadis Bumiputra.
Seorang gadis berambut pirang, besar, yang dengan malas bersandar pada batang pohon dan asyik membaca buku mengangkat kepalanya dan berkata: ‘Ah, tidak, saya masih harus menghafalkan pelajaran prancis saya.’
‘Itu kan dapat kamu kerjakan di rumah, sebab itu bukan pekerjaan sekolah.’
‘Ya, tapi kalau saya tidak belajar bahasa Prancis baik-baik, dua tahun lagi saya belum boleh pergi ke Negeri Belanda. Dan saya sudah ingin sekali masuk sekolah guru untuk belajar jadi guru. Kalau saya kelak tamat jadi guru, barangkali saya akan ditempatkan di sini dan saya tidak akan lagi duduk di dalam kelas, tetapi di depannya. Tetapi, katakanlah Ni, kamu tidak pernah mengatakan kepada saya, kamu kelak ingin jadi apa?’
Sepasang mata terbelalak memandang pembicara kecil dengan heran.
‘Katakanlah sekarang.’
Anak kecil Jawa itu menggelengkan kepalanya dan berkata pendek tegas: ‘Tidak tahu.’
Tidak, ia sungguh-sungguh tidak tahu. Ia tidak pernah memikirkan hal itu. Ia masih muda sekali dan menikmati betul hidup gembira anak kecil. Pertanyaan temannya yang berkulit putih itu sebenarnya meninggalkan kesan yang dalam padanya.
Pertanyaan itu membuatnya gelisah, tak henti-hentinya ia mendengar suatu dengung dalam telinganya: ‘Kamu kelak ingin jadi apa?’ Ia berpikir dan merenungkan sampai kepalanya yang kecil itu menjadi lelah.
Hari itu ia mendapat banyak hukuman pekerjaan di sekolah; pikirannya kacau sekali, kalau ditanya jawabannya sama sekali yang bukan-bukan dan dalam pekerjaannya ia membuat kesalahan-kesalahan yang paling bodoh.