Korupsi eKTP

Fakta di Persidangan Terakhir Fredrich Yunadi, dari Kata Situ sampai Bahasa Indonesia Lebih Bagus

Mantan pengacara Setya Novanto itu menilai jaksa KPK sengaja ingin menyerangnya secara personal.

Editor: Ravianto
irwan rismawan/tribunnews.com
Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/3/2018). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi dari pihak Jaksa Penuntut Umum. 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Terdakwa menghalangi penyidikan kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi kembali membuat 'heboh' Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Terlepas dari kasus yang menjerat dirinya, Fredrich kerap bertingkah yang menyedot perhatian.

Misalnya saja pada persidangan hari ini. Fredrich harus ditegur karena memanggil saksi dengan kata sapaan 'situ'.

Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. TRIBUNNEWS.COM/IRWAN RISWAN
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi. TRIBUNNEWS.COM/IRWAN RISWAN (Tribunnews.com/Irwan Riswan)

Situ yang bermakna Anda tidak lazim digunakan dalam persidangan karena biasanya menggunakan Bahasa Indonesia yang resmi atau baku.

1. Ditegur Hakim Karena Sebutan Situ

Terdakwa Fredrich Yunadi ditegur hakim karena memanggil saksi dengan sebutan "situ".

Hakim meminta Fredrich menggunakan bahasa yang lebih formal dengan memanggil dengan sebutan saksi.

"Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, terdakwa jangan panggil saksi dengan sebutan 'situ'. Cukup sebut dengan saksi saja," ujar hakim Syaifudin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Dalam persidangan, Fredrich sering memanggil saksi dengan sebutan yang tidak resmi, seperti dengan kata "situ".

Fredrich kemudian meminta maaf kepada majelis hakim. "Saya mohon maaf majelis, sekali lagi saya meminta maaf," kata Fredrich.

Dalam persidangan kali ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Indri Astuti yang merupakan perawat Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Jakarta.

2. Menganggap Lebih Pintar Berbahasa Indonesia Karena Sekolah Lebih Tinggi

Meski sudah diingatkan lebih dari sekali, Fredrich masih saja keceplosan dan memanggil saksi dengan sebutan 'situ'.

Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan keberatan terhadap kebiasaan Fredrich itu.

Advokat Fredrich Yunadi duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Advokat Fredrich Yunadi duduk di kursi terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/2/2018). (TribunWow.com)

"Izin, Yang Mulia, kami keberatan dengan terdakwa yang selalu menyebut 'situ' kepada saksi. Tolong gunakan bahasa Indonesia yang benar," ujar jaksa M Takdir Suhan.

Ucapan jaksa itu kembali membuat Fredrich menjadi emosi.

Mantan pengacara Setya Novanto itu menilai jaksa KPK sengaja ingin menyerangnya secara personal.

"Eh, Bahasa Indonesia saya lebih bagus dari Anda, saya sekolahnya lebih tinggi. Ini apa mau berhadapan secara pribadi dengan saya?" kata Fredrich. 

Ketua majelis hakim Syaifudin Zuhri kemudian mencoba menenangkan antara Fredrich dan jaksa KPK.

Hakim mengulangi teguran agar Fredrich tidak memanggil saksi dengan sebutan situ.

"Mohon maaf, Yang Mulia, saya suka ketlisut," kata Fredrich.

3. Minta Jaksa KPK Tak Cari Gara-gara

Terdakwa Fredrich Yunadi merasa kesal saat mendapat giliran bertanya kepada saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (5/4/2018).

Fredrich kesal karena ucapannya dipotong oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya belum selesai bertanya, Anda ngerti bahasa Indonesia apa tidak? Jangan cari gara-gara terus sama saya Pak," kata Fredrich kepada jaksa KPK.

Awalnya, Fredrich mengajukan pertanyaan kepada saksi Indri Astuti yang merupakan perawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

Namun, belum selesai pertanyaan diajukan, jaksa KPK M Takdir Suhan mengajukan interupsi.

Jaksa menilai, seharusnya Fredrich membacakan dulu berita acara pemeriksaan (BAP) saksi, baru mengofirmasi keterangan di dalam persidangan.

Perdebatan keduanya sempat dilerai oleh ketua majelis hakim.

Setelah itu, hakim mempersilakan Fredrich mengajukan pertanyaannya.

"Saya tidak menanyakan soal BAP," kata Fredrich.

Dalam kasus ini, Fredrich Yunadi didakwa bersama-sama dengan dokter Bimanesh Sutarjo telah melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau.

Hal itu dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat itu, Novanto merupakan tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Fredrich kemudian mengundurkan diri sebagai pengacara Setya Novanto saat kasus Novanto masih di tahap penyidikan KPK. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved