Kisah Ojek Sepeda Bertahan di Tengah Gempuran Jaman, Sehari Cuma Dapat Rp 30 Ribu
"Sudah lama dari tahun 70-an. Waktu gedung ini bank," ujar Ali sambil menunjuk gedung yang ada di belakangnya.
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Novian Ardiansyah
TRIBUNJABAR.CO.ID, JAKARTA - Pria berusia 60-an tahun yang memakai rompi hitam terlihat bersandar pada tiang di ujung jalan.
Sesekali melepaskan topi lalu mengusap bagian kepala, entah panas atau gerah.
Sepeda dengan dua sadel, satu di depan dan satu lagi di bekakang.
Sadel belakang berbentuk persegi panjang, lebar dan lebih tebal dari yang depan.
Itu merupakan sepeda yang ketujuh kalinya yang dipakai Ali.
Setelah keenam sepeda sebelumnya rusak.
Baca: Fakta Terbaru Guru Budi yang Tewas Dianiaya Murid, Bisa Selamat Asal Penanganan Tepat
Baca: Detik-detik Menegangkan, Sopir dan Penumpang Terkunci Ketika Bus Mulai Terbakar

Sepeda yang dipakai sehari-hari untuk ia bekerja.
Pekerjaan Ali sebagai ojek sepeda di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
"Sudah lama dari tahun 70-an. Waktu gedung ini bank," ujar Ali sambil menunjuk gedung yang ada di belakangnya.
Gedung itu adalah Gedung Chartered Bank of India, Australia China yang berada di Jalan Kali Besar Barat, Tambora, Jakarta Barat.
Di pengkolan jalan itu lah Ali beserta teman seprofesinya biasa mangkal.
Baca: Mau Menyantap Manis dan Legitnya Awug? Kamu Bisa Bikin Sendiri Loh di Rumah, Ini Caranya
Baca: BREAKING NEWS: Bus Damri Terbakar di Depan IPDN, Separuh Badan Bus Gosong
"Kalau yang di sini ada sekitar 15 orang. Baru yang di sini, yang di sana-sana itu beda lagi," kata Ali.
Ia sesekali menawarkan ojek sepedanya kepada orang-orang yang lewat.
"Ojek sepedanya bu..?," tanya Ali ke salah seorang ibu.
"Enggak pak, dekat cuma ke situ," jawab ibu tersebut.
Ali pun kembali duduk jongkok bersandar pada tiang.
Ali mengatakan, sekarang ini sangat jarang orang yang memakai ojek sepeda.
Pendapatan Ali pun tidak banyak, berkisar Rp30 ribu - Rp 50 ribu.
"Sekarang saja siang ini uangnya sudah habis dipakai makan tadi, sekarang belum dapat lagi," ungkap Ali.
Menurut Ali, ia tidak pernah mematok tarif untuk jasa ojek sepedanya.
"Berapa saja dikasihnya. Ga enak kalau minta. Kadang ada yang kasih tujuh ribu, 10 ribu, ada yang 15 ribu" kata Ali.
Penumpang Ali pun beragam, dari yang minta diantar berkeliling Kota Tua, sampai minta diantar pulang ke rumah.
"Ada yang minta diantar pulang ke rumahnya," kata Ali.
Ali mengatakan, keberadaan ojek sepeda saat ini sangan berbeda dengan zaman dahulu.
Dahulu ia bisa mengayuh sepeda mengantarkan penumpang sampai ke Monas (Monumen Nasional, Pasar Senen, dan Tanah Abang.
"Dulu sampe ke Monas pernah, itu tahun 70an dulu masih ramai," tutur Ali.
Namun, sekarang ini ia hanya mengayuh ojek sepedanya di kawasan Kota Tua dan sekitarnya.
Ali berharap, di usianya yang sekarang ia tidak lagi menjadi ojek sepeda.
Ia ingin berdagang, namun belum punya modal yang cukup.
"Inginnya berdagang, berdagang sayuran atau apa saja. Tapi kan butuh modal, untuk gerobak dan lainnya," kata Ali.(*)