Begini Sejarah Tradisi Ngarot di Lelea Indramayu, Hanya Perawan dan Perjaka yang Boleh Ikut

Upacara adat Ngarot selalu dilaksanakan pada Rabu minggu ketiga Desember, karena dianggap keramat.

Penulis: Ahmad Imam Baehaqi | Editor: Ichsan
tribunjabar/ahmad imam baehaqi
Para gadis Ngarot sebelum dimulainya prosesi saresehan di Balai Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Rabu (27/12/2017) 

 Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ahmad Imam Baehaqi
 
TRIBUNJABAR.CO.ID, INDRAMAYU - Ngarot merupakan satu tradisi di Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, yang digelar sebelum musim tanam tiba. 

Penanaman pertama di carik, nama petak sawah peninggalan leluhur yang diolah secara turun-temurun oleh Kepala Desa Lelea, harus dilakukan oleh gadis perawan dan pria perjaka di desa tersebut.

"Ngarot berasal dari bahasa Sunda yaitu 'ngaleueut' atau minum, tapi ada juga yang bilang dari bahasa Sansekerta 'ngaruat' yang berarti bebas dari kutukan dewa," kata Edy Iriana, koordinator acara Ngarot 2017, saat ditemui di rumah Kepala Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Rabu (27/12/2017).

Baca: Sudrajat Klaim Sudah Didukung Banyak Tokoh Jawa Barat untuk Maju di Pilgub Jabar

Ia mengatakan, tradisi Ngarot memiliki arti ucapan syukur terhadap datangnya musim tanam. Upacara adat Ngarot selalu dilaksanakan pada Rabu minggu ketiga Desember, karena dianggap keramat.

Ngarot hanya diikuti muda-mudi di Desa Lelea yang masih perawan dan perjaka. Tradisi tersebut bermaksud mengumpulkan para pemuda-pemudi yang akan diberi tugas bertani.

"Tradisi Ngarot ini digagas Ki Kapol, Kepala Desa kedua di Lelea," ujar Edy Iriana.


Ia mengatakan, Ki Kapol mewakafkan sawah seluas 2,6 hektare untuk dikelola muda-mudi di Desa Lelea. Setelah panen, hasilnya digunakan untuk makan bersama atau Ngarot.

Saat masa jabatannya, Ki Kapol menyerahkan hak pengolahan sawah seluas 2,6 hektare itu kepada kepala desa selanjutnya, Ki Dawi.

Ki Dawi mengukuhkan kegiatan yang digagas Ki Kapol sebagai agenda tahunan yang disebut Ngarot. Pengolahan sawah wakaf dari Ki Kapol itu pun dilakukan oleh kalangan pemuda-pemudi Desa Lelea.

"Tradisinya masih bertahan dan sawahnya juga dikelola turun-temurun setiap kepala desa yang memimpin," kata Edy Iriana.

Ia mengatakan, saat ini pengolahan sawah wakaf Ki Kapol dilakukan oleh seluruh warga Desa Lelea, tidak hanya kalangan muda-mudinya saja.

Setiap musim panen, hasilnya digunakan untuk membiayai kegiatan Ngarot dan beberapa adat tradisi lainnya di Desa Lelea.

Setiap Kepala Desa yang memimpin Desa Lelea pun harus melaksanakan seluruh kegiatan ada Masyarakat Desa Lelea meyakini jika hasil panen di tanah adat tersebut jelek, maka hasil panen warga juga jelek.

"Upacara Ngarot terdiri dari tiga bagian, yakni arak-arakan, seserahan dan pesta pertunjukan," ujar Edy Iriana.

Pantauan Tribun Jabar, Ngarot di Desa Lelea diikuti kira-kira 160-an muda mudi di desa tersebut. Mereka sudah bersiap sejak pagi buta. Merias diri agar tampil secantik mungkin.

Gadis Ngarot itu tampak sudah berkumpul di rumah Kepala Desa Lelea kira-kira pukul 09.00 WIB. Selanjutnya mereka berbaris memanjang dan diarak keliling Desa Lelea.


Arak-arakan tersebut diiringi dengan musik khas daerah Indramayu. Mereka berkeliling desa hingga menempuh jarak kira-kira sejauh 2 km sebelum finish di Balai Desa Lelea.

Kedatangan peserta Ngarot disambut Tari Topeng, Ketuk, dan Ketuk Tilu. Di sepanjang jalan Desa Lelea juga tampak dipadati pedagang yang menjajakan berbagai makanan dan minuman.

Selain itu, tampak penjual pakaian dan berbagai aksesori serta wahana hiburan turut memenuhi beberapa sudut jalan. Acara tersebut dipadati ribuan warga. Mereka tampak antusias menyaksikan arak-arakan Ngarot.

Di Balai Desa Lelea, muda-mudi peserta Ngarot menerima beberapa sarana pertanian dari Kepala Desa. Di antaranya, bibit padi, kendi, pupuk, cangkul, dan lainnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved