Jejak Gembong Bom Bali I : Peran Dukun di Balik Pengungkapan Cerita Tersembunyi para Bomber

Kejadian ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia, dengan korban jiwa mencapai 202 orang.

Editor: Dedy Herdiana
Kolase Foto Tribun Jabar
Komjen Pol Arif Wachjunadi - Bom Bali 

"Semua itu serba kebetulan dan kuasa Tuhan. Coba bayangkan, polisi sama sekali tidak tahu peta teroris Indonesia selama ini. Baru kemudian tertangkap Amrozi, semuanya terbuka," kata perwira tinggi Polri kelahiran Bogor, Jawa Barat, 14 Mei 1960, 57 tahun itu.

Pendekatan dan wawancara kepada Amrozi oleh tim investigasi saat itu juga tidak mudah. Berbagai pendekatan sudah dicoba, tetapi Amrozi tutup mulut mengenai peristiwa Bom Bali I.

Hingga akhirnya, Kapolda Bali saat itu, Brigjen Budi Setiawan mendapatkan informasi berharga melalui "Komunikasi Kurma". Pasalnya, saat berbuka puasa, Amrozi terbiasa memakan kurma. Dari situlah, keduanya bisa berbincang.

"Kurma di Bali itu jarang sekali, bahkan tidak ada. Kurma didapat dari kiriman teman Pak Budi, setelah tim hampir menyerah menginterogasi Amrozi," tutur Arif.

Dari keterangan Amrozi, kemudian berturut tim menangkap anggota kombatan teroris lainnya seperti Ali Imron, Abdul Rauf dan Imam Samudra di Pelabuhan Bakauheni, Lampung.

18 Bulan Cari Data

Peristiwa Bom Bali I, bagi Komjen Pol Arif Wachjunadi sangat penting untuk diungkap. Alasannya, dari kejadian itu diketahui bahwa anggota kelompok radikal dan terorisme itu ada di Indonesia.

Bahkan menurutnya, kejadian yang menewaskan setidaknya 202 orang itu, sebagai bentuk eksistensi dari para teroris.

"Mereka mau menunjukkan diri. "Kami ada di Indonesia" begitu kira-kira. Maka saya anggap ini penting untuk diungkap secara kronologis," ucapnya.

Di tengah kesibukkannya menjadi Sekretaris Utama Lemhanas, Arif menyempatkan diri selama 18 bulan untuk mengumpulkan data dari narasumber yang masih hidup.

Dalam satu bulan, dia bisa menemui tiga sampai empat narasumber untuk dimintai datanya. Dia juga menyempatkan diri untuk bertemu keluarga para pelaku.

"Beruntung, saya disambut hangat oleh keluarga dan banyak informasi utuh yang saya dapatkan," katanya.

Hanya saja, kendala terjadi saat dia harus menemui informan "bawah tanah" yang masih tersembunyi. Pasalnya, dia harus benar-benar memastikan bahwa informan itu benar terlibat dalam aksi-aksi teror di Indonesia, terutama pada Bom Bali I, 15 tahun silam.

"Kalau ditanya, bagian mana yang paling sulit, semua isi di dalam buku ini sulit untuk dikerjakan. Semua bab dari buku ini punya ceritanya masing-masing yang belum pernah dipublikasi pihak manapun," tukasnya. (*/bersambung)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved