Peristiwa G30S PKI
7 Tahun Sebelum G30S, Soeharto Tanyakan Bahaya PKI. Ini Jawaban Soekarno
Dalam rekaman, ia menceritakan ketika dirinya masih menjadi Panglima Perang divisi Diponegoro dan berbincang dengan Soekarno.
Soekarno dan Marxisme
Dikutip dari Warta Kota, masih mengacu pada rekaman video itu, Soeharto memaparkan awal mula paham komunis masuk ke Indonesia.
Paham yang populer diterapkan sejumlah negara di kawasan Eropa Timur pada perang dunia kedua sekitar tahun 1939 hingga tahun 1945 itu dijelaskan Soeharto dimanfaatkan Soekarno untuk mempersatukan Indonesia.
"Bahwa saudara-saudara telah mengetahui bahwasanya walaupun toh sudah kembali kepada Undang-Undang Dasar 45, Pelaksanaannya sampai dengan tahun 65 tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 45, khususnya dalam rangka melaksanaken, apa namanya, mungkin sudah melupakan konsep perjuangan Bung karno itu," katanya diawal rekaman.
Baca: Pemain Persib Bandung Masuk Bursa Calon Kapten Skuat Garuda Hadapi Kamboja
"Bagaimana membawa daripada kelangsungan perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai situasi itu tadi. Dilihat dari segi ideologi, memang kita bisa mengerti, kenapa tidak bisa ditetapkan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 45, baik mengenai lembaga-lembaga tinggi negaranya maupun juga kekuasaan daripada presiden, mandatoris dan lain sebagaimana lainnya itu," jelasnya.
Dalam penjelasannya terkait aksi G30S/PKI, Bapak Pembangunan itu menjelaskan jika ideologi Marxisme yang dianut Bung Karno selama perang Kemerdekaan sangat baik.
Sebab konsep Marxisme yang diperoleh Bung karno ketika bertemu Ki Hajar Dewantara dan Semaun -Seorang tokoh yang aktif di Sarekat Dagang Islam sekaligus anggota dari ISDV, cikal bakal PKI- di rumah Tjokroaminoto atau lebih dikenal sebagai Dapur Revolusi Indonesia itu memberikan gagasan akan sebuah negara merdeka tanpa terbentur ras dan agama.
Curhat di Instagram, PL Seksi yang Tertembak: Pantes Saja Pacar Cuek, Bagian Sensitif Saya Ketembak https://t.co/p6FPAi70eq via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) October 4, 2017
"Kenapa? sebenarnya Bung karno juga mengatakan kepada kita, dilihat dari segi ideologi, landasan perjuangan ideologi Bung karno itu sebenarnya marxis, marxisme, itulah landasan. Tapi yang diterapkan di Indonesia, marxisme yang diterapkan di Indonesia, selain dari marxisme yang diterapkan di Eropa Timur, di Moskow, di Rusia dan sebagainya," jelasnya.
Walau begitu, Soeharto menjelaskan jika paham marxisme yang dianut Bung Karno berbeda dengan pendirinya, yakni Karl Marx ataupun Josef Stalin yang dikenal lewat paham Marxisme–Leninisme yang menilai perbedaan sebagai potensi perpecahan.
Bung Karno justru merumuskan paham Marhaenisme untuk mempersatukan sekaligus mensejahterakan rakyat Indonesia.
"Perbedaannya apa? Kalau marxisme leninisme sampai pada komunisme yang diterapkan di sana merupakan bentuk perjaungan kelas dari pada rakyat, jadi pada dasarnya merupakan kelompok yang tidak turut memiliki alat produksi apa itu pabrik, apa itu tanah, dan sebagainya itu tidak termiliki. Merupakan kaum proletari sendiri, kaum proletar yang disusun untuk memegang kekuasaan, berlakulah diktator proletariat di negara-negara komunis," ujarnya.
Baca: Empat Kali Gagalkan Penyelundupan Obat Terlarang, Lima Orang Pengawal Tahanan Dapat Penghargaan
"Sedangkan di Indonesia tidak demikian, walau kecil andilnya tetapi turut memiliki alat produksinya, ikut turut memiliki tanah,dan sumber daripada penghidupannya. Lah ini digambarkan oleh Bung karno sebagai seorang yang namanya Marhaen, Marhaen itu adalah seorang petani yang mempunyai sawah kecil dan sekarang, untuk menerapkan itu (marxisme) diterapkan seperti keadaannya si petani yang namanya Marhaen, marxisme yang diterapkan di Indonesia adalah marhaenisme.tetapi pada dasarnya adalah marxis, lewat pahamnya marxisme," katanya.