Peristiwa G30S PKI
Keputusan Soekarno Saat di Halim Ini Bikin manuver PKI Buyar
Para personel pengawal Presiden yang dikomandani Kompol Mangil pun sudah bersiap melakukan pengawalan.
Jadi membawa Bung Karno ke pangkalan udara Halim Perdanakusuma pada 1 Oktober 1965 pagi sudah merupakan prosedur yang benar bagi keselamatan Presiden.
Baca: Dulunya Sopir Truk, Tak Disangka Sekarang Aktor Indonesia Ini Jadi Mendunia
Rombongan Bung Karno tiba Halim pada sekitar pukul 09.30 WIB dalam kondisi Halim masih sepi dan langsung menuju ke gedung Komando Operasi (Koops) AURI.
Di ruangan Koops telah menunggu Laksamana Omar Dhani dan Komodor Leo Watimena yang kemudian melaporkan situasi yang sedang terjadi.
Kemudian, Mangil dan anak buahnya lalu ruangan untuk mengatur penjagaan di seputar gedung tersebut.
Sewaktu Bung Karno sudah cukup lama berada di gedung Koops kemudian datanglah tiga perwira dari Angkatan Darat, yakni Brigjen Supardjo Panglima Komando Tempur Mandala Siaga, Mayor Bambang Supeno, dan Mayor Sukirno.
Kirim Bunga Bertuliskan 'Calon Suami', Inikah Pria Pengganti Uje di Hati Umi Pipik? https://t.co/MVDFDvBR4m via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) September 23, 2017
Masing-masing adalah Komandan Batalyon Dharma Putra Kostrad yang pasukannya waktu itu sedang mengepung Istana Merdeka.
Perwira yang kemudian masuk gedung dan menghadap Bung Karno adalah Brigjen Supardjo untuk melaporkan tentang peristiwa penembakan dan penculikan dengan korban para perwira tinggi.
Bung Karno kemudian memerintahkan Brigjen Supardjo agar segera menghentikan pertempuran.
Pada saat itu, Brigjen Supardjo juga meminta agar Bung Karno mendukung G30S.
Baca: Ada yang Baru di Latihan Terakhir Persib Sebelum Melawan Bhayangkara FC
Namun, permintaan Brigjen Supardjo kepada Bung Karno agar mendukung Gerakan G30S ternyata ditolak dengan tegas.
Penegasan Bung Karno itu menunjukkan bahwa sebagai Presiden RI, ia memang bisa menerima PKI karena saat itu merupakan partai yang sah dan harus bekerja sama.
Tapi Bung Karno ternyata menolak mendukung G30S yang cara kerja kerjanya melanggar hukum dan mengedepankan aksi kekerasan serta anti Pancasila.
