Kisah Inspiratif

Kisah Setiabudi, Warga Bandung yang Aktif Mendaki Gunung Berbekal Gula Merah

"Gunung di Jawa Barat hampir semuanya sudah saya daki. Termasuk Ciremai," ujar Budi kepada Tribun Jabar

Penulis: Yongky Yulius | Editor: Kisdiantoro
Tribun Jabar/Yongky Yulius
Setiabudi (52), Warga Jalan Gagak Bandung yang aktif mendaki gunung di tahun 1980-an. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Yongky Yulius

TRIBUNJABAR.CO.ID, BANDUNG - Kini hobi mendaki gunung memang sedang digandrungi anak muda.

Tak hanya menikmati perjalanan menuju puncak gunung, beberapa di antara pendaki bahkan banyak melakukan swafoto dengan pemandangan indah selama perjalanan.

Pendaki di era milenial tergolong beruntung, karena banyak peralatan yang memudahkan proses selama mendaki gunung

Namun, tahukah Anda jika pada tahun 1980-an, banyak pemuda yang mendaki gunung menggunakan peralatan seadanya?

Ya, hal itu dikatakan oleh Setiabudi (52), pria asal Jalan Gagak Bandung yang saat ini sibuk berkecimpung berbisnis penyewaan alat mendaki gunung.

Rupanya, saat masih muda dulu, tahun 1980-an, Setiabudi atau akrab disapa Budi hobi mendaki gunung.

"Gunung di Jawa Barat hampir semuanya sudah saya daki. Termasuk Ciremai," ujar Budi kepada Tribun Jabar, Senin (18/9/2017), di Jalan Gagak, Bandung.


Kata Budi, dulu banyak pemuda yang nekat mendaki gunung bermodalkan peralatan seadanya.

Hal tersebut dilakukan karena saat itu, peralatan mendaki gunung memang cukup mahal.

"Dulu itu, istilahnya cuma modal ponco sama tenda saja sudah nekat mau naik gunung," ujar Budi.

Kemudian, menurut Budi, bekal makanan yang dibawa pun tidak cukup banyak.

Menurut Budi, yang paling penting dibawa adalah gula merah.

Gula merah dapat menunda haus dan lapar selama perjalanan. Selain itu, gula merah juga dapat menambah energi.

Lalu, momen yang paling berkesan bagi Budi adalah saat di atas gunung membuat api unggun lalu memasak nasi liwet (nasi berbumbu khas Jawa Barat).

"Kalau sekarang kan nggak boleh bikin api unggun. Dulu itu kita bikin api unggun, nggak pakai kompor seperti sekarang. Dulu kita gali dulu lobangnya baru bikin api pakai korek seadanya. Baru masak nasi liwet," ujar Budi.

Kemudian, menurut Budi, dulu, gunung yang paling indah adalah Gunung Papandayan di Garut.

Dahulu pemandangan di Gunung Papandayan sangat indah.

Hutannya masih segar dan hijau karena tak banyak disentuh manusia. Bunga Edelweiss-nya pun masih banyak yang tumbuh.

Selain itu, menurut Budi, Papandayan menjadi gunung favoritnya karena medannya yang tidak terlalu berat.

Mendengar Papandayan kerap mengalami kebakaran, Budi sangat menyayangkan.

Saat ini, Budi disibukan menjadi orang kepercayaan dari pemilik Galunggung Camp, tempat penyewaat alat mendaki gunung di Jalan Gagak nomor 146.

Pengalamannya mendaki gunung di usia muda dulu merupakan pengalaman paling berharga yang pernah didapatkannya.

Budi pun berpesan kepada siapapun yang saat ini masih mendaki gunung untuk menjaga kelestarian alam di gunung.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved