Suku di Pedalaman Pulau Halmahera Ini Unik, Dulu Kalau Mati Disandarkan di Pohon Tidak Dikubur

Satu Suku Togutil yang masih dapat dijumpai oleh para turis domestik maupun mancanegara berada di Blok Akatejawe

Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Ichsan
Tribunjabar/Ragil Wisnu Saputra
Suku Togutil 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ragil Wisnu Saputra

TRIBUNJABAR.CO.ID, KOTA TIDORE KEPULAUAN - Taman Nasional Aketajawe-Lolobata di Provinsi Maluku Utara menyimpan beberapa keindahan yang memesona. Salah satunya adalah Burung Bidadari Halmahera yang kini keberadaannya sudah sangat langka dan terancam punah.

Taman Nasional yang memiliki dua blok itu, bahkan menjadi tempat tinggal satu suku yang kehidupannya masih tradisional dari masyarakat pada umumnya. Suku tersebut adalah Suku Tobelo Dalam atau sering disebut Suku Togutil. Togutil yang dalam bahasa Tobalo berarti bodoh, tertinggal.

Satu Suku Togutil yang masih dapat dijumpai oleh para turis domestik maupun mancanegara berada di Blok Akatejawe, tepatnya di Desa Koli, Daratan Oba, Kota Tidore Kepulauan, Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

Baca: Jeremy Thomas: Anak Saya DiCekik, Diberi 4 Tembakan dan Dipukuli hingga Babak Belur

Suku Togutil ini merupakan kelompok Tayawi. Sebetulnya masih ada beberapa kelompok suku tersebut. Setiap kelompok diberi nama yang berbeda sesuai dengan daerah aliran sungainya.

Seperti Suku Togutil Akijira yang ada di Halmahera Tengah, Suku Togutil Dodaga, Suku Tigutil Tanjung Lili di Halamahera Timur, dan Suku Togutil lainnya.

"Namun yang masih ramah dan masih bisa diajak berkomunikasi adalah yang berada di aliran Sungai Tayawi. Yang ada di sekitar Taman Nasional Blok Aketajawe ini," ujar Ahmad David Kurnia Putra kepada Tribun usai mengamati Burung Bidadari pada petualangan Tim Ekspedisi 7-Wonders Wonderfull Moluccas hari ke empat, Senin (17/7/2017).

Suku Togutil
Suku Togutil (Tribunjabar/Ragil Wisnu Saputra)

Suku Togutil yang termasuk kelompok Tayawi ini, menjaga kelangsungan hidupnya masih bergantung dengan berburu. Meski sebagian sudah mulai bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan kering. Seperti bercocok tanam jenis jagung, pisang dan singkong.


Suku Togutil dikenal memiliki ilmu magis yang kekuatannya sangat luar biasa. Selain itu Suku Togutil hidup penuh kewaspadaan, meski dalam waktu tertidur. Pasalnya, suku ini tidak ingin kehidupannya terganggu oleh masyarakat luar atau kelompok lainnya.

"Kewaspadaannya sangat tinggi. Mereka pun kalau ada orang datang selalu penuh curiga. Karena mereka tidak ingin kehidupan kelompoknya diganggu," kata dia.

Anak-anak Suku Togutil
Anak-anak Suku Togutil (Tribunjabar/Ragil Wisnu Saputra)

Meski begitu, Suku Togutil Tayawi sudah jauh lebih modern dari pada kelompok lainnya. Bahkan Suku Togutil Tayawi sudah mau memeluk agama Kristen Protestan. Padahal, sebelumnya Suku Togutil tidak memiliki agama.

"Mereka juga sudah menggunakan pakaian. Tapi ini juga sudah dilakukan oleh kelompok lainnya. Mayoritas Suku Togutil sudah memakai pakaian. Dulu kan hanya menggunakan celana atau rok saja yang terbuat dari kulit pepohonan. Tapi yang modern ya hanya kelompok Tayawi saja," kata dia.

⁠⁠⁠⁠⁠


Menurut David, bentuk wajah Suku Togutil bahkan berbeda dengan penduduk asli Provinsi Maluku Utara. Orang Maluku Utara sering menyebut Suku Togutil adalah keturunan Bule. Konon, Suku Togutil kebanyakan keturunan dari bangsa asing, seperti Portugis, India, dan Cina.

Untuk mengetahui lebih dalam kehidupannya, Tribun pun diberi kesempatan untuk bertemu langsung dengan Suku Togutil Tayawi. Tribun diantar ke seorang anggota Suku Togutil Tayawi oleh seorang Polisi Kehutanan di Blok Aketajawe.

Wartawan Tribun Jabar (tengah) bersama satu keluarga Suku Togutil
Wartawan Tribun Jabar (tengah) bersama satu keluarga Suku Togutil (Istimewa)

Tribun pun bertemu dengan Keluarga Lelenge. Saat ditemui, Lelenge dan istrinya, Onya serta anaknya Yulina tengah bersantai di rumah tradisionalnya. Rumahnya terbuat dengan memanfatkan tanaman yang ada di sekitar hutan. Sebagai tiang penyangga, hanya kayu biasa tanpa dirapikan. Sedangkan atapnya terbuat dari tumpukan Daun Woka.

Uniknya, rumah ini tidak diberi bilik disisinya. Hanya papan sebagai tempat tidur dan tempat menaruh barang-barangnya. Sekilas, rumah Suku Togutil mirip dengan gubuk yang ada di persawahan. Mereka menyebut rumahnya dengan bahasa Tobelo asli dengan sebutan Otau.

Untuk gayung sebagai alat mandi, memakan dan memasak, mereka juga memanfaatkan daun woka. Daun woka ini dibentuk seperti mangkuk. Jika untuk memasak, anehnya daun woka ini tidak akan terbakar oleh api.

Senjata mereka untuk pertahanan diri atau pun berburu ada tiga. Yakni Parang yang sering disebut Odiah, Panah atau sering disebut Otoimi dan Tumbak yang sering disebut Ohokiki.


Karena keterbatasan bahasa untuk berkomunikasi, Tribun kemudian menemui Tokoh Adat Togutil Tayawi, Anton Jumati. Anton sendiri adalah seorang anggota Suku Togutil Tayawi yang lumayan fasih berbahasa Indonesia. Pasalnya, Anton adalah orang luar yang menikah dengan Suku Togutil Tayawi.

Anton menjelaskan, saat ini di wilayah Blok Aketajawe terdapat sekitar 22 Kepala Keluarga (KK) Suku Togutil Tayawi. sebanyak 7 KK berada di wilayah Air Terjun Bairorai dan sisanya berada di Tayawi, yang merupakan wilayah dimana Anton tinggal.

Sebelum mengenal agama, Suku Togutil Tayawi ini memiliki nama dengan nama-nama pepohonan yang ada di wilayah permukimannya. Dimana, setiap ibu melahirkan di sekitar pohon, anaknya akan diberi nama seperti pohon yang ada di sekitarnya.

"Setelah mengenal agama, namanya sedikit berubah. Sudah tidak memakai nama pepohonan lagi. Saat meninggal juga sudah tidak disandarkan kepada pohon. Tapi sekarang dikuburkan," kata dia.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved