Awi Gelo, Pemegang Bambu Pontang Panting Tak Mampu Mengendalikannya

Atraksi tersebut dinamakan Awi Gelo (Bambu Gila). Disebut Awi Gelo, karena konon, roh makhluk halus dimasukkan ke batang bambu itu oleh malimnya.

Penulis: Ragil Wisnu Saputra | Editor: Kisdiantoro
ISTIMEWA
Sejumlah orang tengah melakukan pertunjukkan seni dan budaya Awi Gelo (Bambu Gelo) di Saung Budaya Sumedang, Kecamatan Jatinangor, Minggu (7/5). 

Oleh Wartawan Tribun Jabar Ragil Wisnu Saputra

MALIM (pawang) bertopeng memakai pangsi hitam dan berbekal cambuk merapalkan doa-doabpada sebatang bambu sepanjang empat meter. Bambu itu dipegangi dengan erat oleh lebih dari lima orang. Alunan musik sunda seperti goong, terompet, angklung, dan bedug, mengiringi ritual tersebut.

Seusai ritual, tiba-tiba para pemegang bambu terlihat terpontang-panting kesana kemari seperti tidak dapat mengendalikan badannya. Para penonton yang menyaksikan atraksi tersebut juga mulai mundur agak menjauh.

Satu orang malim lainnya berjaga-jaga. Ia bertugas untuk mengendalikan bambu yang ternyata sudah dimasuki oleh makhluk astral agar tidak mengarah ke penonton. Setiap kali bambu akan menubruk ke arah penonton, malim yang seperti menggunakan tenaga dalamnya menyuruh mundur bambu yang dipegang oleh orang-orang tersebut.

Atraksi tersebut dinamakan Awi Gelo (Bambu Gila). Disebut Awi Gelo, karena konon, roh makhluk halus dimasukkan ke batang bambu itu oleh malimnya. Sehingga gerakannya liar tak terarah. Bak ornag gila mengamuk. Para pemegang bambu yang tak kuasa menahan gerakan liar bambu itu pun ada yang terbanting lepas dari pegangannya.

Seni dan Budaya Awi Gelo ini memang baru muncul lagi di Sumedang. Seni tersebut sempat hilang puluhan tahun lamanya. Baru pada tahun 2016, Awi Gelo mulai dimunculkan kembali. Adalah Gumelar Putra Pasundan yang berada di Desa Sayang, Kecamatan Jatinangor yang mulai melestarikan itu kembali.

"Kesenian Awi Gelo ini memang sebenernya salah satu budaya sunda juga. Tapi sempat hilang selama puluhan tahun. Akhirnya kami mulai melestarikannya kembali pada tahun 2017," ujar Teten Kurnia, Ketua Kelompok Seni dan Budaya  Gumelar Putra Pasundan usai melakukan pertunjukkan dalam rangka pelestarian kembali seni dan budaya Sumedang di Saung Budaya Sumedang (Sabusu), Minggu (7/5) kemarin.

Seni dan Budaya Awi Gila ini memang unik. Selain menampilkan sisi kesenian dan budaya khas Sumedang, unsur magis memang sangat lekat pada atraksi yang satu ini. Teten bahkan menyebut, roh makhluk halus yang dimasukkan ke dalam batang bambu adalah roh karuhun.

Atraksi Awi Gelo ini tidak bisa dipegang oleh satu atau dua orang. Pasalnya, kekuatan magis yang kuat di dalam batang bambu tersebut tidak akan tertahan. Setidaknya butuh lima orang atau bahkan lebih yang bisa memainkan atraksi ini. Itu juga tergantung oleh panjang bambunya. Jika lebih dari empat meter, maka diperlukan lebih banyak org lagi untuk memegang bambu tersebut.

Untuk menyudahi atraksi ini, malim harus memegang batang bambu yang kemudian didoakan lagi. Sehingga unsur magis yang ada menjadi ternetralisir. Untuk mengetahui seperti apa kekuatan magisnya, Tribun mencoba untuk memainkannya.

Awalnya, bambu yang dipegang nampak ringan karena Tribun memegangi bambu tersebut didampingi fan ditemani oleh enam orang lainnya. Namun, saat malim mendoakan dan seperti memasukkan roh ke dalam bambu, tiba-tiba bambu menjadi berat.

Saat aba-aba mulai dan malim melepas tanggannya dari bambu, tiba-tiba badan langsung terdorong kesana kemari. Liar dan tidak terarah. Bahkan untuk menahan bambu agar diam pun sangat sulit. Saat mencoba berusaha untuk melepaskan pegangan, tangan justru semakin memegang erat.

Hanya bermain sekitar lima menit saja, tenaga sudah terkuras habis. Keringat pun bercucuran. Bahkan tangan yang digunakan untuk memegang bambu berasa sakit dan terlihat kemerah-merahan.

"Memang kalau dilawan atau mau melepaskan, bambu semakin liar. Dan ada juga yang malah enggak bisa melepaskan tangannya. Karena roh yang dimasukkan merasa ada yang melawan. Ini tidak boleh dilakukan oleh orang yang tidak ahli," tutur Teten.

Suasana Minggu siang itu di Sabusu semakin ramai. Beberapa pertunjukkan mulai dipentaskan. Mulai dari Sisingaan, Reak, Tari-tarian, Seni Kirab Penyambutan Tamu Besar khas Sumedang, Kuda Renggong, Kereta Kencana, Lengser dan lainnya sebagainya.

Kegembiraan bahkan terlihat saat beberapa peserta dari pertunjukkan Reak mengalami kesurupan. Ada yang kesurupan dengan mengupas kelapa dengan giginya, memecahkan kelapa dengan kepala dan kesurupan karena kerasukan roh-roh mirip binatang, seperti monyet dan lainnya.

Pembina Paguyuban Seniman dan Budayawan Sumedang yang juga Ketua DPRD Sumedang, Irwansyah Putra mengatakan, acara pelestarian kembali seni dan budaya Sumedang tersebut memang ditujukan untuk mengenalkan dan menghadirkan kembali seni dan budaya khas Sunda dan Sumedang.

"Kita semua ketahui, bahwa seni dan budaya asli Sunda sudah mulai tergeser oleh budaya modern dan asing. Bahkan eksistensi keberadaan seni dan budaya asli Sunda sudah mulai hilang. Maka kami  semua munculkan kembali agar masyarakat mengenal seni dan budaya Sunda yang sarat makna sekaligus adiluhung," katanya.

Irwansyah menambahkan, seni dan budaya yang dipertunjukkan tersebut memang sebagian besar sudah tak lagi muncul dan dikenal masyarakat. Salah satunya yang sudah benar-benar hilang adalah seni dan budaya penyambutan tamu besar khas Sumedang.

"Tadi ada proses penyambutan tamu beaar atau agung. Itu prosesi asli Sumedang untuk menyanbut raja, patih atau mengantarkan raja perang dan menyambut kembali saat pulang," lata dia.

Menurut dia, budaya penyambutan tamu besar atau agung tersbut bahkan sudah hilang dan sebagian besar sudah tidak mengetahuinya. Maka dari itu, kata dia, dihadirkan dan dikenalkan kembali kepada mayarakat. Meski, lanjut dia, tahap-tahapannya tidak utuh.

Menurut dia, acara-acara seperti inilah yang memang harus terus diadakan untuk mengenalkan kembali seni dan budaya Sunda yang sarat makna sekaligus adiluhung. Pihaknya juga mengapresiasi para seniman Sumedang yang sudah berusaha melestarikan kembali beberapa seni dan budaya yang sudah hampir hilang itu.

"Niat kami baik disini, hanya ingin menghembuskan kembali nafas seni dan budaya asli lembur. Sekaligus mengajak masyrakat untuk melestarikannya. Apresiasi sekali juga kepada para seniman Sumedang. Ikon Sumedang Puseur Budaya Sunda ini akan benar-benar semakin menggema," katanya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved