Pasca Penggenangan Waduk Jatigede

Kisah Warga Jemah Menembus "Dunia Luar"

Dimulainya penggenangan Bendungan Jatigede, Agustus lalu, membuat desa ini terputus dari "dunia luar".

Penulis: Deddi Rustandi | Editor: Dedy Herdiana
TRIBUN JABAR/DEDDI RUSTANDI
BERJUANG KE WADO - Warga Desa Jemah harus menggunakan perahu untuk mencapai Wado, Kamis (5/5/2016). Wado adalah "dunia luar" terdekat, di mana dokter dan pasar yang menyediakan berbagai kebutuhan masih ada. 

Maklum Sabeulit merupakan bukit tak nantinya menjadi pesisir bendungan. Jika tak hujan jalan mudah dilalui tapi kalau hujan jalan setapak menjadi licin.

"Untuk sampai perahu, pasien harus ditandu dengan dinaikkan ke kursi atau sarung kemudian ditandu menuruni bukit," kata Aga.

Sesampai di Wado, ketika perahu menepi, angkutan berganti dengan ojek yang ongkosnya Rp 10 ribu sekali jalan.

Sertifikat
Karena perahu sudah menjadi alat transportasi utama di Jemah, banyak warga Jemah yang direlokasi ke Kampung Sabeulit dan Jatimekar akhirnya menjual sapi-sapinya agar dapat membeli perahu. Terdapat lebih dari 100 kepala keluarga warga Jemah tinggal yang tinggal di lokasi yang baru ini.

"Bapak saya menjual dua sapi dan dibelikan perahu yang saya pakai ini," kata Kandar.

Menurutnya, ada dua perahu yang dipakai transportasi warga Jemah untuk berbagai keperluan.

"Dua perahu ini dipakai mengantar warga ke Kampung Jatimekar dan Sabeulit. Kami kebanyakan masih saudara, dan kalau ada keperluan harus naik perahu," katanya.

Kandar mengatakan, kalau terpaksa, sebenarnya masih ada jalur darat yang bisa ditempuh.

"Tapi jaraknya jauh sekali karena harus memutar, masuk dulu hutan yang dipenuhi hewan liar. Kalau naik perahu, jaraknya lebih pendek, paling cuma perlu 10 hingga 15 menitan dengan ongkos Rp 10 ribu sekali jalan," katanya.

Kandar mengaku, perahu yang ia kemudikan ini dibeli keluarganya dari Kadipaten, Majalengka.

"Saya belajar mengemudikan perahu ini lebih dari seminggu hingg akhirnya bisa mengemudikan sendiri. Saya juga sudah dapat sertifikat yang saya peroleh secara gratis setelah mendapat pelatihan sebagai warga orang terkena dampak Jatigede," katanya.

Menurutnya, kesulitan utama saat mengemudikan perahu di Jatigede banyak sampah yang menempel dan tergulung baling-baling perahu.

"Mungkin karena belum dalam dan banyak pohon yang belum terendam sehingga kadang sampah dari sisa dauh masuk ke baling-baling dan harus dibersihkan dulu," kata Kandar yang sudah pandar mengatur dan hapal arah di Bendungan Jatigede ini. (*)

Naskah ini juga bisa dibaca di edisi cetak Tribun Jabar, Jumat (6/5/2016). Ikuti berita-berita menarik lainnya melalui akun twitter: @tribunjabar dan fan page facebook: tribunjabaronline.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved