Sekeluarga Huni Gubuk Reyot
EKSKLUSIF - Sempat Jadi Santapan Tikus
Meski usianya sudah tiga tahun, cucu angkatnya ini, menurut Onah, belum bisa bicara dan berjalan. Kesibukan Asep dan Ica membuat mereka jarang bertemu
Penulis: dra | Editor: Machmud Mubarok
BANDUNG, TRIBUNJABAR.CO.ID - Dinding bilik gubuk seluas dua kali dua meter di Blok Tempe, RT 02/01, Kelurahan Babakan Asih, Kecamatan Bojongloa Kaler, Kota Bandung, itu sudah bolong- bolong dan nyaris roboh. Saat angin bertiup, debu dari jalanan kerap terbawa masuk. Pintu yang sudah sulit ditutup juga membuat angin makin leluasa masuk.
Sejak rumah yang disewanya porak poranda diterjang angin kencang sekitar lima tahun lalu, gubuk kecil itu menjadi satu-satunya tempat yang bisa dipilih Onah (77) untuk sekadar bernaung. Di gubuk yang lokasinya tak jauh dari rumah yang dikontraknya dulu itu, Onah tinggal bersama Asep, anak angkatnya. Ica, istri Asep, dan Firni (3), anak mereka, juga ikut tinggal di sana.
Setiap malam mereka tidur berdesakan beralas kasur tipis yang mereka gelar sekadar untuk memisahkan tubuh dari tanah. Dan, karena gubuknya sudah bolong-bolong, tikus-tikus sebesar anak kucing sering ikut masuk. Kaki Firni bahkan pernah digigit dan lukanya sangat dalam.
"Dibantu sama warga sini, cucu saya langsung dibawa ke klinik yang ada di depan (depan gang)," kata Onah kepada Tribun di gubuk yang ternyata juga bukan miliknya itu, Minggu (25/10).
Meski usianya sudah tiga tahun, cucu angkatnya ini, menurut Onah, belum bisa bicara dan berjalan. Kesibukan Asep dan Ica yang kerja serabutan, ujarnya, membuat anak dan menantunya itu jarang bertemu dengan anak mereka kecuali pada malam hari ketika Firni justru sudah tertidur. Padahal, kemampuan Onah, yang menjagai Firni setiap hari, juga mulai terbatas. Jangankan untuk mengajari cucunya berjalan, untuk berdiri pun Onah sudah susah. Di usianya yang makin senja punggungnya sudah sangat bungkuk.
"Paling, kalau dia lapar, dia merengek, dan saya suapi dengan bubur bayi dan susu," kata Onah.
Onah mengaku sangat ingin memiliki tempat yang layak untuk mereka tinggali. Tidak saja karena usianya yang makin uzur, tapi juga karena khawatir pada keselamatan cucunya.
"Tapi, mau pindah juga ke mana? Di lembur (kampung halaman) sudah tak ada saudara, semua sudah meninggal. Jadi mau nggak mau, tinggal di sini," ujar Onah. "Di sini mah, kalau lagi panas, pasti kepanasan. Kalau malam, pasti kaanginan. Kalau hujan, air suka masuk, dan kasurnya jadi basah semua."
Selain baju-baju, kompor dan peralatan masak usang, serta kasur tipis yang setiap hari mereka pergunakan tidur, tak ada barang apa pun di gubuk kecil Onah. Pakaian ditumpuk begitu saja di sudut, atau diselipkan di dinding bilik yang bolong. Kompor dan peralatan masak disimpan di luar, kecuali pada malam hari.
"Kalau kebetulan ada yang dimasak, saya suka memasak. Di dalam, pakai kompor minyak," kata Onah. (dra)
BACA SELENGKAPNYA DI HARIAN PAGI TRIBUN JABAR EDISI RABU 28 OKTOBER 2015.