Konferensi Asia Afrika
Menyantap Colenak Murdi, Hadirkan Kembali Suasana KAA 1955
COLENAK menjadi salah satu hidangan yang mendapat apresiasi dari para pemimpin dunia yang hadir di Gedung Merdeka pada KAA 1955.
Penulis: Isa Rian Fadilah | Editor: Dicky Fadiar Djuhud
Kelezatan sajian ini bahkan mengantarkan colenak sebagai salah satu hidangan yang disajikan dalam Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung pada tahun 1955.
"Katanya para Menteri waktu itu berkunjung dulu ke sini, mencicipi colenak buatan kakek saya dan suka. Kemudian akhirnya dibawa kesana (Konferensi Asia Afrika 1955)," ujar Bety Nuraety, generasi ketiga pemilik Colenak Murdi Putra, Jumat (27/3/2015).

foto: Bukbis
Bety mengatakan ketika acara KAA 1955 colenak menjadi makanan yang disajikan karena saat itu memang penyelenggara ingin menyajikan makanan tradisional.
Mengingat KAA digelar di Bandung, maka penyelenggara memilih colenak untuk disajikan kudapan para pemimpin dunia yang hadir dalam konferensi internasional tersebut.
Makanan ini pun mendapat apresiasi dari para delegasi yang hadir ketika itu. "Para pemimpin yang hadir di KAA bilangnya ini makanan yang unik dan enak. Unik karena
waktu dulu mah makanan tradisional masih sedikit yang terbuat dari sampeu (singkong)," katanya.
Rahasia kelezatan kuliner yang bertahan hampir 85 tahun tersebut, kata Bety, terletak dari bahan dan teknik pembuatan yang masih tradisional.

foto: Bukbis
Bety mengungkapkan sedari dulu colenak Murdi Putra selalu diolah dengan cara dibakar diatas arang dan hawu.
Proses pengolahan yang terhitung jadul tersebut, turut memberi pengaruh terhadap rasa yang dihasilkan.
Penggunaan hawu atau tungku memberi aroma tersendiri pada tape yang dibakar sehingga menambah cita rasa.
Bahan baku yang digunakan pun menurutnya tetap setia pada resep karuhun.
BACA: Sepanjang Meliput KAA, Wartawan Bisa Pakai Bajaj Ke Mana Pun
Bety mengatakan pihaknya selalu menggunakan tape dari Cimenyan sebagai bahan baku utama pembuatan colenak.
"Dari jaman kakek, kita selalu menggunakan peuyeum (tape) dari Cimenyan. Teksturnya kuat, maksudnya tidak cepat lembek dibandingkan peuyeum dari daerah lain. Dari rasa juga berbeda, (peuyeum Cimenyan) terasa sampeu (singkong)nya. Biasanya yang lain (rasa tapenya) terlalu manis, ini ada agak asem-asemnya," ujarnya.
Resep yang digunakan merupakan warisan turun temurun dari Aki Murdi kepada keturunannya.