Dari Masjid ke Masjid
Pembangunan Masjid Dipelopori Mohammad Natsir
Kubah-kubahnya yang megah berwarna hijau zamrud, dindingnya yang berlapis keramik putih bersih, dan jemaahnya yang tidak pernah sepi

Oleh Dina S Vionetta
MASJID di Jalan Pajagalan No 14-16, Kota Bandung, menjadi ikon di ruas jalan tersebut dan sekitarnya. Kubah-kubahnya yang megah berwarna hijau zamrud, dindingnya yang berlapis keramik putih bersih, dan jemaahnya yang tidak pernah sepi membuat masjid ini paling termashyur di kawasan ini.
Masjid itu tidak mempunyai nama. Begitulah menurut Ahmad Hidayat, wakil pengelola masjid ini, saat ditemui Tribun di area masjid tersebut, Sabtu (21/7). Namun masyarakat di sekitarnya menyebut masjid ini sebagai Masjid Pajagalan karena memang letaknya di Jalan Pajagalan. Masjid ini sengaja tidak diberi nama dari awal agar masyarakat dapat menginterpretasikan masjid ini menurut keinginan mereka.
Masjid ini adalah bagian dari Pesantren Persatuan Islam (Persis) yang dibangun pada 1950, 15 tahun setelah Pesantren Persis tersebut berdiri. Masjid dengan gaya Timur Tengah ini langsung menjadi ikon Jalan Pajagalan, melebihi pamor pesantren itu sendiri.
Hal ini terjadi karena masjid tersebut dibuka untuk umum, tidak hanya untuk warga pesantren. Siapa saja yang rindu bertemu Allah swt melalui salat dapat dengan segera memasuki masjid ini untuk beribadah. Suasananya yang sejuk membuat ibadah semakin khusyuk.
Masjid Pajagalan merupakan wakaf dari almarhum Anang Thayyib, laki-laki asal Palembang yang tinggal di Bandung. Ia adalah anggota Pesantren Persis. Hingga sekarang, keturunan-keturunan Anang juga menjadi santri di pesantren ini. Jika keluarga Anang mempunyai hajatan atau ada anggota keluarga yang meninggal, mereka menggelar acara di masjid tersebut.
Satu tokoh pahlawan nasional Indonesia yang memelopori pendirian masjid ini adalah Mohammad Natsir. Natsir adalah pahlawan Indonesia yang tergabung di dalam Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Natsir pernah berguru kepada Ahmad Hassan, tokoh Persis.
Itulah sebabnya, pada tahun 1950-an, masjid ini kerap menjadi tempat berkumpul tokoh-tokoh Masyumi. Natsir sering menjadi pembicara dalam acara-acara yang diselenggarakan di masjid ini. Mohammad Hatta, mantan wakil presiden Indonesia, juga kerap mengunjungi masjid ini.
Seluruh bangunan masjid ini dilapisi keramik putih yang membuat masjid ini terkesan bersih. Ini adalah hasil dari renovasi yang pernah dilakukan di masjid ini, sekitar 10 tahun lalu.
Menurut Ahmad Hidayat, renovasi di masjid ini dilakukan dengan alasan penghematan biaya. Sebelum masjid ini dilapisi keramik, pengelola keuangan pesantren selalu menganggarkan dana untuk mengecat dinding masjid satu tahun sekali. Setelah masjid ini dilapisi keramik, anggaran tersebut ditiadakan karena keramik lebih mudah perawatannya, cukup dibersihkan saja.
Begitu pula dengan jendela-jendela masjid tersebut. Tadinya kosen-kosen jendelanya terbuat dari kayu jati. Karena umurnya yang sudah tua, kosen jendela dari kayu jati itu dihilangkan dan diganti dengan jendela-jendela besar dari paving block dengan kaca berwarna buram yang menambah keindahan Masjid Pajagalan.
Ahmad Hidayat juga mengatakan bahwa sudah lama ada rencana untuk memperbesar masjid ini karena jumlah jemaah yang sangat banyak, terutama di hari raya, sehingga tidak tertampung semuanya di masjid ini. Ketika salat di hari raya, sering sekali banyak jamaah yang harus membawa alas sendiri dan salat hingga di luar masjid.
"Alhamdulillah, jumlah jemaahnya banyak sekali. Tapi untuk menanggulanginya, insya Allah pada saat anggarannya memadai, masjid ini akan diperbesar ke atas agar tidak mengurangi keindahan arsitekturnya," kata Ahmad Hidayat. (*)