Pilpres 2019
Profil 9 Hakim di MK yang Adili Sidang Gugatan Pilpres 2019, Simak Sepak Terjangnya
Simak profil dan sepak terjang sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan mengadili gugatan hasil Pilpres 2019.
TRIBUNJABAR.ID - Sidang sengketa Pilpres 2019 digelar pada Jumat (14/6/2019) hari ini.
Terdapat sembilan hakim konstitusi yang menangani perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) atau sengketa Pilpres 2019.
Sembilan hakim tersebut adalah Anwar Usman, Aswanto Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan MP Sitompul, Saldo Isra, dan Enny Nurbaningsih.
MK tidak dapat diintervensi oleh siapapun.
Hal itu dikatakan Anwar saat membuka persidangan perkara perselisihan hasil Pilpres 2019 dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
"Seperti yang pernah kami sampaikan, kami tidak tunduk pada siapapun dan tidak takut pada siapapun," ujar Anwar, dikutip dari Kompas.com.
• Prabowo dan Sandiaga Uno Minta Pendukung Tak Hadir, Amien Rais Justru Imbau Pendukung Datang ke MK
Menurut Anwar, MK merupakan lembaga independen yang terpisah dari tiga lembaga kekuasaan lainnya seperti Presiden, DPR dan Mahkamah Agung (MA).
Anwar meyakinkan, dalam memutus perkara hasil pemilihan umum, MK akan bersikap independen dan memutus sesuai konstitusi.
"Sejak kami ucapkan sumpah, kami bertekad tidak bisa dipengaruhi siapapun dan hanya takut pada Allah," kata Anwar.
Inilah profil dan sepak terjang sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan mengadili gugatan hasil Pilpres 2019.
1. Anwar Usman

Anwar Usman menjadi Ketua MK untuk periode 2 April 2018 hingga 2 Oktober 2020.
Pria kelahiran Bima, 31 Desember 1956 itu mengawali karier sebagai guru honorer pada 1975.
• Pengakuan Kapolsek Pasirwangi Garut Diperintah Dukung Jokowi Disebut di MK, Polri Dinilai Tak Netral
Setelah sukses meraih gelar Sarjana Hukum pada 1984, alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta itu mencoba ikut tes menjadi calon hakim.
Keberuntungan pun berpihak padanya ketika ia lulus dan diangkat menjadi calon Hakim Pengadilan Negeri Bogor pada 1985.