NU Dukung Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Tapi Berikan Sedikit Catatan
Pada pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), peserta musyawarah menyepakati mendukung terbitnya RUU PKS tersebut
Penulis: Isep Heri Herdiansah | Editor: Theofilus Richard
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Isep Heri
TRIBUNJABAR.ID, BANJAR - Dalam rapat pleno Munas Alim Ulama Konbes yang digelar di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, 27 Februari-1 Maret 2019, Nahdlatul Ulama setujui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Pada pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), peserta musyawarah menyepakati mendukung terbitnya RUU PKS tersebut namun terdapat catatan.
Catatan yang dimaksud antara lain, forum merekomendasikan adanya perubahan nama RUU itu menjadi RUU Pencegahan Kekerasan Seksual dengan alasan agar aspek preventif lebih menjadi perhatian.
Persoalan yang menjadi pembahasan Komisi Bahtsul Masail Diniyah Qanuniyah ini juga menjelaskan lima belas jenis kekerasan dalam pandangan syariat.
Antara lain segala perbuatan yang dapat mengantar pada perbuatan zina, atau perbuatan fâhisyah (tabu), pandangan langsung baik terhadap lawan jenis atau sejenisnya tanpa perantara media dengan niat melecehkan, serta segala tindakan yang melampaui batas syariat.
• Ani Yudhoyono Hanya Bisa Temui Besan dari Balik Kaca, Ini Etika Kalau Berkunjung ke Rumah Sakit
• Kapten Real Madrid Sergio Ramos Disanksi UEFA karena Sengaja Cari Kartu Kuning
Nur Rohman yang bertugas membacakan hasil sidang komisi mengingatkan agar masyarakat dan pemangku kebijakan memerhatikan jenis kekerasan seksual yang diatur dalam fiqih.
"Supaya ini didalami kembali, karena terkait pemaksaan perkawinan dan juga di situ terkait eksistensi wali mujbir, yang dikenal dalam kitab fiqih,” ujarnya di hadapan forum.
Menurut forum, wali mujbir tidak boleh dipidanakan dan menilai jika itu terjadi merupakan tindakan kriminalisasi.
Wali mujbir adalah ayah dan kakek dari ayah kandung yang punya otoritas 'memaksa' dengan rayuan atas dasar kasih sayang (ijbar), bukan memaksa dengan ancaman (ikrah).
Kondisi yang menoleransi 'pemaksaan' (ijbar) ini pun diberikan sejumlah syarat, di antaranya adalah tidak terdapat perselisihan yang nyata antara wali dan anak, calon suami dengan calon istri, calon suami adalah setara (kufu) dengan anak, serta tidak berpotensi merugikan, membahayakan, menyengsarakan anak.
Selain membahas soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Munas Alim Ulama kali ini juga mendikusikan soal RUU Antimonopoli dan Persaingan Usaha.
• Beda Syahrini dan Luna Maya di Mata Reino Barack, Sempat Bocorkan Sifat Asli Mantan yang Emosional
• Bersama Carles Puyol, Del Piero Kembali ke Indonesia dan Bakal Kunjungi Tiga Kota Ini