Ini Kesan yang Didapat Bidan Muda Asal Bandung, Silvianisa, Saat Menjadi Relawan Palu-Donggala
Banyak kesan yang didapatkan Silvianisa Nurhanifah (21), bidan muda asal Bandung, ketika menjadi relawan Palu-Donggala.
Penulis: Resi Siti Jubaedah | Editor: Yongky Yulius
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Resi Siti Jubaedah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Banyak kesan yang didapatkan Silvianisa Nurhanifah (21), bidan muda asal Bandung, ketika menjadi relawan Palu-Donggala.
Usai dirinya memutuskan untuk menjadi relawan dan berangkat ke Sulawesi Tengah, tepatnya Sigi, perempuan yang akrab disapa Silvi itu berangkat dari Bandung menuju Jakarta pada 3 Oktober 2018.
Di Jakarta, dia bertemu dengan relawan dari Tasikmalaya dan Banten.
Silvi bersama rombongan melanjutkan perjalanan ke Makassar.
Usai mendarat di Bandara Makassar, Silvi disambut oleh Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Makassar.
Di sana ia makan bersama, serta istirahat di Bandara Lanud Makassar. Karena bandara di Palu belum beroperasi, ia berangkat ke Palu dari Makassar menggunakan pesawat Hercules.
• Cerita Silvianisa Nurhanifah, Bidan Muda Asal Bandung yang Menjadi Relawan Palu-Donggala
"Tetapi kami di sana harus menunggu satu hari di Lanud Makassar, tidur di masjid dengan persediaan air seadanya, bahkan cadangan tadinya untuk air di Palu, sebagian habis di Makassar," ujar Silvianisa Nurhanifah saat ditemui Tribun Jabar, di Jalan Lodaya nomor 36, Bandung, Selasa (20/11/2018).
Saat menginjakkan kaki di Palu, Sigi, dan Donggala, ia merasakan kesan pertama yang mengharukan.
"Palu, Sigi, dan Donggala, atau Pasigala itu linangan air mata, rasa sakit, ketakutan, dan kesulitan, itu kata-kata pertama yang saya pikirkan saat mendarat di Bandara Mutiara SIS Al-Jufrie," ujar Silvianisa Nurhanifah.
Silvi bersama tim relawan ACT hanya melihat bangunan roboh, merasakan udara yang sangat panas, kemudian bandara itu dindingnya retak dan kacanya pecah.
Tak hanya itu, biasanya ia melihat keramaian di bandara, namun yang terlihat hanya Silvi bersama tim relawan ACT dan lalu lalang polisi tentara bersenjata lengkap.
Silvi dan tim ACT dijemput oleh tim yang sudah berada di lokasi terlebih dahulu, melewati jalan yang kondisinya sama seperti di Lombok.
• Cerita Adam Merintis Kedai Dapur Ikhlas, Kedai di Mana Pengunjung Makan Sepuasnya, Bayar Seikhlasnya
"Tidak ada kehidupan yang kami lihat, rumah bertingkat-tingkat roboh ke bawah, tiang-tiang jadi bengkok, adapun yang patah," ujar Silvianisa Nurhanifah.
Kemudian ketika dia dan tim ACT melintas di SPBU, akhirnya menemukan keramaian orang yang mengantri membeli bahan bakar, terutama laki-laki.
"Tetapi yang saya lihat di sana yang menangani SPBU itu adalah tentara yang pakai senjata lengkap. Tiba di posko induk istirahat sejenak, malamnya briefing, dan kami membuat beberapa posko, satu di antaranya posko Sigi yang nantinya saya tempati," ujar Silvianisa Nurhanifah.