Massa Persis Berteriak Kecewa Saat Vonis Asep Maftuh Dibacakan
Massa Pengurus Pusat Persis langsung bereaksi saat Wasdi Permana, hakim Pengadilan Negeri Bandung membacakan vonis pidana penjara tujuh tahun . . .
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Massa Pengurus Pusat Persis langsung bereaksi saat Wasdi Permana, hakim Pengadilan Negeri Bandung membacakan vonis pidana penjara tujuh tahun untuk Asep Maftuh, penganiaya HR Prawoto, pengurus Persis yang kemudian meninggal pada Januari.
"Bangke," teriak seorang pengunjung di ruang sidang 1, PN Bandung Jalan LLRE Martadinata, Kamis (23/8/2018).
Asep Maftuh dinyatakan majelis hakim terbukti bersalah melanggar pasal 351 ayat 3 KUH Pidana tentang penganiayaan mengakibatkan matinya seseorang, sebagaimana dalam dakwaan subsidair jaksa penuntut umum.
• Penganiaya Pengurus Persis Divonis 7 Tahun Penjara, Lebih Berat 6 Bulan dari Tuntutan Jaksa
Suasana sidang langsung gaduh.
Sebagian pria berteriak kecewa dengan vonis hakim.
Sebagian perempuan menangis dan menggerutu sambil menutup muka serta menyeka air di mata mereka.
Pakai Piyama dan Bersandal, Via Vallen Perlihatkan Rumahnya yang Sudah Rata dengan Tanah https://t.co/dQeRRXbxrt via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) August 22, 2018
Di halaman pengadilan, massa Persis berunjuk rasa dan berorasi.
"Harusnya vonis pidana mati karena Pak Prawoto juga mati," ujar seorang perempuan, belakangan diketahui bernama Rina (39), bagian dari massa Persis.
Meski ditanggapi reaksioner, Wasdi tetap membacakan vonisnya.
Hingga akhirnya, saat hakim meninggalkan ruang sidang, sejumlah pria tampak melontarkan sumpah serapahnya.
"Saya tunggu kamu tujuh tahun Asep Maftuh, nyawa harus dibayar nyawa," ujar seorang pria.
Dalam pertimbangannya, hakim membantah semua pembelaan pengacara Asep Maftuh yang menilai bahwa penyebab kematian HR Prawoto bukan karena Asep Maftuh, melainkan korban dibawa pulang paksa oleh keluarga saat dibawa ke RS Santosa Bandung.
Apalagi, penyidik kepolisian tidak menyertakan otopsi terhadap penyebab kematian HR Prawoto.
"Meskipun tidak ada visum, setidaknya dari beberapa keterangan saksi bahwa korban dirawat medis karena luka-luka oleh perbuatan terdakwa. Sehingga, pembelaan terdakwa harus dikesampingkan," ujar Wasdi. (*)