Kisah Tien Soeharto, 12 Bulan Berada dalam Kandungan Ibunda, Lahir Setelah Dibawa ke Kandang Kambing

"Ibumu itu tinggal di perut eyang 12 bulan. Pas satu tahun, baru mau keluar dari perut eyang," ujar eyang putri.

Penulis: Fidya Alifa Puspafirdausi | Editor: Fauzie Pradita Abbas
Kolase Tribun Jabar/Kompas.com

TRIBUNJABAR.ID - Pasangan mendiang Presiden RI kedua HM Soeharto dan Fatimah Siti Hartinah yang akrab dipanggil Ibu Tien, dikenal oleh masyarakat luas sebagai pasangan supranutaral

Semasa hidupnya, istri tercinta Soeharto itu sering menemani suaminya ke berbagai acara negara.

Tien Soeharto memiliki penampilan yang khas.

Rambutnya ditata rapi mengenakan konde.

Dalam berbagai acara, Tien Soeharto juga terlihat mengenakan kacamata berukuran besar.

Tien Soeharto merupakan nama panggilannya.

Ia lahir dengan nama Siti Hartinah.

Wanita kelahiran 23 Agustus 1923 di Surakarta itu memiliki enam anak.

Mereka adalah Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Hariyadi (Titiek), Hutomo Mandala Putra (Tommy), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).

Tien Soeharto meninggal di usia 72 tahun pada 1996 akibat sakit jantung.

Anak pertama Tien Soeharto, Tutut Soeharto menceritakan secuil kisah hidup ibunya.

Ia menulis cerita proses kelahiran ibunya di situs pribadinya, tututsoeharto.id.

Pada Jumat (10/8/2018), Tutut mengunggah foto ibunya di Instagram.

Dalam foto tersebut ditulis sepenggal kalimat yang berasal dari situsnya.

Tutut Soeharto menceritakan proses kelahiran ibunya itu cukup unik.

Penjual Kambing Itu Melawan tapi Dibalas Garong dengan Tembakan, Motor Korban Pun Digondol

Yenny Wahid Curhat di Twitter Usai Bertemu Ahok: Si Kokoh Tetap Bersemangat

Hal tersebut ia ketahui dari eyang putrinya (nenek).

Umumnya, bayi berada dalam kandungan ibu selama sembilan bulan.

Namun, berbeda dengan Tien Soeharto.

Tien Soeharto berada dalam kandungan selama 12 bulan.

"Ibumu itu tinggal di perut eyang 12 bulan. Pas satu tahun, baru mau keluar dari perut eyang," ujar eyang putri.

Tien Soeharto yang masih belum mau keluar dari perut ibunya itu membuat geger.

Eyang putri mengatakan kehamilannya yang melebihi sembilan bulan itu menjadi pembicaraan orang-orang.

Bahkan, nenek dari Tutut Soeharto itu mendapat saran agar sang bayi bisa dilahirkan.

"Akhirnya ada yang menyarankan pada eyang, supaya eyang dibawa ke kandang kambing, karena kan kambing 12 bulan baru melahirkan."

Eyang putri dibawa ke kandang kambing oleh ayahnya.

Kandang kambing tersebut berupa rumah panggung tetapi lebih pendek.

Di bagian depannya terdapat tangga.

Cuitannya di Twitter Soal Gempa NTB Disebut Menyindir TGB, Mahfud MD: Justru Sebaliknya

Dijadwalkan Diperiksa Esok, M Romahurmuziy Kooperatif Penuhi Panggilan Penyidik KPK

"Eyang didawuhi (disuruh) eyang kakung duduk di situ. Setelah beberapa saat, eyang diajak pulang eyang kakung," katanya.

Entah apa sebabnya, satu hari kemudian eyang putri melahirkan.

"Alhamdulillah, kersaning Gusti Allah (kerena kehendak Allah), besoknya ibumu lahir, sudah agak besar, tidak seperti bayi baru lahir. Minum susune akeh banget," cerita eyang putri kepada Tutut.

Tutut Soeharto merasa kisah hidup ibunya begitu unik.

Ia juga bangga atas perjuangan neneknya yang sabar menanti kelahiran hingga 12 bulan.

Soeharto dan Tien

Pergunjingan soal sisi mistis Soeharto mendadak mencuat seusai sang istri, Siti Hartinah atau Ibu Tien meninggal dunia.

Sempat juga muncul rumor di kalangan masyarakat. Satu hari sebelum Ibu Tien meninggal, ada yang melihat seberkas cahaya hijau berbentuk ular naga melesat terbang dari Keraton Mangkunegaran Solo.

Tak masuk akal memang, menghubungkan hal itu dengan karier seorang presiden. Namun, langkah politik Soeharto, setelah kepergian istrinya, sungguh di luar kendali.

Cara melibas lawan politiknya terkesan vulgar dan transparan. Padahal, sebelumnya, Soeharto dikenal pandai mengendalikan diri. Senyumnya menyembunyikan isi hatinya.

Suatu hari di tahun 1990, saat nasib baik masih memihak Soeharto, presiden yang memimpin Indonesia selama 32 tahun itu berkunjung ke Bali.

Tujuannya tidak lain untuk memperingati ulang tahun pernikahannya dengan Ibu Tien.

Kisah itu dijelaskan seorang pemilik warung kecil Hj Baiq Hartini yang diminta memasak untuk Soeharto dan keluarga.

“Pada 1990, ada utusan dari Istana Tampaksiring meminta saya memasak untuk acara di Istana,” ujarnya.

Tentu saja Hj Hartini merasa tersanjung mendapat kepercayaan tersebut.

“Maklum, saya kan orang kampung, tukang warung pinggir jalan, kok bisa ketemu langsung dengan presiden,” ujarnya.

Kisah itu dijelaskan seorang pemilik warung kecil Hj Baiq Hartini yang diminta memasak untuk Soeharto dan keluarga.

“Pada 1990, ada utusan dari Istana Tampaksiring meminta saya memasak untuk acara di Istana,” ujarnya.

Sebelum Soeharto menyantap makanan, pemeriksaan ketat pun dilakukan.

Selain petugas keamanan, intel, petugas kesehatan meneliti bahan makanan, dan sesudah makanan matang ada tim dokter dan petugas lab mencicipi masakan tradisional Lombok yang digelar prasmanan itu.

Ia melihat, pada jamuan makan saat itu, piring Pak Harto hanya berisi tahu dan tempe, agaknya berpantang kangkung. Sedang Ibu Tien berpantang tauge.

Begitu juga saat makan malam, Hj Hartini diminta kembali menyiapkan makanan.

Ia dan para juru masak lain melihat Soeharto tampil sederhana hanya memakai kaus oblong putih dan sarung putih kotak-kotak cokelat, juga memakai selop Jawa.

Suatu sore hari, Soeharto pernah turun langsung mengurusi cucunya yang enggan beranjak dari kolam renang.

Sebelumnya cucu-cucu tersebut sudah diminta para ajudan untuk naik dari kolam. Namun hal itu tidak dipedulikan.

Muncul dari balik pintu, Soeharto memanggiL cucu-cucunya dan mengatakan hari akan hujan sambil menunjuk ke atas langit.

“Eh, tak ada semenit, hujan benar-benar turun. Kami para juru masak saling berpandangan, Pak Harto sakti kali ya! Kami saling berbisik,” ujar Hj Hartini. (Indan Kurnia)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved