NEM Anak Tinggi tapi Tak Diterima di SMP 5 dan 14 Bandung, Gugur oleh Sistem Zonasi, Euis Pun Marah

"Mun kieu terus teu kudu aya bimbel, teu kudu aya UN nanaonan ka mahal-mahal, geus weh nu penting mah diajar di sakola jeung lulus

Penulis: Cipta Permana | Editor: Ichsan
Tribunjabar/Cipta Permana
Euis Winarni (48) warga Maleber Barat, Kecamatan Andir, Kota Bandung dan sejumlah orang tua siswa lainnya meluapkan emosi kepada Pemerintah dan Disdik Kota Bandung terkait dugaan kecurangan dalam sistem zonasi PPDB 2018 di Kantor Disdik Kota Bandung, Jalan Ahmad Yani, Bandung, Selasa (10/7/2018) 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah orangtua calon peserta didik kembali meluapkan kekesalan dan emosinya di Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung, Selasa (10/7/2018). Mereka menuntut kejelasan dan keadilan dari pemerintah terkait nasib kelanjutan pendidikan anak-anaknya, yang mayoritas tidak diterima dalam berbagai jalur pendaftaran di sistem PPDB 2018.

Berdasarkan pantauan Tribun, suasana tegang dan penuh emosi sudah terasa dari raut wajah para orangtua siswa yang menunggu jawaban kepala dinas di dalam maupun halaman kantor Disdik Kota Bandung. Bahkan beberapa di antaranya tidak mampu membendung kekesalannya, sehingga meluapkan emosinya dengan teriakan dan caci maki kepada sang pemangku kebijakan pemerintah.

Salah satunya, Euis Winarni (48) warga Maleber Barat, Kecamatan Andir, Kota Bandung yang tidak henti histeris meluapkan emosinya, karena anaknya tidak diterima di SMPN 5 dan 14 Bandung melalui jalur akademik, meskipun menurutnya nilai anaknya cukup tinggi untuk masuk ke kedua sekolah tersebut.

Gagal Jadi Gubernur Jabar, Sudrajat Akan Daftar Jadi Caleg

"Banyak anak-anak yang memiliki nilai prestasi tinggi tapi tidak masuk ke sekolah negeri dikarenakan sistem zonasi yang menyesatkan, dan untuk memasukan ke sekolah swasta tapi ada embel-embel harus bayar, mana tanggung jawab pemerintah, yang katanya pendidikan itu harus merata untuk semua, mana ?! ," ujarnya dengan nada tinggi ditemui di Kantor Disdik Kota Bandung, Jalan Ahmad Yani Nomor 239, Bandung, Selasa (10/7/2018).


Menurutnya, pemerintah harus merevisi sistem zonasi tersebut, karena siswa yang memiliki nilai rendah pun tetap bisa masuk, karena kedekatan jarak rumah dan sekolah. Bila terus seperti ini, kata Euis tidak perlu lagi ada ujian nasional, termasuk meniadakan lembaga bimbingan belajar, karena prestasi siswa sama sekali tidak dihargai.

"Mun kieu terus teu kudu aya bimbel, teu kudu aya UN nanaonan ka mahal-mahal, geus weh nu penting mah diajar di sakola jeung lulus (kalau begini terus, engga perlu bimbel dan UN, untuk apa mahal-mahal bayar, udah aja belajar biasa di sekolah dan lulus)," ujar Euis.


Selain itu, ia pun mengaku kecewa dan heran terhadap sistem zonasi di penerimaan PPDB SMPN 5 Bandung, karena menurutnya dalam sistem online tersebut, yang menerima calon peserta didik, meskipun jarak antara rumah dan sekolah lima kilometer.

"Di sistem online zonasi menentukan jarak antara rumah dan sekolah maksimal dua kilometer, tapi ini ada anak yang jaraknya lima kilometer tiba-tiba dinyatakan diterima, ini jalur apa kalau bukan jalur uang," katanya.

Sementara itu, di Kantor Disdik Kota Bandung, selain di penuhi oleh para orangtua calon peserta didik, tapi juga sejumlah aparat kepolisian terus disiagakan juga mengantisipasi adanya aksi demo anarkis dari para orang tua siswa. 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved