Orangtua Khawatirkan Anak Tidak Diterima PPDB SMP Negeri Karena Rumah Jauh, Kemudian Malas Belajar
Mereka menilai, seharusnya nilai akademis menjadi persyaratan utama masuk sekolah negeri, sedangkan jarak seharus bukan menjadi prioritas.
Penulis: Theofilus Richard | Editor: Seli Andina Miranti
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Theofilus Richard
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Puluhan orangtua siswa yang berdemonstrasi di depan Gedung Sate, Senin (9/7/2018), mengeluhkan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Mereka menganggap sistem ini tidak adil untuk anak yang berprestasi tapi rumahnya jauh dari sekolah.
Semisal Sri (46), seorang tua siswa yang menceritakan kegagalan anaknya di PPDB dengan mata yang berkaca-kaca.
3 Catatan Manis di Balik Kemenangan Persib Bandung atas PSIS, Geser Persija hingga Topskorer https://t.co/U3PyTObYIp via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) July 8, 2018
"Anak saya tadinya mau ke SMPN 8, zonasinya jarak 1380 meter, tapi yang keterima yang jaraknya 500 m dengan nem kecil," ujarnya di sela aksi demonstrasi.
Ia juga mengatakan, kegagalan anaknya masuk sekolah negeri membuat sang anak merasa malas belajar.
Sang anak merasa sia-sia usahanya ikut les dan belajar untuk ujian nasional, karena seseorang yang nilainya lebih kecil bisa diterima karena rumahnya lebih dekat ke sekolah.
"Anak saya jadi ga mau belajar, dia berpikir buat apa belajar, yang keterima malah yang rumahnya dekat sekolah," ujarnya.
• Jelang H-1 Ditutupnya PPDB NHUN, Pendaftar di SMAN 1 Bandung Justru Makin Banyak
Hal senada juga diungkapkan Tosan (40).
Ia menilai, seharusnya nilai akademis menjadi persyaratan utama masuk sekolah negeri, sedangkan jarak seharus bukan menjadi prioritas.
"Zonasi diberlakukan, tapi NEM (nilai akademis) juga diberlakukan. Buat apa kami bayar les mahal?" ujarnya.
Akhirnya, Tosan yang semula ingin mendaftarkan anaknya ke SMPN 30, saat ini terpaksa mencari sekolah swasta untuk anaknya bersekolah.
Sedangkan Sumirah (36), sudah mengambil ancang-ancang mendaftar ke sekolah swasta, meskipun berat.
Menurut Sumirah, tantangan ke sekolah swasta adalah biaya yang cukup mahal.
"Kalau gratis mah, enggak apa-apa," ujarnya.
Ketiga orang tua siswa tersebut berkesimpulan bahwa sistem zonasi yang diberlakulan saat ini kurang adil.
Seharusnya, menurut mereka, sistem dibuat dengan hasil sama-sama menguntungkan.