LSF Dorong Produser Sudah Tentukan Sasaran Usia Penonton Sejak Awal Produksi Film

LSF mendorong produser sudah menentukan sasaran usia penonton sejak awal produksi film.

Tribunnews.com/ Alivio
SASARAN USIA - Foto dokumentasi Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Naswardi, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025). LSF mendorong produser sudah menentukan sasaran usia penonton sejak awal produksi film. 

TRIBUNJABAR.ID - Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia, Naswardi, mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi dunia perfilman nasional, mulai dari keterbatasan layar bioskop hingga rendahnya kesadaran masyarakat terhadap klasifikasi usia tontonan.

Dalam pemaparannya, Naswardi menjelaskan film yang masuk ke Lembaga Sensor Film sudah dalam bentuk final dan siap tayang. LSF sendiri menerbitkan Surat Tanda Lulus Sensor (STLS) sebagai salah satu syarat wajib agar film bisa mendapatkan jadwal penayangan di bioskop.

“Tahun lalu kami menerbitkan STLS untuk 285 judul film nasional. Tapi yang benar-benar tayang di layar lebar hanya 107 judul,” kata Naswardi, Jumat (11/8/2025).

Kondisi ini, menurutnya, terjadi karena keterbatasan jumlah layar bioskop di Indonesia yang baru mencapai sekitar 2.600 layar, jauh di bawah kebutuhan ideal yang diperkirakan mencapai 10.000 layar.

“Ini menjadi kendala tersendiri bagi para produser film yang sudah memproduksi, tapi tidak kebagian jadwal tayang,” ujarnya.

Baca juga: Adam Alis Bongkar Rahasia Gol Detik Akhir ke Gawang Selangor FC, Instruksi Khusus Berbuah Rezeki

Menurut Naswardi, LSF terus mendorong penerapan budaya sensor mandiri sejak tahap perencanaan film. Produser diharapkan sudah menentukan sasaran usia penonton sejak awal, apakah untuk semua umur (SU), 13 tahun, 17 tahun, atau 21 tahun.

“Ini kami dorong lewat literasi hukum perfilman dan penyensoran. Sampai saat ini sudah ada 140 rumah produksi yang rutin mengikuti sosialisasi dan mendaftarkan filmnya ke LSF,” ujar Naswardi.

Meski begitu, kesadaran masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah besar. Berdasarkan survei nasional LSF tahun 2023, baru 46 persen masyarakat Indonesia yang memperhatikan atau mematuhi klasifikasi usia dalam menonton film.

“Ini yang sedang kami kejar. Kami menggandeng akademisi, komunitas, dan anak-anak muda untuk menjadi sahabat sensor mandiri, mengajak masyarakat menonton sesuai usia,” jelasnya.

Naswardi menegaskan bahwa budaya sensor mandiri merupakan bagian inti dari kerja LSF selain kegiatan penyensoran rutin.

Menurutnya, LSF ingin agar masyarakat tidak sekadar menonton film, tapi juga memahami nilai, konteks, dan batas usia yang sesuai. Itulah inti dari sensor mandiri.

Anugerah LSF

Tahun ini, ajang apresiasi bagi insan perfilman dan pertelevisian nasional dalam Anugerah Lembaga Sensor Film (LSF) 2025 pun mengusung tema “Memajukan Budaya, Menonton Sesuai Usia”.

Direktur Programming SCM, Harsiwi Achmad, menuturkan bahwa tantangan utama dalam penyelenggaraan acara ini adalah mengemas idealisme LSF agar tetap menarik untuk penonton luas.

“Kalau orang lihat malam Anugerah LSF, aduh serius banget nih. Sementara tujuannya adalah memajukan budaya menonton sesuai usia. Artinya bagaimana message yang disampaikan itu harus sampai ke pemirsa seluas-luasnya, bukan hanya untuk kalangan decision maker tapi juga masyarakat luas,” ujar Harsiwi

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved