Infografis
Daftar Provinsi dengan Tingkat Kemiskinan Tertinggi di Indonesia Versi BPS, Jawa Barat Aman?
Berikut ini adalah daftar provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia lengkap, termasuk provinsi Jawa Barat berikut respons Dedi Mulyadi
Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Hilda Rubiah
TRIBUNJABAR.ID - Berikut ini adalah daftar provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis daftar provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia, baru-baru inil.
Berdasarkan laporan BPS, dikutip Tribunjabar.id, Rabu (1/10/2025) persentase penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 8,47 persen.
Jumlah tersebut turun 0,10 persen poin dibanding September 2024 dan turun 0,56 persen poin daripada Maret 2024.
Sementara itu, jumlah penduduk miskin pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang atau turun 0,20 juta orang dibandingkan dengan September 2024 dan lebih rendah 1,37 juta orang daripada Maret 2024.
Baca juga: Kisah Haikal dan Haezar, Kakak-Adik di Parung Bogor yang Viral Gantian Seragam, Hanya Punya Satu
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menjelaskan garis kemiskinan tersebu dihitung berdasarkan pengeluaran kebutuhan dasar rumah tangga.
“Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran kebutuhan dasar rumah tangga, baik makanan maupun non-makanan”, ungkap Ateng, dikutip dari laman resmi BPS.
Adapun rumah tangga miskin dengan pengeluarannya di bawah Rp2.875.235 per bulan dikategorikan sebagai rata-rata 4,72 anggota rumah tangga miskin.
Ateng menegaskan bahwa garis kemiskinan yang dirilis merupakan angka rata-rata nasional, dan setiap daerah memiliki garis kemiskinan yang berbeda, dipengaruhi oleh harga dan pola konsumsi masyarakat setempat.
Berdasarkan laporan BPS terbaru pada Maret 2025, terdapat 18 provinsi dengan tingkat kemiskinan di bawah angka kemiskinan nasional.
Sementara 20 provinsi memiliki tingkat kemiskinan di atas angka nasional.
Tingkat kemiskinan tertinggi tercatat di Papua Pegunungan, sebesar 30,03 persen.
Sedangkan tingkat kemiskinan terendah terdapat di Bali, yaitu sebesar 3,72 persen.
Lalu, bagaimana dengan provinsi Jawa Barat dan provinsi lainnya seperti Pulau Jawa?
Mengingat penduduk di Jawa Barat merupakan episentrum dengan penduduk terbanyak.
Berikut ini Tribunjabar.id himpun daftar provinsi dengan kemiskinan tertinggi di Indonesia, termasuk provinsi Jawa Barat.
1. Bali - 3,72 persen
2. Kalimantan Selatan (Kalsel) - 3,84 persen
3. DKI Jakarta - 4,28 persen
4. Kepulauan Riau (Kepri) - 4,44 %
5. Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel) - 5 %
6. Kalimantan Timur (Kaltim) - 5,17 %
7. Kalimantan Tengah (Kalteng) - 5,19 %
8. Sumatera Barat (Sumbar) - 5,35 %
9. Kalimantan Utara (Kaltara) - 5,54 %
10. Banten - 5,63 %
11. Maluku Utara (Malut) - 5,81 %
12. Kalimantan Barat (Kalbar) - 6,16 %
13. Riau - 6,16 %
14. Sulawesi Utara (Sulut) - 6,71 %
15. Jawa Barat (Jabar) - 7,02 %
16. Jambi - 7,19 %
17. Sumatera Utara (Sumut) - 7,36 %
18. Sulawesi Selatan (Sulsel) - 7,6 %
19. Jawa Tengah (Jateng) - 9,48 %
20. Jawa Timur (Jatim) - 9,5 %
21. Lampung - 10 %
22. Sumatera Selatan (Sumsel) - 10,15 %
23. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) - 10,23 %
24. Sulawesi Barat (Sulbar) - 10,41 %
25. Sulawesi Tenggara (Sultra) - 10,54 %
26. Sulawesi Tengah (Sulteng) - 10,92 %
27. Nusa Tenggara Barat (NTB) - 11,78 %
28. Bengkulu - 12,08 %
29. Aceh - 12,33 %
30. Gorontalo - 13,24 %
31. Maluku - 15,38 %
32. Papua Barat Daya (PBD) - 17,95 %
33. Nusa Tenggara Timur (NTT) - 18,6 %
34. Papua - 19,16 %
35. Papua Selatan (Papsel) - 19,71 %
36. Papua Barat (Papbar) - 20,66 %
37. Papua Tengah (Papteng) - 28,9 %
38. Papua Pegunungan (Papeg) - 30,03 %
Demikian berdasarkan laporan BPS tersebut, Jawa Barat menempati posisi ke 15 dengan tingkat kemiskinan 7.02 persen.
Baca juga: Purwakarta Usung Program Satu Desa Satu Sarjana Lawan Kemiskinan, Sekda Jabar Terkejut karena Ini
Dari laporan provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi tersebut, BPS juga merilis angka kemiskinan ekstrem bersamaan dengan angka kemiskinan nasional sebagai bentuk komitmen BPS untuk memenuhi amanat Inpres Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Adapun kemiskinan ekstrem Indonesia pada Maret 2025 tercatat sebesar 0,85 persen atau 2,38 juta orang.
Menurut BPS, kondisi ini lebih baik dibanding Maret 2024, di mana kemiskinan ekstrem tercatat 1,26 persen atau sekitar 3,56 juta orang.
Selain itu, BPS juga mencatat tingkat ketimpangan Indonesia juga mengalami penurunan.
Pada Maret 2025, terdapat 31 provinsi dengan tingkat ketimpangan di bawah angka nasional, sementara 7 provinsi memiliki tingkat ketimpangan di atas angka nasional.
BPS mencatat Tingkat ketimpangan tertinggi tercatat di DKI Jakarta, sebesar 0,441, sedangkan tingkat ketimpangan terendah terjadi di Kepulauan Bangka Belitung, dengan angka 0,222.
Kata Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi Soal Kemiskinan di Jawa Barat
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memiliki pandangan sendiri soal kemiskinan di Jawa Barat.
Menurut mantan Bupati Purwakarta itu, kemiskinan tercermin bukan semata dari penghasilan yang minim, melainkan dari kondisi keluarga miskin yang tak mampu memiliki rumah layak.
Menurutnya, dua ciri utama yang ia temukan di lapangan adalah banyaknya anak dalam satu keluarga serta ketiadaan rumah yang layak huni.
“Saya ini tukang keliling. Kalau bicara kemiskinan, yang saya temukan pertama anaknya banyak, kedua tidak punya rumah,” kata Dedi di Gedung Sabuga ITB, Kota Bandung, Kamis (18/9/2025).
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat per Maret 2025 mencapai 3,65 juta orang atau 7,02 persen dari total penduduk.
Meski turun tipis 0,06 persen dibanding September 2024, kualitas kemiskinan justru memburuk.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) naik dari 1,05 menjadi 1,17, sementara Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) naik dari 0,24 menjadi 0,29.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat backlog perumahan di Indonesia turun menjadi 9,6 juta rumah tangga, dari sebelumnya 9,9 juta rumah tangga pada 2024. Khusus di Jawa Barat, masih terdapat sekitar 2,1 juta rumah tangga yang belum memiliki rumah layak huni.
Dedi menuturkan, di sejumlah rumah petak yang sempit, ada keluarga dengan belasan hingga puluhan anak tinggal berdesakan.
“Ada orang tinggal di rumah petak anaknya 16, ada yang 11, bahkan ada 24. Anehnya, orang yang punya uang itu malah susah punya anak. Tapi orang miskin mudah sekali punya anak,” ucapnya.
Menurut Dedi, perbedaan ini mencerminkan ketimpangan pola hidup. Anak orang kaya kerap sulit makan hingga harus dipaksa, sementara anak orang miskin selalu lapar.
“Hawa orang kaya kenyang terus, hawa orang miskin lapar terus. Itu yang saya lihat,” tambahnya.
Dedi menilai, cara negara mengatasi kemiskinan bukan sekadar meningkatkan pendapatan rakyat, melainkan mengurangi pengeluaran mereka.
Pandangan itu ia sandarkan pada pengalaman pribadinya sebagai anak desa dari keluarga sederhana dengan sembilan bersaudara, yang tetap bisa sekolah hingga sarjana karena ibunya pandai mengatur belanja rumah tangga.
“Dulu yang penting ada beras dan garam, hidup sudah tenang. Sekarang, tidak punya kuota internet saja orang tidak tenang. Tidak bisa jalan-jalan juga tidak tenang. Ini problem baru,” katanya.
Dedi menyoroti perilaku kelas menengah bawah yang cenderung ingin meniru gaya hidup di atasnya, meski kemampuan ekonominya terbatas.
Akibatnya, mereka memilih berutang untuk memenuhi gaya hidup.
“Pejabat jangan ikut memamerkan hidup mewah di media sosial. Misalnya posting belanja di Singapura atau makan di restoran mahal. Walaupun pakai uang sendiri, itu menimbulkan obsesi dan jadi contoh buruk,” ucap Dedi.
Menurutnya, akses pendidikan menjadi kunci utama untuk memutus rantai kemiskinan.
Karena itu, lanjut dia, sejak awal memimpin, ia memfokuskan pembangunan infrastruktur sekolah dari SD hingga SMK.
Namun, Dedi juga menilai pentingnya menekan biaya tidak langsung pendidikan.
“Yang mahal itu bukan SPP, tapi jajan, model, outing class, dan studi tour,” katanya.
Ia bahkan melarang sekolah-sekolah di Jabar menggelar studi tour demi meringankan beban orang tua.
Dedi mengatakan, salah satu hal yang harus ditanamkan tradisi menabung sejak dini.
Dengan begitu, anak-anak mempunyai kebiasaan untuk menyisihkan sebagian uang jajannya.
“Semiskin-miskinnya anak Jawa Barat, jajannya masih Rp5.000 sampai Rp10.000 per hari. Separuhnya bisa dipakai untuk investasi,” kata Dedi.
Selain itu, Dedi Mulyadi menyoroti gaya hidup soal masak memasak di rumah.
Dedi menilai, gaya hidup dan tradisi memasak di rumah harus dihidupkan kembali karena menjadi kunci kesejahteraan keluarga miskin.
Ia bahkan menyebut, tradisi ini berkaitan erat dengan layanan dasar lain seperti pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
“Kalau keluarga memasak di rumah, pengeluaran bisa ditekan. Dari situ kesejahteraan terbentuk," ucap Dedi Mulyadi.
(Tribunjabar.id/Hilda Rubiah/Nappisah)
tingkat kemiskinan tertinggi
provinsi
BPS
Jawa Barat
kemiskinan di Jawa Barat
Dedi Mulyadi
Gubernur Jawa Barat
Infografis
multiangle
Miris! Dua Kakek Kembar 64 Tahun Cabuli Perempuan Disabilitas Bergiliran di Bekasi, Terekam Kamera |
![]() |
---|
Kalender Oktober 2025 PDF, Cek Daftar Hari Nasional dan Internasional, Lengkap Penanggalan Hijriah |
![]() |
---|
Liput Dapur MBG di Jakarta Timur, Wartawan Dianiaya Petugas SPPG dan Sempat Cekcok, Begini Dalihnya |
![]() |
---|
Kapten Persib Bandung Comeback, Bek Kiri Indonesia Akan Diturunkan Bangkok United Lawan Persib |
![]() |
---|
40 Quotes atau Kata-kata Ucapan Hari Kesaktian Pancasila 2025 Penuh Makna, Bagikan di IG dan FB |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.