Sekwan Kota Bandung Pastikan Gaji dan Tunjangan DPRD Dipertanggungjawabkan Sesuai Aturan

Sekretaris DPRD Kota Bandung, Yasa Hanafiah, angkat bicara terkait gaji dan tunjangan para pimpinan dan anggota DPRD.

Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Giri
Dok
GAJI DAN TUNJANGAN - DPRD Kota Bandung saat rapat paripurna. Sekretaris DPRD Kota Bandung, Yasa Hanafiah, angkat bicara terkait gaji dan tunjangan para pimpinan dan anggota DPRD yang saat ini tengah mendapat perhatian masyarakat. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sekretaris DPRD Kota Bandung, Yasa Hanafiah, angkat bicara terkait gaji dan tunjangan para pimpinan dan anggota DPRD yang saat ini tengah mendapat perhatian masyarakat.

Yasa mengatakan, semua komponen penghasilan yang diterima anggota dewan, termasuk tunjangan perumahan, bukanlah tambahan semata. Hal itu bentuk pemenuhan hak normatif yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

"Pemerintah Daerah Kota Bandung hanya melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan. Jadi, bukan kebijakan yang muncul begitu saja, melainkan ketentuan normatif yang berlaku secara nasional," ujar Yasa, Kamis (11/9/2025).

Dia mengatakan, untuk kebijakan pemberian tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Kota Bandung didasarkan pada Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang Hak Keuangan dan Administratif Pimpinan dan Anggota DPRD.

Aturan tersebut kemudian diturunkan dalam Pasal 15 ayat (1) Perda Kota Bandung Nomor 6 Tahun 2017 dan dijabarkan secara teknis melalui Peraturan Wali Kota (Perwal) Nomor 5 Tahun 2023.

Kata dia, tunjangan perumahan itu diberikan khusus bagi anggota DPRD yang tidak difasilitasi rumah dinas. Besarannya, ditetapkan dengan memperhatikan asas kewajaran, kepatutan, serta kemampuan keuangan daerah.

Baca juga: Anggota DPRD Sukabumi Minta Ganti jika Tunjangan Perumahan dan Tunjangan Transport Dicabut

"Tunjangan ini bukan bentuk tambahan penghasilan semata. Pada dasarnya, anggota DPRD berhak atas rumah dinas. Karena fasilitas itu tidak tersedia, maka diberikan tunjangan perumahan sesuai standar yang berlaku," katanya.

Yasa mengatakan, besaran tunjangan maupun komponen penghasilan lain yang diterima dewan tidak ditentukan secara sepihak. Seluruhnya sudah melalui mekanisme hukum, mulai dari PP, Perda, hingga Perwal yang disusun berdasarkan asas keterbukaan dan akuntabilitas.

"Setiap rupiah yang diterima oleh pimpinan maupun anggota DPRD dipertanggungjawabkan sesuai aturan. Jadi ini bukan soal besar atau kecilnya angka, tapi soal hak normatif dan tata kelola keuangan negara yang harus dipenuhi," ucap Yasa.

Selain memiliki hak normatif terkait penghasilan dan fasilitas, anggota DPRD Kota Bandung juga dibebani kewajiban yang diatur dalam perundang-undangan. Kewajiban ini menjadi bentuk keseimbangan antara hak yang diterima dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat.

Sejauh ini, kerja-kerja lapangan anggota DPRD dinilai jauh melampaui agenda reses resmi. Setiap anggota dewan dituntut untuk memperjuangkan aspirasi ribuan konstituennya di daerah pemilihan masing-masing.

Artinya, beban kerja nyata yang dijalankan lebih besar dibandingkan gambaran formal yang sering terlihat di publik. Selain itu, penting diketahui bahwa seluruh penghasilan anggota DPRD dipotong pajak penghasilan (PPh 21).

"Di sisi lain, pemerintah daerah bersama DPRD juga terus melakukan efisiensi, termasuk dalam hal perjalanan dinas, agar tata kelola anggaran berjalan transparan dan sesuai asas kepatutan," katanya.

Dengan demikian, hak yang diterima anggota DPRD melalui berbagai tunjangan sejatinya diiringi kewajiban yang berat, mekanisme pertanggungjawaban yang ketat, serta kontribusi nyata dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat. 

Edwin blak-blakan

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, Edwin Senjaya, blak-blakan mengenai gaji dan tunjangan yang diterimanya setiap bulan.

Berdasarkan perda dan perwal itu, Edwin mendapat uang representasi atau gaji Rp 1.680.000, tunjangan keluarga Rp 235.200, tunjangan beras Rp 289.680, uang paket Rp 168.000, tunjangan jabatan Rp 2.436.000, dan tunjangan badan musyawarah Rp 152.250.

Kemudian, tunjangan badan anggaran Rp 152.250, tunjangan perumahan Rp 56.000.000, tunjangan komunikasi intensif Rp 14.700.000, dan tunjangan transportasi Rp 15.500.000. Total penghasilan kotor dari gaji dan tunjangan Rp 91.313.380.

Baca juga: Tunjangan Perumahan hingga Transportasi Sampai Rp 67 Juta Sebulan, DPRD Cimahi Bakal Evaluasi

Dari jumlah total tersebut, ada berbagai potongan, yakni PPh Pasal 21 Rp 19.826.000, Fraksi Golkar Rp 6.000.000, potongan BPR Rp 22.208.334, dan potongan BPJS Rp 43.521. Jumlah potongan mencapai Rp 48.077.846. Sehingga penerimaan bersih menjadi Rp 43.235.534.

Edwin mengatakan, terkait gaji dan tunjangan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017 terkait hak keuangan dan administratif yang dijabarkan dalam Perda Nomor 6 Tahun 2017, dan teknisnya pada Perwal Nomor 22 Tahun 2024.

"Sehingga apa yang kami terima itu memang sudah diatur dalam peraturan tersebut. Yang pertama, tentu disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah, dan yang kedua memenuhi asas kepatutan dan kewajaran," ujar Edwin saat ditemui di Kantor DPRD Kota Bandung, Rabu (10/9/2025).

Terkait total besaran tunjangan dan gaji yang diterima hingga tembus hingga Rp 91 juta, pihaknya memastikan jumlah tersebut merupakan penghasilan kotor karena ada potongan pajak yang cukup besar.

"Kita ini sekarang kan kena pajak PPh pasal 21, itu kurang lebih sekitar Rp 20 jutaan. Bahkan mungkin nanti kononnya akan ada pajak progresif lagi di akhir tahun yang otomatis itu akan mengurangi pendapatan total dari anggota DPRD itu sendiri," kata Edwin.

Tak hanya itu, kata dia, pihaknya juga harus mengeluarkan untuk iuran partai atau iuran fraksi. Sehingga take home pay yang diterima sebagai Ketua DPRD Kota Bandung sekitar Rp 40 jutaan per bulan.

"Dan perlu saya jelaskan kembali supaya teman-teman memahami dan mudah-mudahan juga masyarakat bisa memahami, kebanyakan dari apa yang kami dapatkan ini, take home pay yang Rp 40 jutaan ini, itu kembali juga kepada warga," ucapnya.

Baca juga: Respons DPRD Jabar soal Tunjangan Rumah Rp62-71 Juta, Sebut Siap Evaluasi Jika Menyakiti hati

Kata Edwin, pihaknya menerima banyak permohonan bantuan dari masyarakat setiap bulan dan itu masuk sebagai aspirasi.

"Aspirasi yang disampaikan kepada kami, harus kami penuhi dan sebetulnya itu tidak ada anggarannya selain dari kantong pribadi anggota DPRD itu sendiri. Lalu di luar itu juga ada tunjangan reses ya," ujar Edwin.

Dia mengatakan, untuk tunjangan reses tiga kali dalam satu tahun, pihaknya mendapatkan Rp 12 juta. Namun, pada akhirnya uang tersebut kembali lagi kepada masyarakat karena dalam kegiatan reses itu sebetulnya tidak ada item untuk uang transportasi masyarakat.

"Kita menyiapkan uang transportasi karena kalau enggak ada uang transportasi juga biasanya sulit untuk mengundang masyarakat itu hadir, dan kita bisa maklumi itu. Kemarin kami baru reses, di satu tempat yang hadir berdasarkan absensi 178 orang, kalikan Rp 50 ribu per orang, berapa yang harus kami keluarkan?" katanya.

Dia mengatakan, dalam reses itu bisa mengeluarkan uang untuk transportasi sekitar Rp 40 jutaan, sedangkan tunjangan resesnya hanya Rp 12 juta. Dalam reses tentu harus memenuhi permintaan dari masyarakat.

"Ada yang minta bantuan seragam, seragam untuk PKK, untuk posyandu. Lalu kemudian mereka juga meminta bantuan, misalnya untuk peralatan-peralatan seni, peralatan olahraga. Jadi, intinya, apa yang kami dapatkan itu mayoritas sebetulnya kembali kepada warga masyarakat," ujar Edwin. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved