TRIBUNJABAR.ID, NAGEKEO - Kasus tewasnya Prada Lucky Chepril Saputra Namo, seorang prajurit TNI yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi sorotan.
Ia meninggal dunia pada Rabu (6/8/2025) setelah dirawat selama empat hari di RSUD Aeramo, Nagekeo.
Kematian Prada Lucky diduga akibat penganiayaan yang dilakukan oleh para seniornya.
Keluarga korban menemukan luka lebam, sayatan, dan memar di sekujur tubuhnya, yang memicu tuntutan keadilan dari ayah korban, yang juga merupakan anggota TNI aktif.
Hingga saat ini, pihak kepolisian militer telah memeriksa sekitar 20 orang prajurit TNI terkait kasus ini. Empat orang di antaranya telah diamankan dan ditahan untuk penyelidikan lebih lanjut.
Kasus ini telah menarik perhatian publik dan desakan dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan pimpinan MPR, agar diusut secara transparan dan tuntas.
Baca juga: Nyawa Dibayar Nyawa Amarah Ayah Prada Lucky setelah Tahu Anaknya Tewas Disiksa Senior
Nurul Arifin: Wajib Sanksi
Anggota Komisi I DPR RI, Nurul Arifin, menyesalkan kasus dugaan penganiayaan di lingkungan TNI yang menewaskan Lucky Chepril Saputra Namo.
Nurul berharap peradilan militer benar-benar menegakkan hukum dalam kasus ini.
"Kita harus menghormati marwah TNI. Yang melakukan tindak kekerasan yang tidak perlu, wajib dikenakan sanksi," kata Nurul kepada wartawan, Sabtu (9/8/2025).
Politisi Golkar itu mengatakan bahwa melahirkan satu orang prajurit itu tidak mudah.
"Karena itulah, jangan sesama korps saling menghabisi. Bayangkan juga rasa duka mendalam bagi orang tuanya," kata dia.
Nurul mengatakan jika mengikuti mekanisme hukum internal, maka tahapannya adalah proses hukum di peradilan militer, hingga sanksi instansi.
"Selain hukuman penjara dari pengadilan militer, pelaku bisa dijatuhi sanksi administrasi seperti pemecatan dari dinas TNI. Pidana oleh peradilan militer berjalan bersama atau setelah sanksi internal," tandas Nurul.
Baru 2 Bulan jadi TNI