Kasus Kepsek SMAN 7 Cirebon Selewengkan Dana PIP Rp 0,46 M, Modusnya Sistematis dan Rapi

Penulis: Eki Yulianto
Editor: Ravianto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TERSANGKA KORUPSI - RN, satu dari empat tersangka kasus penyelewengan dana PIP SMAN 7 Cirebon saat dihadirkan di Kejari Kota Cirebon, Selasa (22/7/2025) malam. RN satu-satunya tersangka dari pihak eksternal sekolah. Dari total anggaran PIP sebesar Rp 955,8 juta untuk sekitar 500 siswa, hampir separuhnya atau sekitar Rp 467,9 juta diselewengkan. 

TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Skandal pemotongan dana bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Cirebon, Jawa Barat mengguncang dunia pendidikan Kota Udang.

Tiga pegawai sekolah termasuk kepala sekolah, resmi dinonaktifkan dari tugas mereka oleh Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah X Provinsi Jawa Barat setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kota Cirebon.

Dana PIP adalah kependekan dari Program Indonesia Pintar.

Ini adalah bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik dan mahasiswa yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin.

Tujuannya adalah untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga tidak mampu agar tetap mendapatkan layanan pendidikan hingga tamat pendidikan menengah.

Akibat korupsi dana PIP itu, tiga orang menjadi tersangka termasuk kepala sekolah SMAN 7 Cirebon

Baca juga: Alasan Hanifah Siswi SMAN 7 Cirebon Membongkar Dugaan Pemotongan Dana PIP di Sekolahnya

“Kami sudah menerima informasi resmi terkait status hukum yang bersangkutan dan saat ini yang bersangkutan sudah dalam posisi nonaktif,” ujar Kasubag KCD Pendidikan Wilayah X Jabar, Abdul Fatah saat kembali dikonfirmasi, Kamis (24/7/2025). 

Fatah menjelaskan, tiga pegawai SMAN 7 Cirebon yang dimaksud adalah T selaku wakil kepala sekolah, RI sebagai guru sekaligus staf kesiswaan, dan I yang menjabat sebagai kepala sekolah.

Analis Kebijakan Ahli Muda KCD Pendidikan Wilayah X, Abdul Fatah. (Tribuncirebon.com/Eki Yulianto)

Ketiganya untuk sementara tidak menjalankan tugas-tugas praktis di sekolah.

“Nonaktif di sini artinya tidak lagi aktif melaksanakan tugas, walaupun secara administratif masih memiliki hak dan kewajiban kepegawaian,” ucapnya. 

Langkah ini, lanjut Fatah, dilakukan demi menjaga kelancaran proses belajar mengajar dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

Untuk sementara, pihak sekolah telah menunjuk pegawai lain untuk mengisi kekosongan tugas-tugas harian. 

Namun, belum ada penunjukan pelaksana tugas (Plt) secara resmi dari Dinas Pendidikan Provinsi Jabar.

“Jika nanti sudah ada arahan dari dinas provinsi, tentu kami akan segera menunjuk pelaksana tugas agar posisi tersebut bisa diisi secara formal,” jelas dia.

Kejari Kota Cirebon sebelumnya telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus ini.

Selain tiga orang dari internal sekolah, satu tersangka lain berasal dari pihak eksternal bernama RN.

Modus yang dilakukan para tersangka tergolong sistematis.

Dari total anggaran PIP sebesar Rp 955,8 juta untuk sekitar 500 siswa, hampir separuhnya atau sekitar Rp 467,9 juta diselewengkan. 

Dana yang semestinya menjadi hak siswa kurang mampu justru dipangkas rata-rata sebesar Rp 200 ribu per siswa.

“Pemotongan dilakukan langsung, lalu hasilnya ditransfer RN ke R."

"Dari situ, RN memperoleh keuntungan sekitar Rp 52 juta, sementara pihak sekolah menerima sekitar Rp 48 juta lalu dibagi-bagikan,” kata Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kota Cirebon, Feri, saat konferensi pers pada Selasa (22/7/2025) malam.

Menurut Feri, sebagian dana hasil pemotongan bahkan digunakan untuk kegiatan lain di lingkungan sekolah tanpa seizin para siswa penerima manfaat.

Beruntung, Kejari berhasil menyita dana sebesar Rp 368 juta lebih dari pihak sekolah.

Penyidik Kejari, Gema, menegaskan, bahwa para tersangka dikenakan pasal-pasal pidana korupsi.

“Pasal sementara yang disangkakan adalah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor, dengan ancaman minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara."

"Tapi penyidikan masih berlangsung, bisa berkembang,” ujar Gema.

Dalam konferensi pers tersebut, hanya RN yang dihadirkan ke publik dengan mengenakan rompi tahanan merah. 

Tiga tersangka dari pihak sekolah tidak ditampilkan, namun proses hukum terhadap mereka dipastikan tetap berjalan.

Abdul Fatah menambahkan, kasus ini merupakan satu-satunya yang ditemukan di wilayah kerjanya setelah dilakukan pemantauan ke sekolah lain.

"Kami sudah melakukan pemantauan ke sekolah-sekolah lain, terutama yang menerima dana PIP dalam jumlah besar."

"Sampai saat ini hanya SMAN 7 Cirebon yang terindikasi,” ucap Abdul.

Ia menegaskan, fungsi KCD bukan sebagai pelaksana teknis penyaluran, melainkan pengawas agar program PIP tepat sasaran.

“Kami tidak masuk ke ranah teknis penyaluran. Peran kami hanya mendampingi dan melakukan pengawasan,” jelas dia.

Kasus ini menjadi pukulan telak bagi dunia pendidikan, ketika bantuan untuk siswa miskin malah dijadikan ajang memperkaya diri oleh oknum pendidik yang seharusnya menjadi teladan.(*)

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

Berita Terkini