Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG – Surabi atau serabi merupakan makanan tradisional khas Jawa Barat yang telah bertahan melewati berbagai tren kuliner kekinian.
Terbuat dari tepung beras dan kelapa, surabi biasanya dimasak menggunakan arang dan dinikmati saat sarapan untuk menghangatkan tubuh, terutama di cuaca dingin.
Di tengah gempuran makanan modern yang tampil estetik, surabi tetap memiliki tempat di hati banyak orang. Wisatawan dan keluarga yang ingin bernostalgia dengan cita rasa masa kecil, tetap menjadikan surabi sebagai pilihan.
Salah satu surabi legendaris yang masih eksis hingga kini adalah Surabi Cihapit, yang sudah hadir sejak tahun 1993.
Baca juga: Icip-icip Surabi Fla Kurma di Surabi Gapura Sadang Purwakarta, Kuliner Istimewa untuk Buka Puasa
Terletak di Jalan Cihapit, Bandung, surabi ini telah memiliki dua cabang yang berjarak sekitar 200 meter satu sama lain.
Pegawai Surabi Cihapit, Isya, menjelaskan bahwa lokasi pertama hanya berjualan pagi hari di tenda, sedangkan lokasi kedua lebih nyaman untuk dine-in.
“Kalau yang di tenda buka hanya pagi saja jam 07.00–11.00 WIB, kalau di sini buka pukul 09.00–21.00 WIB. Tempatnya agak luas, pengunjung bisa makan di tempat sambil menunggu pesanan surabi matang,” kata Isya saat ditemui, Selasa (13/5/2025).
Cabang kedua ini dibuka sejak Januari 2022. Selain surabi, pengunjung juga bisa menikmati kopi, susu, dan teh sebagai pelengkap.
Meski tempatnya sederhana, Surabi Cihapit tetap ramai pengunjung.
Adonan surabi pun dibuat langsung oleh Isya dan rekannya, yang harus sigap memasak saat stok mulai menipis.
“Adonan surabinya di sini bikin sendiri, mulai dari tepung beras, kelapa, dan oncom sehingga surabinya lebih mengembang dan tahan lama,” kata Isya.
Dengan pesanan yang terus mengalir, pelanggan pun harus bersabar.
“Surabi selalu dibuat secara dadakan, proses pemanggangannya pun memakan waktu sekitar 5 menit, jadi pembeli harus sabar kalau antrean penuh,” ujar Isya.
Meski tidak lagi dimasak menggunakan arang, Surabi Cihapit tetap mempertahankan cita rasa otentiknya. Teksturnya renyah di luar, namun tetap lembut di dalam, menjadi alasan banyak pelanggan kembali.
Surabi Cihapit tersedia berbagai pilihan rasa, dari yang klasik hingga kekinian: polos, kinca, oncom, oncom spesial, telur, telur spesial, durian, cokelat, keju, pisang, kismis, abon, ayam, teriyaki, ayam rica, hingga sosis.
“Pengunjung paling banyak pesan coklat keju, telur oncom, manis kinca, dan oncom. Kalau hari biasa kami bisa menjual 300 surabi, sedangkan weekend bisa menjual lebih dari 500 surabi,” kata Isya.
Baca juga: Aromanya Menggoda, Nikmatnya Surabi Durian Bi Juhe, Jajanan Pasar dari Palabuhanratu Sukabumi
Kisah di balik surabi legendaris ini turut ditampilkan dalam sebuah banner di lokasi. Usaha ini dirintis oleh almarhumah Aminah Muslim.
Ceritanya bermula dari “Abang” Ibrahim, perantau asal Medan yang datang ke Bandung sekitar tahun 1980-an untuk mengadu nasib. Saat itu, ia sempat menjajakan berbagai barang di kawasan Alun-Alun Bandung.
Namun, keberuntungan belum berpihak hingga ia bertemu dengan perempuan yang kini menjadi istrinya.
Dalam kondisi ekonomi yang sulit, sang istri mulai membuat dan menjual surabi yang dimasak menggunakan kayu bakar langsung di atas lantai.
Sekitar tahun 1990, usaha mereka mulai membuahkan hasil. Setelah 27 tahun berjualan, mereka akhirnya pindah ke lokasi yang kini dikenal sebagai Surabi Cihapit, tepat di samping toko Djitu.
Awalnya, tempat itu hanyalah toko kelontong kecil yang kini berkembang menjadi warung surabi legendaris.
Harga yang ditawarkan pun terjangkau, mulai dari Rp 6.000 hingga Rp 15.000 per buah, menjadikan Surabi Cihapit bukan hanya makanan nostalgia, tapi juga kuliner rakyat yang bisa dinikmati siapa saja.