Guru Rudapaksa Santri

Santriwati Korban Rudakpaksa Menjerit Histeris dan Tutup Telinga dengar Suara Herry Wirawan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Herry Wirawan, guru ngaji bejat yang rudapaksa 12 santriwati di bawah umur hingga hamil.

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Kementerian Agama (Kemenag) menutup dan mencabut izin pesantren di Kota Bandung yang selama ini dipergunakan Herry Wirawan (36), terdakwa predator anak, menjalankan aksi bejatnya.

Herry Wirawan menjalankan aksinya dengan berpura-pura menjadi guru di pesantren tersebut. Ia diduga telah menodai belasan santriwatinya sendiri hingga hamil dan melahirkan. Aksi bejat ia lakukan sejak 2016 hingga 2021.

Kepala Kemenag Kota Bandung, Tedi Ahmad Junaedi, mengatakan selain mengajukan pembekuan lembaganya, Kemenag juga memutuskan untuk memindahkan semua santriwati pesantren tersebut ke lembaga pendidikan lain.

Ia mengatakan, termasuk ke-12 santriwati yang menjadi korban, total adan 35 santriwati yang terdaftar di pesantren di mana Herry Wirawan menjalankan aksinya.

Kemenag, kata Tedi, akan memfasilitasi seluruh proses administrasi hingga anak dipastikan mendapat tempat di sekolah yang baru, baik itu pondok pesantren atau sekolah formal.

"Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020, tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan," ujarnya kepada Tribun Jabar, Kamis (9/12/2021).

Baca juga: Petaka Orang Tua Korban Guru Agama Bejat, Awalnya Senang Anak Sekolah Gratis, Berakhir Pilu

Kemenag, ujar Tedi, juga ikut melakukan pendampingan. "Kasus kriminalnya ditangani oleh Polda Jabar, psikologi anak oleh Dinas DP3A, dan Kemenag membina dan menangani kelembagaan serta kelanjutan pendidikan anak-anak tersebut," ujarnya.

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jawa Barat, Abdurrohim, mengatakan bersama Polda Jabar juga sepakat untuk menutup atau membekukan kegiatan belajar mengajar di pesantren tahfidz tersebut.

"Sampai sekarang tidak difungsikan sebagai tempat atau sarana pendidikan, baik pesantren termasuk pendidikan kesetaraannya," kata Abdurrohim melalui ponsel, kemarin.

Ia mengatakan Kemenag telah melaksanakan rapat dengan Polda Jabar dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hasilnya disimpulkan, seluruh peserta didik di pesantren dan sekolah kesetaraan tersebut dikembalikan ke daerah asal.

"Pendidikannya dilanjutkan ke madrasah atau sekolah sesuai jenjangnya yang ada di daerah masing-masing siswa yang menjadi korban  dan difasilitasi oleh Kasi Pontren dan Forum Komunikasi Pendidikan Kesetaraan (FKPPS) kabupaten/kota masing-masing," katanya.

Panglima Santri, yang juga Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum, mengaku sangat berduka dengan peristiwa rudapaksa yang menimpa belasan santriwati ini. Pelaku rudapaksa ini, kata Uu, harus ditindak dengan tegas.

"Jangan sampai kasus serupa terulang," kata Uu saat dtemui di Pondok Pesantren Al Ruzhan, Desa Cilangkap, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (9/12/2021).

Baca juga: 5 FAKTA BARU Guru Rudapaksa 12 Santriwati, Awal Terungkap hingga Pakai Dana Bantuan untuk Sewa Hotel

Uu berharap, masyarakat tak menyamaratakan semua guru ngaji punya perilaku serupa. "Saya bertanya kepada orang-orang yang kenal dengan pelaku. Dia memang pernah pesantren, tapi enggak benar. Perilakunya juga tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya," katanya.

Uu juga berharap, peristiwa ini tak memicu ketakutan dari para orang tua yang hendak atau tengah menyekolahkan putra-putrinya di pesantren.

Halaman
123

Berita Terkini