SUMEDANG, TRIBUNJABAR.CO.ID -- Anggota DPRD Sumedang meminta mahasiswa Akademi Keperawatan (Akper) Sumedang yang berasal dari Sumedang tetap diprioritaskan setelah Akper dimerger dengan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Sesuai perundangan-undangan yang baru tentang pemerintah daerah, Akper harus dilepas kepemilikannya dari Pemkab Sumedang. Pendidikan tinggi (Dikti) menjadi kewenangan pemerintah pusat.
“Akper harus dimerger dan sebelumnya sudah ditawarkan ke Unpad atau UPI. Ternyata setelah dilakukan berbagai kajian dipilih dimerger ke UPI,” kata Nurdin Zen, Ketua Komisi C DPRD usai rapat kerja pembahasan Akper di DPRD, Kamis (8/12/2016).
Menurutnya, jika dimerger dengan Unpad maka tenaga pendidikan baik yang PNS maupun non PNS sampai mahasiswanya harus diseleksi lagi. “Sedangkan kalau dengan UPI semua tenaga pendidik serta mahasiswa tak dilakukan lagi seleksi. Sehingga merger diputuskan dengan UPI,” katanya.
Dalam rapat kerja DPRD dengan Pemkab Sumedang, Akper, UPI dan Unpad, anggota Dewan meminta supaya kuota mahasiswa asal Sumedang tetap paling besar. “Saat in hampir 90 persen mahasiswa Akper warga Sumedang dan kalau menjadi prodi di UPI, kami meminta 50 persen mahasiswa Akper tetap dari Sumedang,” kata Atang Setiawan, anggota Komisi A DPRD.
UPI sendiri menyebutkan untuk masuk UPI ada beberapa cara seleksi yang dilakukan. Salah satunya mellaui jalur khusus yang diperuntukan untuk warga Sumedang.
Nurdin menyebutkan merger Akper dengan UPI harus memperhatikan aset daerah. “Akper itu milik Pemkab Sumedang sehingga penyerahan asetnya apakah dilakukan hibah atau hak guna pakai,” kata Nurdin.
Menurutnya, bisa saja untuk bangunan dihibahkan namun untuk tanah menjadi hak guna pakai. “Untuk pengelolaan aset itu harus melalui persetujuan DPRD. Selain itu dua Perda yuang mengatur soal Akper juga harus dicabut,” katanya.
Merger Akper dengan UPI ini harus tuntas pada Mei 2017 dan saat penerimaan mahasiswa baru pertengahan 2017, status Akper sudah jelas.(std)