Keracunan Massal di Cipongkor, DPRD Jabar Sri Dewi, Tekankan Pentingnya Standar Keamanan Pangan MBG

Sri Dewi Anggraini menegaskan perlu adanya standar keamanan pangan dalam program makan bergizi gratis atau MBG

Dok Sri Dewi A
SRI DEWI ANGGRAINI - Anggota DPRD Jabar Sri Dewi Anggraini menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat pada program MBG. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Puluhan siswa di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) mengalami keracunan massal usai menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG)

Para siswa mengalami keluhan seragam mulai dari mual, pusing, hingga badan lemas setelah mengonsumsi makanan yang dibagikan di sekolah.

Mereka pun terpaksa dirujuk ke RSUD Cililin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut, sementara sisanya ditangani di Puskesmas Cipongkor.

Menanggapi insiden ini, Anggota DPRD Jawa Barat Dapil Kabupaten Bandung Barat, Sri Dewi Anggraini, menyampaikan rasa prihatinnya sekaligus memberikan catatan penting terkait pelaksanaan program MBG.

“Pertama-tama, saya menyampaikan rasa prihatin yang sebesar-besarnya atas musibah keracunan makanan yang menimpa lebih dari 350 siswa/i di Kecamatan Cipongkor. Peristiwa ini menjadi duka kita bersama sekaligus pengingat betapa pentingnya menjaga keamanan dan kualitas pangan bagi masyarakat,” ujar Sri Dewi saat dihubungi, Rabu (24/6/2025).

Sri Dewi mengapresiasi langkah cepat yang diambil pemerintah daerah, tenaga medis, serta pihak terkait dalam memberikan penanganan darurat kepada para korban. 

Ia menilai penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Bupati Bandung Barat sudah tepat sebagai bentuk percepatan penanganan.

“Saya mengapresiasi langkah cepat Pemerintah Daerah, tenaga medis, serta seluruh pihak yang sigap memberikan penanganan darurat, dan memastikan korban segera mendapat perawatan. Seperti Pak Bupati sudah menetapkan status KLB (Kejadian Luar Biasa) untuk mempercepat penanganan para korban, itu menjadi prioritas saat ini,” tambahnya.

Namun, ia menekankan bahwa kasus ini harus menjadi evaluasi karena kasus keracunan makanan dalam program MBG bukan hanya terjadi di Bandung Barat, melainkan juga di berbagai daerah lain.

Sri Dewi menilai ada persoalan mendasar dalam rantai produksi dan distribusi makanan MBG yang perlu ditinjau ulang. 

Mulai dari proses memasak, penyimpanan, hingga distribusi ke sekolah harus dilakukan dengan standar yang ketat agar makanan tidak basi dan tetap aman dikonsumsi.

“Penyebab utama yang diduga ada di rantai produksi dan distribusi makanan, dievaluasi kembali mulai dari proses memasak, cara penyimpanan, hingga waktu distribusi ke sekolah. Makanan yang dimasak terlalu dini dan tidak terkontrol suhu penyimpanannya rawan basi dan membahayakan kesehatan anak-anak,” jelasnya.

Ia pun menekankan perlunya pengawasan yang lebih ketat pada program MBG, termasuk memastikan makanan tetap layak konsumsi meski ada keterlambatan distribusi.

“Program MBG juga memerlukan pengawasan yang lebih ketat. Perketat protokol keamanan pangan, mulai dari proses memasak hingga distribusi, harus benar-benar dipastikan sesuai standar dan batas toleransi yang aman. Harus dipastikan makanan yang sampai ke siswa masih dalam kondisi layak konsumsi. Bila ada keterlambatan distribusi, mekanisme cadangan harus disiapkan agar makanan tidak berubah (basi/rusak) di jalan,” tegasnya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti perlunya verifikasi lapangan terhadap penyedia program MBG agar tidak hanya mengandalkan kelengkapan administrasi.

“Standar operasional penyedia dari SPPG perlu dicek ulang, apakah sudah benar memiliki Sertifikat Laik Sehat, bagaimana kebersihan dapur, bahan baku, dan tenaga pengolah. Tidak cukup hanya memenuhi administrasi, tetapi harus ada verifikasi lapangan secara rutin. Saya menyarankan SPPG itu bertahap dalam mengelola MBG, mulai dari skala kecil dahulu, jangan dapur baru tapi langsung mengelola kapasitas skala banyak, kan MBG itu mengutamakan kualitas, bukan kuantitas,” tutur Sri Dewi.

Ia juga menegaskan bahwa kualitas pangan dalam program MBG harus dijamin sesuai standar gizi, higienis, dan aman bagi anak-anak.

“Kualitas pangan yang disajikan harus sesuai standar gizi, higienis, dan aman dikonsumsi. Kualitas bukan hanya soal menu, tetapi juga kesegaran bahan makanan, kebersihan peralatan, dan kepatuhan pada standar keamanan pangan,” ucapnya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved