Kisah Yata Pedagang Bendera dari Bandung Tempuh 800 Km Demi Jual Bendera 17 Agustusan di Sumenep

Inilah kisah Yata, pedagang bendera dari Kabupaten Bandung rela berjualan hingga lintas provinsi di Jawa Timur, tempuh perjalanan 800 km.

Editor: Hilda Rubiah
KOMPAS.COM/ Nur Khalis
PEDAGANG BENDERA - Yata (52), seorang pedagang bendera merah putih asal Bandung, yang membuka lapak di wilayah Kecamatan Kota, Sumenep, Jawa Timur. Ternyata Yata rela berjalan tempuh 800 Km demi mengais rejeki.  

TRIBUNJABAR.ID - Inilah kisah Yata, pedagang bendera dari Kabupaten Bandung ini rela berjualan hingga lintas provinsi.

Ia rela menempuh perjalanan 800 Kilometer untuk menjajakan dagangannya di Sumenep, Jawa Timur.

Ia adalah Yata, warga asal Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Yata sudah 22 tahun menjual bendera merah putih dan pernak-pernik Agustusan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.

Uniknya bukannya berjualan di Bandung, Yata memilih menjajakan dagangannnya hingga jauh.

Baca juga: Banyak yang Cari Bendera One Piece, Pedagang di Purwakarta Pilih Tetap Jual Bendera Merah Putih

Bahkan Yata berjualan dari Bandung ke Sumenep ini, mengajak serta istrinya.

Setiap tahun, Yata menggelar dagangannya dengan cara sederhana.

Bendera merah putih dan berbagai pernak-pernik Agustusan dibentangkan di pinggir jalan.

Biasanya, lelaki berkumis ini memilih trotoar di wilayah Kecamatan Kota Sumenep sebagai lokasi berjualan, memanfaatkan tempat yang ramai dilalui orang.

Bendera merah putih dan berbagai pernak-pernik Agustusan dibentangkan di pinggir jalan.

Biasanya, lelaki berkumis ini memilih trotoar di wilayah Kecamatan Kota Sumenep sebagai lokasi berjualan, memanfaatkan tempat yang ramai dilalui orang.

Yata pertama kali datang ke Sumenep pada 2003.

Saat itu, ia datang seorang diri membawa barang dagangan seadanya.

Demi bisa berjualan bendera dan pernak-pernik Agustusan, ia harus menempuh perjalanan sekitar 876 kilometer dari Bandung ke Kabupaten Sumenep.

“Setiap tahun, jelang Agustusan, saya berangkat. Memang jauh, tapi namanya cari penghasilan,” ujar Yata di Sumenep kepada Kompas.com, Minggu (3/8/2025), seperti dikutip TribunJatim.com, Senin (4/8/2025).

Kala itu, tempat berjualan sekaligus menjadi tempat berteduh dan beristirahat dari terik matahari.

Jika hujan turun, ia kadang menepi ke emperan toko untuk berlindung.

Semuanya dilakukan demi mencari peruntungan di tanah orang, dengan harapan bisa menambah penghasilan dan membahagiakan keluarga di kampung halaman.

“Selama bisa untuk keluarga, capeknya hilang. Yang penting halal,” tambah dia.

Setelah tujuh tahun mencari peruntungan sendiri, Yata mulai memberanikan diri mengajak sang istri ikut serta.

Baca juga: Fenomen Bendera One Piece, Polda Jabar Tunggu Perintah Tindakan, Kalangan Mahasiswa Tanggapi Beragam

Sejak itu, keduanya rutin datang bersama untuk berjualan menjelang Hari Kemerdekaan.

Di kampung halamannya, pekerjaan utama Yata adalah sopir angkutan umum jenis elf di Bandung.

Namun, setiap musim kemerdekaan, ia cuti sejenak demi bisa berjualan bersama istri.

Bagi Yata, berdagang bendera bukan sekadar bisnis musiman.

Tapi ikhtiar untuk tetap bertahan, menambah penghasilan, dan membahagiakan keluarga.

“Enggak juga. Bukan cuma bisnis musiman. Ini ikhtiar, apalagi sekarang ekonomi sulit, demi keluarga lah pokoknya,” jelasnya.

Yata mengaku betah karena keramahan warga Sumenep.

Selama puluhan tahun, dia selalu mendapat sambutan hangat dari warga Kota Keris.

“Iya (warganya) ramah, banyak yang langganan. Itu yang bikin saya terus kembali ke sini,” ungkap Yata sambil tersenyum.

Meski saat ini banyak orang belanja lewat e-commerce, Yata tidak merasa khawatir.

Dia percaya dagangannya tetap punya keunggulan.

Di antaranya, pembeli bisa langsung melihat barang, memegang, dan memilih ukuran serta bahan sesuai kebutuhan.

“Kalau beli online, kadang ukurannya enggak pas, atau bahannya beda dari foto,” tuturnya.

Ia juga sering dengar curhat pembeli yang kecewa usai berbelanja online. Banyak yang akhirnya lebih memilih beli langsung.

“Sering ada yang bilang, ‘Kapok beli online, Mas. Mending lihat langsung begini’” jelas Yata dengan nada yakin.

Seperti diketahui, rambut Yata (52) mulai menipis dan memutih.

Garis-garis halus di sudut matanya tampak jelas menunjukkan usianya yang tak lagi muda.

Namun, senyumnya tetap hangat menyambut setiap pembeli yang datang.

Biasanya, lelaki berkumis ini memilih trotoar di wilayah Kecamatan Kota Sumenep sebagai lokasi berjualan, memanfaatkan tempat yang ramai dilalui orang.

Yata pertama kali datang ke Sumenep pada 2003.

Saat itu, ia datang seorang diri membawa barang dagangan seadanya.

Demi bisa berjualan bendera dan pernak-pernik Agustusan, ia harus menempuh perjalanan sekitar 876 kilometer dari Bandung ke Kabupaten Sumenep.

“Setiap tahun, jelang Agustusan, saya berangkat. Memang jauh, tapi namanya cari penghasilan,” ujar Yata di Sumenep kepada Kompas.com, Minggu (3/8/2025).

Kala itu, tempat berjualan sekaligus menjadi tempat berteduh dan beristirahat dari terik matahari.

 Jika hujan turun, ia kadang menepi ke emperan toko untuk berlindung.

Semuanya dilakukan demi mencari peruntungan di tanah orang, dengan harapan bisa menambah penghasilan dan membahagiakan keluarga di kampung halaman.

“Selama bisa untuk keluarga, capeknya hilang. Yang penting halal,” tambah dia.

Setelah tujuh tahun mencari peruntungan sendiri, Yata mulai memberanikan diri mengajak sang istri ikut serta. Sejak itu, keduanya rutin datang bersama untuk berjualan menjelang Hari Kemerdekaan.

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Yata Jalan 800 Km Demi Jual Bendera 17 Agustusan di Sumenep, Sengaja Cuti Kerja dan Ajak Istri

Sumber: TribunJatim.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved