Kibarkan Bendera One Piece Belum Bisa Disebut Makar, Ini Pandangan Pengamat Kebijakan Publik

Mengibarkan bendera One Piece jelang HUT ke-80 RI, belum bisa dianggap sebagai makar menurut pandangan peneliti kebijakan publik.

gemini ai
FENOMENA BENDERA - Fenomena pengibaran bendera Indonesia dengan bendera bajak laut di bagian bawah sedang ramai diperbincangkan. Maraknya ajakan mengibarkan bendera One Piece menjelang HUT ke-80 RI, mendapat reaksi dan respons berbeda dari sejumlah kalangan di Tanah Air. 

TRIBUNJABAR.ID - Maraknya ajakan mengibarkan bendera One Piece menjelang HUT ke-80 RI, mendapat reaksi dan respons berbeda dari sejumlah kalangan di Tanah Air.

Namun banyak juga yang penasaran dengan konsekuensi hukum yang bakal diterima jika mengibarkan bendera yang ada di kisah fiksi manga itu.

Bahkan ada yang menuding mengibarkan bendera One Piece bisa dianggap makar.

Terkait hal ini, Peneliti Kebijakan Publik Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro, menganggap fenomena pengibaran bendera One Piece bukan termasuk upaya makar.

Makar adalah perbuatan atau usaha menjatuhkan pemerintahan yang sah.

Bendera Anime One Piece yang memiliki nama Jolly Roger dan bergambar tengkorak bertopi jerami itu diartikan sebagai bentuk kritik sosial, khususnya terhadap ketidakadilan atau masalah yang ada di pemerintah.

Baca juga: Beragam Tanggapan Pejabat dan Pemeirntah Daerah Soal Pengibatan Bendera One Piece

Jolly Roger merupakan jenis bendera yang umumnya dipakai oleh bajak laut untuk menakut-nakuti awak kapal lain agar mereka menyerah tanpa perlawanan.

Meski banyak menuai pro dan kontra, Riko menyebut  pemasangan bendera One Piece itu tidak memenuhi unsur-unsur makar.

Ia percaya anak bangsa tidak akan bertindak sejauh itu.

Tindak pidana makar sendiri diatur dalam Buku Kedua KUHP (Kejahatan) pada Bab I tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara dalam pasal 104 sampai pasal 129. 

Pada Pasal 107 ayat (1), disebutkan  Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 

Kemudian pada ayat (2) Pasal itu, dijelaskan lagi, para pemimpin dan pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.  

"Saya tidak melihat di dalam makna bendera itu (One Piece) sebagai upaya makar, belum memenuhi ya ada upaya-upaya makar dan saya pun percaya anak bangsa kita tidak ada yang mengarah ke sana (upaya makar)," kata Riko dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews.com di Program Kacamata Hukum, Senin (4/8/2025).

Alasan Riko berkata demikian karena dia yakin anak-anak bangsa hanya ingin menyampaikan gagasan mereka dengan cara yang berbeda.

Justru hal itulah menurut Riko, yang perlu diperhatikan dan didengar oleh pemerintah dalam menanggapi kritikan dari masyarakat.

Baca juga: Kevin Diks Cetak Gol Debut Bareng Borussia Monchengladbach, Aksi Bintang Garuda Dipamerkan Klub

"Anak-anak bangsa kita ini ingin menyampaikan gagasan-gagasan baik, dengan cara-cara yang berbeda ini yang perlu kita dengar," ucap Riko.

Menurut Riko, dengan adanya kritik ini, pemerintah diharapkan bisa mencari tahu juga apa sebenarnya yang diinginkan masyarakat untuk kebaikan bangsa ke depannya.

"Saya pikir, pemerintah dengan segala instrumen yang dimilikinya bisa meminta atau mengajak anak muda untuk digali apa yang ingin diperbaiki lebih jauh lagi, agar di ulang tahun ke-80, ke-81, dan seterusnya tidak terulang," katanya.

Dengan adanya respons positif dari pemerintah, Riko pun meyakini kritik-kritik yang ada seperti sekarang ini tidak akan ada lagi ke depannya.

Meskipun dia juga tidak memungkiri, dalam negara demokrasi ini kritik akan terus ada dan berkembang.

"Saya yakin, kalau pemerintah merespons secara positif suara-suara kegundahan ini, tidak ada lagi simbol-simbol kritik itu di kemudian hari, meskipun kritik itu dalam praktik demokrasi sesuatu yang akan bertumbuh dengan pola-pola yang berbeda," ungkap Riko.

Tidak Represif

Riko juga mengatakan, kritik merupakan bagian dari partisipasi publik untuk memberikan ruang agar pemerintahan bisa menjadi lebih baik, sekaligus menjadi ruang penyadaran terhadap sebuah proses pemerintahan yang menurut publik masih belum sesuai harapan.

Baca juga: PT PBB Cetak Sejarah, Akuisisi Tim Basket Legendarais Asal Jakarta Menjadi Satria Muda Bandung

Sehingga, menurut Riko, Indonesia sebagai negara demokrasi ini diharapkan juga tidak bertindak represif terhadap adanya fenomena pengibaran bendera One Piece jelang HUT ke-80 Kemerdekaan RI.

Pemerintah pun diminta agar bisa lebih bijak lagi dalam menanggapi berbagai kritik dari masyarakat.

"Kiranya pemerintah tidak represif karena akan menjadi kontraproduktif terhadap tujuan pemerintahan atau pola pemerintahan yang demokratis, bisa lebih sabar, wise dengan masyarakat," ujar Riko.

Riko juga berharap, pemerintah bisa membangun ruang dialog untuk publik, sehingga bisa mendapat banyak saran dan masukan dari masyarakat.

"Saya berharap pemerintah bisa membangun ruang dialog yang lebih sehat terhadap kelompok-kelompok manapun, hingga kemudian ada masukan yang baik," katanya.

Menurut Riko, pemerintah sendiri juga sudah bisa menilai apakah fenomena pengibaran bendera One Piece ini termasuk makar atau tidak.

Apabila memang dikategorikan sebagai makar, maka pelaku bisa dijerat hukum yang berlaku.

Kendati demikian, Riko tetap berkeyakinan, pengibaran bendera One Piece ini belum termasuk dalam kategori makar.

"Saya pikir instrumen negara sudah bisa menelisik lebih jauh bahwa apakah ini sudah masuk atau sudah ada benih terhadap upaya-upaya makar, tapi sejauh yang saya sadari, saya kira ini belum sampai ke upaya itu."

"Tapi kalau sampai makar, makar itu sudah pelanggaran kedaulatan dan otomatis itu suatu tindakan yang bisa dikenakan penegakkan hukum, tapi dalam konteks ini, saya pikir belum ada  unsur yang disebut dengan upaya-upaya makar," jelas Riko. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Peneliti IDP-LP Sebut Pengibaran Bendera One Piece Bukan Makar, Harap Pemerintah Respons Positif 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved