Pengamat Unpar: Kebijakan Dedi Mulyadi Soal Larangan Study Tour Bisa Bikin Mundur Sektor Pariwisata

Pengamat menilai baru beberapa bulan diterapkan, kebijakan larangan study tour tersebut memang sudah terasa dampak buruknya.

TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar
LARANGAN STUDY TOUR - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi saat dijumpai di Stadion Patriot Candrabhaga Kota Bekasi pada Senin (17/4/2025). Pihak sekolah Taman Kanak-kanak (TK) di Kota Bekasi berani menabrak aturan yang dibuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi soal study tour dan wisuda. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Adanya surat Edaran (SE) Gubernur Jabar Dedi Mulyadi soal larangan study tour dinilai bisa berdampak buruk bagi sektor pariwisata di Jawa Barat jika diterapkan dalam jangka panjang.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Parahyangan (Unpar), Kristian Widya Wicaksono, mengatakan, jika diterapkan dalam jangka panjang, kebijakan tersebut akan menyebabkan kemunduran yang sangat signifikan bagi sektor pariwisata.

"Karena di situ kan banyak tenaga kerja yang selama ini menggantungkan hidup dan penghasilannya dari sektor tersebut. Ini tentu Gubernur Jabar perlu mempertimbangkan," ujarnya saat dihubungi, Senin (21/7/2025).

Ia mengatakan, baru beberapa bulan diterapkan, kebijakan larangan study tour tersebut memang sudah terasa dampak buruknya, apalagi jika nanti diterapkan jangka panjang, maka sektor pariwisata di Jabar bisa saja mati.

"Apakah gubernur memang menginginkan kematian sektor kegiatan usaha pariwisata tersebut atau seperti apa? Nah, ini harus dikembalikan kepada gubernur untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat, di balik kebijakan melarang kegiatan study tour ini," katanya.

Dengan melihat kondisi sekarang ini, kata dia, ada dua opsi yang bisa diambil oleh Dedi Mulyadi, yakni apakah akan mendengarkan pelaku usaha pariwisata atau tetap keukeuh mempertahankan keputusan yang sebelumnya sudah dibuat dengan mengacu ke hasil evaluasi.

"Sekarang dia kan bisa mengevaluasi, karena pasti data sudah terlihat, bagaimana dampaknya terhadap dunia usaha yang berhubungan dengan pariwisata," ucap Kristian.

Menurut dia, idealnya jika kebijakan tersebut sudah berjalan 6 bulan memang perlu ada evaluasi. Kemudian jika nanti keputusannya apakah dicabut atau tidak, tentunya harus ada hasil evaluasi berbasis data, dan berbasis pada informasi yang bisa dipertanggung jawabkan,

"Ini kan sudah eranya evidence based policy, jadi tidak bisa mengambil keputusan atau mengambil kebijakan hanya berdasarkan intuisi atau hanya berdasarkan keluhan parsial dari sejumlah orang tua saja yang merasa anaknya memaksakan diri mengikuti kegiatan study tour," ucapnya.

Ia mengatakan, untuk menentukan langkah itu harus didengar secara komprehensif. Maka jika study tour tetap dibatasi, gubernur harus punya terobosan untuk meningkatkan kunjungan wisata dari sektor yang lain.

"Itu tanggung jawab dia dong, kalau pelajar gak boleh bagaimana dengan yang lainnya. Gubernur harus memikirkan itu, jangan ngambil keputusan lalu kemudian banyak yang merasakan dampak buruknya terus dibiarkan ya tidak adil. Keadilan hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan," ujar Kristian.

Soal keadilan tersebut, menurut dia, gubernur harus lebih cermat dalam mengambil kebijakan. Sebab, soal kebijakan ini merupakan sebuah intervensi sosial yang bertujuan untuk memecahkan sebuah permasalahan.

Ia mengatakan, munculnya SE ini pasti bermula dari masalah yang ingin dipecahkan oleh Dedi Mulyadi. Namun, Kristian mempertanyakan apakah larangan study tour ini sudah memecahkan masalah atau belum.

"Jadi pemecahan masalahnya seperti apa itu yang harus dipertanyakan. Sudah tuntas belum masalahnya? kalau tidak menuntaskan masalah, artinya intervensi yang dilakukan tidak efektif," katanya.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved