Pemilik UMKM Jabar Harus Tahu Algoritma hingga Keyword, Bukan Sekadar Punya Toko Online

Masuknya pelaku UMKM Jawa Barat ke platform marketplace tidak serta-merta membuat mereka mampu bersaing.

Penulis: Nappisah | Editor: Giri
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
ILUSTRASI - Pelaku UMKM menata produknya pada gelaran Bazaar Berdaya Bersama 2025 di Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/6/2025). Masuknya pelaku UMKM Jawa Barat ke platform marketplace tidak serta-merta membuat mereka mampu bersaing. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Masuknya pelaku UMKM Jawa Barat ke platform marketplace tidak serta-merta membuat mereka mampu bersaing. Banyak yang sekadar memiliki toko online, namun tidak memahami strategi dasar digital marketing seperti algoritma, keyword, hingga pelayanan pelanggan.

Hal ini diungkapkan Mochammad Rizaldy Insan Baihaqqy, pakar ekonomi dari Universitas Islam Nusantara (Uninus) sekaligus praktisi keuangan. 

Ia menilai tantangan utama UMKM Jabar saat ini bukan lagi soal akses teknologi, tetapi minimnya literasi digital lanjutan.

“Betul, banyak UMKM sudah punya akun di marketplace, tapi belum paham cara ‘mainnya’. Tantangan besarnya bukan cuma soal buka toko online, tapi mengoptimalkan algoritma, foto produk, keyword pencarian, hingga pelayanan pelanggan,” ujar Rizaldy, kepada Tribunjabar.id, Jumat (4/7/2025).

Rizaldy menyebut, banyak pelaku UMKM yang hanya mengunggah produk tanpa strategi. Padahal, persaingan di marketplace saat ini sangat padat dan teknis.

Baca juga: Kawula Muda Kian Giat Gerakkan UMKM Jawa Barat, Diskuk Jabar Catat Tren Positif

Ia menekankan pentingnya pemahaman algoritma, iklan digital, dan content marketing. Menurutnya, algoritma dalam platform digital ibarat "pintu etalase".

“Kalau enggak ngerti cara buka pintunya, produk kita enggak akan muncul di beranda calon pembeli,” katanya.

Meski begitu, Rizaldy optimistis bahwa strategi digital tetap bisa dipelajari oleh UMKM mikro sekalipun, asalkan pembelajarannya kontekstual dan praktis.

 “Misalnya, ngajarin keyword lewat contoh produk sehari-hari mereka, bukan teori yang rumit,” ucapnya.

Rizaldy juga menyoroti tren live shopping yang tengah berkembang pesat di kalangan UMKM, terutama setelah kehadiran TikTok Shop dan Shopee Live.

 “Live shopping itu jualan sekaligus hiburan. Interaksi real-time bikin pembeli merasa lebih dekat, dan konversinya bisa instan,” ujarnya.

Namun, ia juga mencatat bahwa tren ini menuntut pelaku UMKM memiliki kepercayaan diri, kemampuan storytelling, serta set up teknis sederhana seperti kamera dan pencahayaan yang belum tentu dimiliki semua pelaku usaha.

Terkait pelatihan digital untuk UMKM yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, Rizaldy menilai bahwa banyak program belum menjawab kebutuhan nyata di lapangan.

 “Sudah ada banyak inisiatif, tapi banyak juga yang masih salah sasaran. Terlalu teoritis dan tidak kontekstual,” ucap dia.

Menurutnya, pelatihan berbasis studi kasus nyata, langsung praktik, dan disesuaikan dengan sektor usaha jauh lebih efektif. Bahkan, pelatihan berbasis komunitas atau mentoring one on one lebih disarankan daripada seminar umum.

Baca juga: Digitalisasi Pengadaan di Sektor Aviasi dan Pariwisata melalui PaDi UMKM

Ia mengusulkan strategi konkret agar UMKM Jabar tidak sekadar "hadir" secara digital, tapi berdaya saing dalam ekosistem ekonomi digital.

Strategi tersebut ia sebut sebagai tiga pilar utama.

Pertama, pendampingan dengan mentoring jangka panjang, bukan sekadar pelatihan.

Kedua, kolaborasi dengan menggandeng kampus, komunitas kreator, dan platform marketplace.

Ketiga, konten untuk membangun narasi dan kepercayaan, bukan hanya jualan produk.

“Di era digital, jualan itu storytelling plus visualisasi plus trust building. Bukan sekadar upload barang,” ujarnya.

Baca juga: Rencana Pemerintah Terapkan Pajak Bagi Pedagang Daring di e-Commerce Picu Kekhawatiran Pelaku UMKM

Rizaldy mengingatkan pentingnya pembukuan digital, terutama ketika transaksi UMKM mulai bergeser ke kanal online.

“Tanpa pencatatan digital, UMKM enggak bisa tahu produk mana yang paling laku, margin mana yang sehat, atau kapan harus restock,” jelasnya.

Ia menyarankan penggunaan tools sederhana seperti Excel, Google Sheet, atau aplikasi keuangan gratis. Yang terpenting adalah konsistensi dalam mencatat dan pemahaman dasar membaca angka.

“Keuangan rapi sama dengan keputusan usaha yang tepat,” kata dia. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved