SPMB 2025

Viral, Siswa Ranking 1 Gagal Masuk SMP Negeri saat SPMB karena Usia Baru 12 Tahun, Sang Ibu Kecewa

Kasus seorang siswa ranking 1 gagal masuk SMP Negeri saat mengikuti SPMB gara-gara usia lebih muda hingga orangtua mengadu, viral di media sosial 

Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Hilda Rubiah
via TribunBanyumas
MASALAH SPMB 2025 - Orangtua siswa peringkat 1 di Banyumas, Jawa Tengah mengadu anaknya gagal masuk SMP Negeri karena kalah umur dalam seleksi jalur domisili. Disdik Banyumas buka suara singgung juknis. 

TRIBUNJABAR.ID - Kasus seorang siswa ranking 1 gagal masuk SMP Negeri saat mengikuti SPMB, viral di media sosial.

Nasib siswa tersebut membuat sang ibu kecewa dan jadi sorotan lantaran menyita perhatian warganet.

Sang ibu menilai Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tersebut tak adil.

Hal itu lantaran nasib anaknya gagal masuk SMP pilihan padahal ranking 1 gara-gara usia.

Seperti diketahui, saat ini pelaksanaa SPMB masih berlangsung di seluruh wilayah Indonesia.

Baca juga: Rintihan Kepala Sekolah Swasta di Pangandaran, Baru Terima Tujuh Calon Siswa pada SPMB Kali Ini

Namun, dalam pelaksanaannya tak jarang terjadi berbagai kendala yang dihadapi orangtua dan calon murid.

Seperti yang dialami oleh siswa di Banyumas, Jawa Tengah ini.

Orangtua siswa tersebut mengadukan aturan seleksi berdasarkan usia dalam SPMB 2025 tingkat SMP.

Aduan tersebut disampaikan orangtua siswa itu pada Rabu (25/6/2025) lalu.

Dikutip dari TribunBanyumas, orangtua siswa itu melaupkan kekecewaan bahwa anaknya yang ranking 1 di sekolahnya gagal bersaing masuk SMP Negeri karena usianya lebih muda dari pendaftar lain.

Diketahui anaknya tersebut berusia 12 tahun 6 bulan tersisih oleh pendaftar lain yang usianya mencapai 13 tahun.

"Anak rangking 1 di sekolah, arepan daftar SMP susah. Hanya karena umurnya 12 tahun 6 bulan, kalah karo umur 13 tahun," tulisnya dalam laporan, dikutip dari TribunBanyumas.

Dari nasib pahit anaknya itu, sang orangtua siswa mempertanyakan esensi dari pendidikan jika seleksi masuk sekolah lebih mengutamakan faktor usia dibanding nilai akademik.

Keluhan orangtua siswa itu juga diperparah dengan lokasi tempat tinggalnya yang masuk dalam kategori kelurahan sebaran atau bukan kelurahan utama sehingga persaingan menjadi lebih ketat.

Keterangan Disdik Banyumas

Menanggapi aduan orangtua siswa itu, pihak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banyumas buka suara.

Pihak Disdik Banyumas tidak mengomentari secara spesifik mengenai aturan seleksi usia tersebut.

Namun pihaknya mengingatkan bahwa ada beberapa jalur pendaftaran yang bisa dipilih.

Seperti diketahui pada SPMB 2025 untuk SMP terdapat 4 jalur pendaftaran yang dibuka.

Di antaranya jalur domisili, jalur afirmasi, jalur prestasi dan jalur mutasi.

“Pendaftar dapat memilih jalur pendaftaran sesuai dengan kondisi masing-masing," tulis Disdik Banyumas.

Pihaknya juga menjelaskan bahwa semua keterangan mengenai mekanisme seleksi setiap jalur sudah diinformasikan lengkap di dalam junis pelaksanaan SPMB atau dulu disebut PPDB tersebut.

Sementara itu, Ketua Panitia SPMB Banyumas, Sarno, mengungkap keluhan terkait server eror tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu.

Menurutnya, penyebab utama adalah lonjakan akses yang terjadi secara bersamaan.

"Sistemnya sebenarnya siap, tapi terlalu banyak yang masuk bersamaan. Ini jadi bahan evaluasi," ujar Sarno.

Sebagai solusi atas masalah teknis tersebut, pihaknya telah memperpanjang jam pendaftaran di hari terakhir untuk mengkompensasi waktu yang hilang akibat server down.

Namun, keluhan mengenai keadilan aturan seleksi berbasis usia masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.

Baca juga: SPMB 2025 Bandung Barat Diklaim Lancar, Kepala Dinas Pendidikan Pastikan Tak Ada Siswa Titipan

Komentar Warganet

Kasus siswa tersebut viral salah satunya diunggah akun Instagram @pembasmi.kehaluan.reall, dikutip Kamis (3/7/2025).

Beredar viralnya kasus siswa ranking 1 gagal masuk SMP Negeri pilihannya karena usia lebih muda tersebut menuai sorotan dari warganet.



Tak sedikit warganet memberikan kritikan serupa atas sistem penerimaan murid baru tersebut.

Banyak orang tua merasa seleksi SPMB ini tidak adil karena mengesampingkan nilai akademik dan lebih memprioritaskan calon siswa dengan usia maksimal, yakni 15 tahun per 1 Juli 2025.

Berikut beragam komenatr warganet.

"Bangke banget peraturannya, ga peduli nilai, yang penting umur tua," tulis akun @betari_senja di kolom komentar Instagram Dinas Pendidikan Banyumas.

“Sekolah umurnya gk boleh lebih muda... Kerja umurnya gak boleh ketuaan... Konsep macam apah ini?,” tulis akun Instagram @lubenah.

“Padahal di LN aja smp bisa cuma 2 thn, sma bisa vuma 2 thn karna anaknya pinter. Sistem pendidikan negeri memang sudah kacau balau,” tulis akun @nanatbnn.

“Semakin bertambah umur Indonesia, semakin menderita rakyatnya.. dijajah sama negara sendiri,” tulis akun @miraw.jpg.

“Giliran cari kerja gak boleh ketuaan,” tulis akun @imran.sihotang.

“Kriteria umur tu cuma boleh dilawan kalo mau jadi wapres,” tulis akun @arif.fauzan24.

Kasus Lainnya

Sebelumnya, SPMB 2025 di Kabupaten Majalengka juga menuai protes keras.

Belasan kepala desa (kades) dari Kecamatan Jatitujuh mendatangi SMAN Jatitujuh.

Mereka kecewa terhadap sistem SPMB yang dinilai tak berpihak pada warga lokal.

Kemarahan para kepala desa ini dipicu oleh banyaknya calon siswa dari Kecamatan Jatitujuh yang tidak diterima di sekolah negeri yang berada di wilayah mereka.

Data yang dihimpun menyebutkan, sedikitnya 150 calon peserta didik dari Kecamatan tersebut tidak lolos pada tahap pertama, baik jalur zonasi, afirmasi, maupun mutasi.

"Kami kecewa dan merasa diabaikan," kata Kepala Desa yang juga mewakili Forum Kades Jatitujuh, Kibagus Wardilah, saat dikonfirmasi, Selasa (24/6/2025). 

"Sekolah ini berada di wilayah kami, tapi anak-anak kami malah ditolak. Di mana keadilannya?" imbuhnya.

Suasana pertemuan sempat memanas. Beberapa kades menyampaikan protes secara langsung kepada pihak sekolah.

Mereka meminta agar SMAN Jatitujuh mengevaluasi sistem PPDB yang mereka terapkan.

Hal senada disampaikan Kepala Desa lainnya, Warjum. Ia menilai bahwa protes ini merupakan bentuk tanggung jawab terhadap warga yang merasa dirugikan.

"Ini bukan soal emosi. Kami hanya ingin ada keberpihakan," ujarnya.

"Jangan sampai anak-anak dari Jatitujuh yang rumahnya dekat justru kalah oleh siswa dari luar Kecamatan," tegas Warjum.

Para kepala desa meminta agar gelombang kedua SPMB, yang akan dibuka melalui jalur prestasi, dapat memberikan ruang lebih besar bagi siswa dari wilayah setempat.

Menanggapi protes tersebut, Kepala SMAN Jatitujuh, Enjen Jaenal Alim, buka suara.

Ia mengatakan, pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah IX serta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

"Kami mencatat semua aspirasi yang disampaikan dan akan segera menindaklanjutinya dengan pihak terkait."

"Kami juga akan melakukan evaluasi internal agar PPDB berjalan lebih adil dan transparan," ujar Enjen.

PPDB 2025 di Jawa Barat sendiri memang kerap diwarnai dinamika. Terutama terkait ketatnya persaingan di jalur zonasi yang mengandalkan jarak domisili. 

Sejumlah pihak berharap adanya perbaikan sistem agar sekolah negeri benar-benar menjadi akses pendidikan yang adil bagi masyarakat setempat.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved