Bandung Menuju Kota Ramah Anak dan Inklusif: Kolaborasi Pemkot dan Save the Children

Ini komitmen serius untuk menjadikan Bandung kota yang memberikan hak, kenyamanan, dan perlindungan bagi anak-anak, termasuk yang berkebutuhan khusus.

Diskominfo Kota Bandung
Peringatan Hari Keluarga Nasional dan Hari Anak Nasional dalam rangkaian "Dream Festival 2025" di Plaza Balai Kota Bandung pada Minggu, 29 Juni 2025. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Langkah besar menuju Bandung sebagai Kota Ramah Anak dan Inklusif dimulai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Kota Bandung dan Save the Children Indonesia.

Penandatanganan ini menjadi tonggak awal penyusunan roadmap untuk mewujudkan visi tersebut. Acara ini digelar bertepatan dengan peringatan Hari Keluarga Nasional dan Hari Anak Nasional dalam rangkaian "Dream Festival 2025" di Plaza Balai Kota Bandung pada Minggu, 29 Juni 2025.

Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan komitmen serius untuk menjadikan Bandung kota yang memberikan hak, kenyamanan, dan perlindungan bagi anak-anak, termasuk yang berkebutuhan khusus.

“Hari ini Pemkot Bandung menandatangani MoU bersama Save the Children. Kami mulai menyusun roadmap agar Bandung menjadi kota ramah anak dan inklusif. Ini bukan pekerjaan mudah, tapi jadi tantangan yang harus kita jawab bersama,” ujarnya.

Sebagai bagian dari upaya konkret, Kota Bandung mulai memperbaiki infrastruktur publik agar ramah anak dan penyandang disabilitas. Salah satu proyek yang sedang berjalan adalah pembangunan trotoar ramah disabilitas di Jalan Belitung, Jalan Sumatera, Jalan Aceh, dan Jalan Kalimantan. Farhan menjelaskan,

“Saat ini percobaan trotoar ramah disabilitas sepanjang 800 meter sedang berlangsung. Sudah selesai 200 meter, mudah-mudahan minggu depan rampung. Tujuannya tentu agar semua warga bisa merasa aman dan nyaman saat beraktivitas.”

Di sektor pendidikan, meskipun sekolah negeri diwajibkan menjadi sekolah inklusif, tantangan besar masih menghadang. Farhan mengakui bahwa Kota Bandung kekurangan tenaga pendidik yang memiliki keahlian untuk menangani anak berkebutuhan khusus, baik fisik maupun mental.

“Kami kekurangan tenaga pendidik yang mampu menangani anak-anak berkebutuhan khusus, baik secara fisik maupun mental. Kami bekerja sama dengan UPI untuk menyiapkan guru-guru tersebut,” katanya.

Pemkot Bandung akan memfokuskan beberapa sekolah untuk menjadi pusat pendidikan inklusif. Selain itu, sekolah swasta dengan kapasitas lebih juga akan dilibatkan dalam penyelenggaraan pendidikan ini.

“Kolaborasi akan menjadi kunci. Kita akan melakukan semacam audit, tapi bukan dalam rangka pengawasan, melainkan pengembangan. Apa yang dilakukan sekolah swasta bisa menjadi inspirasi bagi kebijakan kota,” ungkapnya.

Ruang Publik dan Perlindungan Anak

Ruang publik yang ramah anak juga menjadi prioritas utama dalam mewujudkan kota inklusif. Akses menuju kendaraan umum, akses ke sekolah, hingga pengawasan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menjadi fokus perhatian.

Farhan menegaskan, “Kota ramah anak itu juga harus punya sistem perlindungan. Kita pastikan ruang publik yang ada benar-benar ramah anak dan aman dari hal-hal yang mengancam tumbuh kembang mereka.”

CEO Save the Children Indonesia, Dessy Kurniawy Ukar, menyampaikan kebanggaannya atas kolaborasi ini. 

“Kami hadir untuk berkolaborasi wujudkan Bandung sebagai kota yang benar-benar peduli pada anak-anaknya. Festival seperti ini jadi bentuk kampanye empati, inklusi, dan ruang aman bagi anak untuk tumbuh menjadi diri sendiri,” ujarnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved