Angkat Tradisi dan Realitas Anak Muda Bugis-Makassar, Film Jodoh 3 Bujang Segera Tayang di Bioskop
Rumah produksi Starvision kembali mempersembahkan karya terbarunya berjudul Jodoh 3 Bujang. Film ini akan tayang di bioskop mulai 26 Juni 2025.
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Giri
Sutradara Arfan Sabran menjelaskan, film ini menggambarkan realitas generasi muda Makassar yang hidup di antara perkembangan modern dan tradisi yang masih kuat.
“Makassar adalah kota yang dinamis, tapi tradisi tetap dijalankan. Lewat film ini, saya ingin memperlihatkan bagaimana generasi muda menavigasi pergeseran tradisi dan ekspektasi keluarga,” kata Arfan.
Konflik dalam film ini tidak hanya dialami Fadly, tetapi juga Nisa yang diperankan Maizura.
Meski telah menjalin hubungan dengan Fadly selama tiga tahun, Nisa harus menerima keputusan keluarganya untuk menikah dengan pria lain yang memberikan uang panai sebesar Rp 500 juta, jauh melebihi Fadly yang hanya mampu memberi Rp 50 juta.
“Nisa bukan karakter antagonis. Ia juga korban sistem yang mengekang. Ia harus terlihat biasa-biasa saja, padahal menyimpan luka batin. Karakter ini sangat nyata, seperti banyak perempuan di dunia nyata yang tak bisa memilih jodohnya sendiri,” ujar Maizura.
Sementara itu, Jourdy Pranata mengaku tertantang memerankan Fadly yang menghadapi tekanan sebagai anak sulung.
“Sebagai anak pertama, Fadly dituntut memenuhi ekspektasi dan jadi panutan. Cerita ini menyentuh karena menggambarkan dilema anak muda yang masih mencari jodoh tapi terbentur budaya,” kata Jourdy.
Ia juga banyak belajar tentang budaya Bugis-Makassar selama proses syuting, termasuk tentang konsep uang panai yang menurutnya sangat berbeda dari logika kehidupan modern.
Karakter lain yang menarik adalah Rifa (Aisha Nurra Datau), teman lama Fadly yang kembali hadir dalam hidupnya.
Sebagai perempuan Bugis yang sudah lulus S2 dan pernah umrah, Rifa justru khawatir jika uang panainya terlalu tinggi dan membebani pasangan.
Meski sangat berbeda dari dirinya, Nurra mengaku berusaha memahami karakter Rifa.
“Film ini bukan hanya soal cinta, tapi juga menyuarakan pemikiran perempuan Bugis masa kini. Baik Rifa maupun Nisa sama-sama menghadapi konflik batin. Ini tentang bagaimana perempuan menghadapi sistem yang sering tak memberi ruang untuk memilih,” ucap Nurra. (*)
Film Tegar, Raih Berbagai Penghargaan Internasional Lewat Film Inklusif |
![]() |
---|
Film Teman Tegar: Dari Bandung ke Papua, Belajar Menyelamatkan Hutan Adat |
![]() |
---|
Film Animasi Merah Putih: One For All Bertahan di Bioskop hingga Hari ke 6, Dapat Rating Rendah |
![]() |
---|
Sedihnya Atalia Praratya, Tak Henti Menangis Hinga Wajah Sembab: Sampai ke Hati |
![]() |
---|
Komentar Penonton Film Merah Putih: One For All, Penayangan Perdana Disaksikan Hanya Tiga Orang |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.