Dulu Dibuang Kini Dibudidaya, "Ngopi Kancing" di Pasirjambu Bandung, Ubah Kotoran Sapi Jadi Bernilai
Di balik tumpukan kotoran itu tersimpan peluang ekonomi yang tidak terduga, berkat inovasi bertajuk "Ngopi Kancing".
Penulis: Adi Ramadhan Pratama | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Adi Ramadhan Pratama
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dulu, kotoran sapi hanyalah dipandang sebagai limbah bau yang harus dibuang. Namun kini, di Desa Mekarmaju, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung pandangan itu perlahan berubah.
Di balik tumpukan kotoran itu tersimpan peluang ekonomi yang tidak terduga, berkat inovasi bertajuk "Ngopi Kancing". Inovasi yang memiliki nama panjang "Ngolah Kotoran Sapi Jadi Cacing dan Kascing", digagas sebagai solusi kreatif untuk mengatasi limbah.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Penataan Lingkungan (P3HL) DLH Kabupaten Bandung, Robby Dewantara Sukardi mengatakan, program itu sebagai terobosan penting dalam membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat.
"Bupati menilai pengolahan kotoran hewan harus melibatkan warga. Bukan hanya edukasi, tapi juga dibarengi dengan motivasi. Paradigma kotoran hewan sebagai limbah harus diubah menjadi potensi bernilai ekonomi," ujar Robby saat ditemui di Desa Mekarmaju pada Rabu (18/6/2025).
Alih-alih dibuang percuma, kotoran sapi tersebut menjadi media budidaya cacing tanah seperti Lumbricus Rubellus dan ANC. Hasilnya pun tidak main-main, dari proses tersebut warga mampu menghasilkan tiga produk utama.
Produk-produk tersebut yaitu kompos hasil pencernaan cacing (Kascing), cacing hidup, dan cairan pupuk organik (Lindi). Menurut Robby, ketiga produk hasil budidaya tersebut masing-masing sangat mempunyai nilai tersendiri.
Di mana, Kascing dinilai sebagai kompos organik terbaik untuk tanaman. Lalu cacing hidup banyak diminati untuk keperluan pakan ternak, bahan kosmetik, hingga obat-obatan. Sementara cairan lindi pun sangat berkhasiat sebagai pupuk cair alami.
"Kascing ini merupakan kompos terbaik menurut para akademisi, bahkan sudah dipakai untuk media tanam buah-buahan seperti durian. Sementara cairan lindinya sangat bagus sebagai pupuk organik cair," katanya.
Tak berhenti di Pasirjambu, program itu mulai merambah ke wilayah lain seperti Cileunyi, Pacet, dan Arjasari. Bahkan, Robby menyebut ada peternak di Arjasari yang kini beralih total dari beternak sapi ke budidaya cacing karena nilai jualnya yang lebih tinggi.
Robby menambahkan DLH Kabupaten Bandung pun tak hanya memberi arahan, tapi juga turun tangan membantu dengan riset dan menjembatani warga dengan offtaker. Di mana keberadaan offtaker itu penting untuk menjamin usaha ini tidak berhenti.
"Kami berupaya mencari pasar yang jelas dan memastikan ada turunan produk lainnya dari kascing dan cacing. Jadi peternak tidak hanya panen cacing, tapi bisa memanen nilai tambah dari berbagai produk turunannya," ucapnya.
Di sisi lain bagi Robby, program tersebut membuktikan bahwa inovasi di lingkungan bisa sejalan dengan ekonomi kerakyatan. Dari sesuatu yang dianggap banyak orang "najis" dan tak berguna, warga kini melihat harapan baru.
"Kohe (kotoran hewan) pun kini bukan lagi sampah, tapi sumber berkah," ujarnya.
Kasus Temuan Mayat Pria di Baleendah Terungkap, Pelaku Ternyata Rekan Dekat Korban |
![]() |
---|
Mengintip Rincian Penghasilan dan Tunjangan Kesejahteraan DRPD Bandung Barat |
![]() |
---|
Warga Kaget Temukan Pria Tewas Bersimbah Darah di Semak-semak di Baleendah Bandung, Diduga Dibunuh |
![]() |
---|
Diterjang Angin Puting Beliung, 13 Bangunan di Soreang Bandung Rusak Parah, 3 Orang Luka |
![]() |
---|
Dari Infak Rp 500 Per Hari, SMAN 1 Padalarang Berangkatkan Guru dan Siswa ke Tanah Suci |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.