Data Kemiskinan Versi Bank Dunia dan BPS Beda, Jabar Fokus Implementasi Empat Strategi
Pemprov Jawa Barat terus melanjutkan upaya pengentasan kemiskinan dengan mengacu pada data resmi BPS.
Penulis: Nappisah | Editor: Muhamad Syarif Abdussalam
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG — Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat, Budi Kurnia, menanggapi adanya perbedaan data terkait tingkat kemiskinan di Indonesia yang dirilis oleh Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Menurut Budi, perbedaan tersebut mencuat setelah Bank Dunia dalam laporan Macro Poverty Outlook 2025 menyebutkan bahwa pada tahun 2024 lebih dari 60,3 persen penduduk Indonesia, atau sekitar 171,8 juta jiwa, hidup di bawah garis kemiskinan.
Angka itu sangat kontras dengan data resmi BPS yang menyatakan tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 hanya sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa.
"Perbedaan angka tersebut disebabkan oleh standar garis kemiskinan yang digunakan dan tujuan pengukuran yang berbeda," ujar Budi kepada Tribunjabar.id, Rabu (18/6/2025).
Bank Dunia, lanjut Budi, menggunakan tiga pendekatan dalam memantau kemiskinan global, yakni International Poverty Line sebesar US$ 2,15 per kapita per hari untuk mengukur kemiskinan ekstrem; US$ 3,65 per kapita per hari, yang disesuaikan dengan standar konsumsi dasar Indonesia (setara 2.100 kilokalori per orang per hari); Ukuran kemiskinan menengah dan tinggi yang digunakan untuk melihat ketimpangan kesejahteraan dalam konteks global.
Sementara itu, BPS menggunakan metodologi tersendiri yang didasarkan pada pola konsumsi makanan dan non-makanan masyarakat Indonesia, mencakup komoditas seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng, serta kebutuhan dasar lain seperti tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian, dan transportasi.
"Penentuan indikator garis kemiskinan ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui BPS dan kementerian/lembaga terkait. Saat ini sedang dilakukan pengkajian, perumusan, dan penyusunan metode baru dalam penetapan garis kemiskinan," kata Budi.
Dalam konteks Jawa Barat, ia menuturkan bahwa pihaknya menunggu kebijakan final yang akan ditetapkan pemerintah pusat.
Namun demikian, Pemprov Jawa Barat terus melanjutkan upaya pengentasan kemiskinan dengan mengacu pada data resmi BPS.
Berdasarkan data BPS, per September 2024 persentase penduduk miskin di Jawa Barat tercatat sebesar 7,08 persen, turun 0,38 persen poin dari Maret 2024 dan turun 0,54 persen poin dibandingkan Maret 2023.
Secara absolut, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada September 2024 mencapai 3,67 juta orang, atau turun sebanyak 180,32 ribu orang dibandingkan Maret 2024, dan 220,25 ribu orang jika dibandingkan Maret 2023.
"Sebagai bentuk respons strategis, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menyusun rencana aksi multipihak pengentasan kemiskinan dengan empat strategi utama yang diimplementasikan melalui berbagai perangkat daerah," jelasnya.
Pertama, kata dia, meningkatkan pendapatan masyarakat miskin, melalui pemberdayaan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
Kedua, mengurangi beban pengeluaran masyarakat, misalnya melalui bantuan sosial, subsidi pendidikan dan kesehatan.
Ketiga, mengurangi kantung-kantung kemiskinan, dengan fokus pada wilayah-wilayah dengan konsentrasi kemiskinan tinggi.
Keempat, penguatan regulasi dan kelembagaan, untuk memastikan tata kelola program penanggulangan kemiskinan berjalan optimal dan berkelanjutan. (*)
Guru Besar UIN Soroti Kemiskinan di Jabar, Koperasi Merah Putih Dinilai Bisa Jadi Solusi |
![]() |
---|
Dedi Mulyadi Bongkar 2 Ciri Utama Kemiskinan di Jabar: Hawa Orang Miskin Lapar Terus |
![]() |
---|
Acuviarta Kartabi Ungkap Fakta Kemiskinan di Jabar Makin Dalam dan Parah |
![]() |
---|
Warga di Sumedang Akan Mulai Melepas Status Miskin Lewat Program Graduasi |
![]() |
---|
Sumedang-Bangladesh Jalin Kerja Sama Atasi Kemiskinan Ekstrem dan Hapus Stunting |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.