Dua Oknum Pegawai Pemalsu Dispensasi Nikah di Sumedang Kumpulkan Pungli Rp 1,6 Miliar selama 3 Tahun

Selama kurun waktu 2021 hingga 2024, kedua tersangka diduga mengeluarkan sebanyak 1.606 penetapan dispensasi pernikahan dini yang tidak tercatat resmi

Tribun Jabar/ Kiki Andriana
TERSANGKA PUNGLI - Dua tersangka kasus pungli dan pemalsuan dispensasi pernikahan dini saat keluar dari kantor Kejaksaan Negeri Sumedang dan langsung dijebloskan ke penjara di Lapas Kelas IIB Sumedang, Senin (16/6/2025) sore. 

Laporan Kontributor TribunJabar.id Kiki Andriana dari Sumedang.

TRIBUNJABAR.ID, SUMEDANG - Aksi memalukan terjadi di Sumedang, tepatnya di lingkungan Pengadilan Agama (PA) dan Kantor Urusan Agama (KUA).

Dua oknum pegawai diduga melakukan kejahatan pemalsuan surat dispensasi pernikahan dini dengan mematok tarif fantastis hingga Rp 1,5 juta per pasangan.

Modus operandi ini berlangsung selama tiga tahun dan melibatkan dua tersangka, yakni NS, mantan Panitera Pengganti di Pengadilan Agama Sumedang, dan AH, Pegawai Negeri Sipil di KUA Kecamatan Sumedang Utara.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumedang, Adi Purnama, mengungkapkan bahwa kedua pelaku memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan pribadi.

"Alasannya untuk kepentingan pribadi, yang digunakan oleh mereka, ini oknum nakal. Pungutannya bukan kecil, Rp 1 juta sampai Rp 1.500.000," ujar Adi. Padahal, biaya resmi pengurusan surat dispensasi tersebut seharusnya tidak lebih dari Rp 300 ribu.

Selama kurun waktu 2021 hingga 2024, kedua tersangka diduga mengeluarkan sebanyak 1.606 penetapan dispensasi pernikahan dini yang tidak tercatat secara resmi di Pengadilan Agama Sumedang.

Jumlah ini jauh melampaui angka resmi yang hanya mencapai 828 penetapan. Praktik ilegal ini tidak hanya mencoreng nama institusi, tetapi juga merugikan negara karena pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang seharusnya diterima menjadi hilang.

Kerugian Negara dan Dampak Institusi

Menurut perhitungan Kejari Sumedang, kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp 803 juta. Selain itu, pungutan liar yang dikumpulkan selama tiga tahun mencapai Rp 1,606 miliar.

Dampaknya bukan hanya finansial, tetapi juga menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang terlibat.

"Akibat perbuatan mereka, sejak tahun 2021-2024 Pengadilan Agama Sumedang mengalami kerugian sebesar Rp 803 juta, dan pada tahun 2021-2024 juga terdapat pungutan liar sebesar Rp 1.606 juta (Rp 1,6 miliar)," jelas Adi.

Modus Operandi dan Bukti Penting

Modus yang digunakan terbilang sederhana namun efektif. Para tersangka menggunakan perangkat seperti laptop, printer, dan stempel palsu untuk memproduksi surat dispensasi. Bahkan, sebagian dokumen dibuat langsung di dalam kantor PA Sumedang, sementara sebagian lainnya dicetak di lokasi lain.

"Ada yang dibuat di luar ada juga yang dibuat di kantor, adanya stempel di rumah, itu dilakukan untuk pengecapan," ujar Adi.

Hingga saat ini, penyidik Kejari Sumedang belum berhasil menyita uang hasil kejahatan tersebut. Namun, kedua tersangka telah ditahan untuk mempermudah proses penyelidikan lebih lanjut.

"Masih kita dalami semua. Makanya ditahan (tersangka) agar lebih mudah fleksibel," tambahnya.

Sebagai perbandingan, selama periode yang sama, Kementerian Agama Sumedang mengeluarkan 2.434 penetapan dispensasi pernikahan dini.

Namun, hanya 828 di antaranya yang sah sebagai produk resmi Pengadilan Agama. Hal ini mengindikasikan betapa masifnya praktik pemalsuan yang dilakukan oleh kedua tersangka.

Kasus ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk meningkatkan pengawasan di lembaga pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.

Kejari Sumedang berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini dan memulihkan nama baik institusi yang telah dirugikan.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved