Dianggap Bahayakan Kesehatan Warga, Operasional 9 Perusahaan di Jabodetabek Dihentikan KLH

Sebagai langkah tegas, sembilan perusahaan yang terindikasi mencemari udara resmi dihentikan operasionalnya oleh Kementerian Lingkungan Hidup

tribunjabar.id / Deanza Falevi
Rizal Irawan, Deputi Penegakan Hukum KLH. Sembilan perusahaan yang terindikasi mencemari udara resmi dihentikan operasionalnya oleh Kementerian Lingkungan Hidup 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Deanza Falevi

TRIBUNJABAR.ID, PURWAKARTA - Pemerintah tak tinggal diam menghadapi krisis kualitas udara di Jabodetabek.

Sebagai langkah tegas, sembilan perusahaan yang terindikasi mencemari udara resmi dihentikan operasionalnya oleh Kementerian Lingkungan Hidup setelah terbukti melanggar aturan lingkungan dan membahayakan kesehatan publik.

Rizal Irawan, Deputi Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyebutkan, industri yang ditindak antara lain perusahaan peleburan logam seperti PT. SAS (Kab. Bekasi), PT. SDS (Kota Tangerang), PT. XAI, PT. PSM, dan PT. PSI (Kab. Tangerang). 

"Juga termasuk industri tahu PT. JF (Tangsel), industri tekstil PT. RIC (Kab. Bogor), industri pengelola limbah B3 PT. ALP (Kab. Tangerang), serta industri ekstrusi logam non-besi PT. YR (Kab. Tangerang)," ujar Rizal kepada wartawan, Rabu (4/6/2025).

“Kami tak akan ragu menindak siapa pun yang mencemari udara. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi soal nyawa dan kualitas hidup masyarakat,” tambah Rizal.

Ia mengatakan, langkah penegakan hukum ini merupakan bagian dari strategi KLH menanggapi hasil pemantauan kualitas udara yang menunjukkan tren memburuk di musim kemarau. 

Berdasarkan data Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA), lanjut Rizal, beberapa titik di Jabodetabek menunjukkan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) berada pada kategori Tidak Sehat.

Penyumbang utama pencemaran udara di wilayah ini tersebut, kata Rizal, yakni emisi kendaraan bermotor: 42-57 persen di musim kemarau, emisi industri berbahan bakar batubara: 14 persen, pembakaran terbuka/ilegal: 11 persen, debu konstruksi: 13 persen dan aerosol sekunder: 1-7 persen.

Rizal mengatakan, KLH kini tengah mempercepat penyediaan bahan bakar rendah sulfur setara Euro 4, bekerja sama dengan Kementerian ESDM, pemerintah daerah, dan PT Pertamina. Targetnya, penggunaan bensin rendah sulfur mencapai 24 persen, dan solar 10 persen.

Tak hanya itu, lanjut dia, pemerintah juga meningkatkan intensitas uji emisi kendaraan dan tindakan terhadap kendaraan yang tak lolos.

"Seperti mendorong penggunaan kendaraan umum dan listrik hingga 2 persen pada akhir 2025. Memperluas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan menanam pohon penyerap polutan di ruas jalan padat," ujarnya.(*)

Rizal Irawan, Deputi Penegakan Hukum KLH.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved