Kata Pengamat soal Pungutan kepada Orang Tua di SMKN 13 Bandung karena Dana BOS Tak Mencukupi

Pengamat kebijakan pendidikan dari UPI, Cecep Darmawan, menilai pungutan di SMKN 13 Bandung tidak termasuk kategori pungli.

Penulis: Hilman Kamaludin | Editor: Giri
Istimewa
PENGAMAT kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Hilman Kamaludin

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pengamat kebijakan pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Cecep Darmawan, menilai pungutan di SMKN 13 Bandung tidak termasuk kategori pada pungutan liar (pungli).

Pasalnya, komite sekolah dan kepala sekolah mengakui hanya meminta sumbangan untuk menutupi kekurangan kebutuhan sekolah yang tak tertangani oleh bantuan operasional sekolah (BOS). Sifatnya juga tidak wajib dan besarannya pun tidak ditentukan.

Cecep mengatakan, jika faktanya seperti itu maka niat dari komite sekolah tentunya baik, karena hal tersebut merupakan bentuk kepedulian terhadap kondisi sekolah yang mengalami kekurangan biaya untuk memenuhi kebutuhan.

"Saya katakan niatnya baik kalau tidak dipatok, artinya sukarela ya, sesuai kemampuan. Menurut saya tidak termasuk pungutan. Jadi, selama itu tidak masuk kategori pungutan, boleh saja," ujar Cecep saat dihubungi, Kamis (22/5/2025).

Baca juga: Komite Sekolah SMKN 13 Bandung Akui Pungut Sumbangan dari Orang Tua Siswa, Ada yang Beri Rp 5,5 Juta

Ia mengatakan, harusnya sumbangan itu memang tidak boleh ditentukan besarannya, tidak ditentukan waktunya, dan tidak ada paksaan. Sedangkan jika dipukul rata harus menyumbang dengan besaran yang ditentukan, maka kategorinya masuk pada pungutan.

Kedua, kata dia, sumbangan itu harus ada pernyataan orang tua, bahwa ini bukan pungutan, tapi sumbangan sukarela karena peduli terhadap pendidikan anaknya. Sehingga jika seperti itu kemungkinan besar akan relatif aman.

"Saya yakin komite itu sifatnya ikhlas, mau membantu sekolah. Tapi memang idealnya dibantu pemerintah, kan negeri. Itu konsekuensi dari tidak boleh mungut," kata Cecep.

Cecep mengatakan, kondisi di SMKN 13 itu tentunya dilematis karena sekolah tidak boleh melakukan pungutan, tetapi di sisi lain kebutuhannya tidak dipenuhi oleh pemerintah. Sehingga kondisi ini harus menjadi perhatian.

"Kita prihatin kalau sampai sekolah enggak punya anggaran untuk praktik anak-anak. Artinya, dana operasional yang diberikan pemerintah melalui BOS jauh dari kebutuhan riil sekolah. Ini satu warning bagi pemerintah daerah, ternyata sekolah itu masih butuh anggaran di luar BOS," ucapnya.

Baca juga: Dedi Mulyadi Larang Pungutan dan Minta Sumbangan di Jalanan, Satpol PP Purwakarta Siap Tertibkan

Sementara untuk antisipasi kekurangan biaya, kata Cecep, tentunya pihak sekolah harus merancang rencana anggaran biaya (RAB) per tahun secara detail mulai dari kebutuhan operasional harus benar-benar rinci.

"Nah pihak dinas me-review tuh mana kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Kalau kurang, opsinya sumbangan, tapi harusnya dari awal. Terus kalau kurang juga, pihak luar, swasta, misalnya, dan lain lain, bisa bareng-bareng, termasuk pemerintah daerah kalau punya anggaran mestinya di-cover," ujar Cecep.

Jika melihat kondisi di SMKN 13 Bandung ini, Cecep menilai, sekolah gratis itu belum bisa menyelesaikan kualitas sekolah. Sehingga, kondisi ini harus dibantu dengan seksama oleh pemerintah secara optimal. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved