UPDATE Kasus Dugaan Pencabulan oleh Kapolres Ngada, LPSK Beri Perlindungan pada 3 Korban

Saat ini tersangka dijerat dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dan Atau Undang-Undang ITE.

Editor: Ravianto
Reynas Abdila/tribunnews
TAMPANG AKBP FAJAR - AKBP Fajar eks Kapolres Ngada dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025).Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada tiga korban dalam kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan Eks Kapolres Ngada 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur atau pencabulan anak di bawah umur.

Selain kasus pencabulan, AKBP Fajar juga tersandung kasus narkoba.

Keputusan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar Divisi Humas Polri di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Lalu bagaimana nasib para korban?

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan kepada tiga korban dalam kasus pencabulan anak di bawah umur yang dilakukan Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman. 

Saat ini tersangka dijerat dengan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Terhadap Anak Dan Atau Undang-Undang ITE.

Baca juga: Jahatnya Kelakuan eks Kapolres Ngada, Sengaja Rekam Wajah Korban dalam Video Asusila

Wakil Ketua LPSK Sri Nurherwati mengatakan, selain perlindungan kepada korban, fokus utama yang perlu ditekankan terkait penanganan perkara ini adalah kaitannya dengan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan tujuan eksploitasi seksual yang terjadi di NTT.

“Status korban adalah anak perempuan yang dieksploitasi secara seksual menggunakan aplikasi media sosial," ucapnya dalam keterangan Selasa (22/4/2025). 

"Pelaku dapat dijerat dengan UU TPKS, Perlindungan Anak, TPPO dan ITE,” tambah Nurherwati. 

Menurutnya, posisi rentan anak perlu mendapatkan perhatikan besar.

Hal itu guna pemenuhan atas hak-haknya, tumbuh dan perkembangan secara optimal perlu diperhatikan baik fisik, mental, spiritual, maupun situasi sosialnya. 

“Akses anak-anak terhadap aplikasi digital perlu menjadi perhatian dan dilakukan penindakan terhadap pltaform penyedia. Karena TPPO dalam bentuk eksploitasi seksual menjadi ancaman serius buat tumbuh kembang anak,” tegas Nurherwati.

Dia berharap, Pemerintah pusat, daerah dan aparat penegak hukum memberi atensi khusus dalam penanganan TPPO, khususnya eksploitasi seksual yang berkembang di NTT dan pentingnya edukasi kesehatan reproduksi. 

“Seluruh pihak dapat mengambil pelajaran dari kasus ini hak anak jangan diabaikan karena keterbatasan ekonomi, masalah rumah tangga, atau gaya hidup yang berkembang saat ini,” pungkasnya.

Keputusan diterimanya permohonan para korban berdasarkan Keputusan Sidang Mahkamah Pimpinan LPSK (SMPL) pada Rabu 9 April 2025. 

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved