Anggota DPR RI Tegaskan Tak Ada RON Oplosan, Sebut Penambahan Zat Aditif Tak Bisa Ubah RON

Bambang juga mengatakan tidak ada RON oplosan. Karena penambahan zat aditif memang tidak mengubah RON. 

Editor: Ravianto
Tribun Jabar/Dian Herdiansyah
BERI KETERANGAN - Direktur Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, saat memberikan keterangan kepada wartawan mengenai penyegelan SPBU di jalan Baros, Kecamatan Baros, Kota Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (19/2/2025). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi memahami bagaimana penjelasan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XII dengan Pertamina Patra Niafa, yang menyimpulkan bahwa penambahan zat aditif pada bahan bakar minyak (BBM) tidak bisa mengubah angka oktan (RON). 

Penambahan aditif, hanya meningkatkan kualitas BBM.  

Tak hanya Pertamina, perusahaan BBM swasta lain seperti Shell, BP-AKR, dan Vivo juga dihadirkan dalam rapat tersebut.

"Komisi XII DPR RI memahami paparan Dirut PT Pertamina Patar Niaga, Presdir Mobility Shell Indonesia, Presdir PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Presdir PT AKR Corporindo Tbk, Dirut PT Exxonmobil Lubricant Indonesia, dan Dirut PT Vivo Energy Indonesia, terkait mekanisme penambahan zat aditif dan pewarna yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas BBM dan tidak mengubah nilai oktan (RON),” kata Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/2/2025). 

Bambang juga mengatakan tidak ada RON oplosan. Karena penambahan zat aditif memang tidak mengubah RON. 

"Ini sepakat semua, swasta dan pemerintah yang hadir di sini. Pengawasan melalui Lemigas juga sama, Shell, AKR, Vivo, juga diawasi Lemigas."

Baca juga: Pertamax Trending di X Imbas Kasus Korupsi Pertamina Rp193,7 T, Warganet Murka: Capek Ditipu Mulu

"Exxon dan Pertamina juga sama. Tidak ada perbedaan. Mudah-mudahan publik bisa tercerahkan bahwa yang dijual Pertamina adalah RON 90 Pertalite, RON 92 adalah Pertamax, dan RON 98 Pertamax Turbo,” kata Bambang.

Analoginya, imbuh Bambang, semua RON 92 pasti sama. Tinggal bagaimana memolesnya. Jangan dipersepsikan RON-nya itu jadi berbeda. 

"Penambahan zat aditif tidak dapat digolongkan sebagai pengoplosan karena tidak akan mengubah RON, hanya mengubah keunggulan saja. Patra Niaga hanya punya fasilitas blending aditif, bukan fasilitas blending mengubah RON,” kata dia. 

Dalam RDP tersebut, para anggota Komisi XII memang banyak bertanya mengenai penambahan zat aditif pada BBM. 

Aqib Ardiansyah dari Fraksi PAN, misalnya, meminta penjelasan mengenai injeksi pewarna dan penambahan zat aditif. 

Penambahan pewarna menurutnya digunakan untuk membedakan jenis produk. 

"Kami percaya bahwa produk yang diterima Terminal BBM Pertamina, sudah sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan Pemerintah,” kata Aqib.

Aqib juga meminta kepada Pertamina Patra Niaga untuk terus meningkatkan komitmen dalam menjalankan tata kelola perusahaan yang baik dan komitmen tehadap spesifikasi produk sesuai kebutuhan konsumen.

”Biar tidak terjadi salah paham di masyarakat, Saya kira perlu dijelaskan. Karena memang kalau campuran atau oploson pasti mesin mobil cepat rusak. Tetapi faktanya kendaraan yang kita pakai masih aman-aman saja. Masih Bagus,” kata Aqib.

Adapun pelaksana Tugas Harian (Pth) Dirut Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra menjelaskan, dalam pelayanan pada masyarakat, terdapat uji sampling yang dilakukan Kementerian ESDM dalam hal ini LEMIGAS. 

Uji sampling dilakukan di seluruh wilayah Indonesia. 

"Itu rutin dilakukan dan kami memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada LEMIGAS untuk melakukan uji atas kualitas produk yang kami pasarkan,” kata Mars Ega.

Mars Ega juga mengatakan, Pertamina Patra Niaga tidak punya fasilitas blending untuk mengubah RON. 

"Hanya warna dan aditif,” kata dia. 

Tidak hanya produk Pertamina Patra Niaga.

Penambahan aditif dan pewarna juga dilakukan seluruh SPBU swasta, tetapi memang hanya untuk meningkatkan kualitas, tidak bisa mengubah angka oktan. 

"Zat aditif itu fungsinya menambahkan value. Setiap badan usaha punya keunggulan masing-masing dan itulah tujuan dari aditif tersebut. Dan kalau dari Shell, oktannya tetap. Kami tidak mengubah RON. Karena sepengetahuan saya, zat aditif itu untuk menambah value, bukan untuk mengubah RON,” ujar Presdir Mobility Shell Indonesia, Ingrid Siburian.

Dirut PT Pertamina Patra Niaga jadi Tersangka

Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero) periode 2018 - 2023.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menuturkan praktik lancung yang dilakukan oleh Riva ialah membeli pertalite kemudian dioplos (blending) menjadi pertamax.

"Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite) tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur," katanya saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).

Adapun pengoplosan ini terjadi dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga. 

Pengoplosan itu dilakukan di depo padahal hal itu tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada.

Qohar berjanji akan buka-bukaan nantinya terkait model pengoplosan setelah proses penyidikan rampung.

"Pasti kita tidak akan tertutup, semua kita buka, semua kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses kepada masyarakat," paparnya.

Sebelumnya, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) 2013-2018, Senin (24/2/2025) malam.

Adapun penetapan ketujuh tersangka ini merupakan hasil penyidikan lanjutan yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi tersebut.

Tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka usai pihaknya melakukan ekspose atau gelar perkara yang di mana ditemukan adanya serangkaian tindak pidana korupsi.

Hal itu didasari atas ditemukannya juga sejumlah alat bukti yang cukup baik dari keterangan sedikitnya sebanyak 96 saksi dan keterangan ahli maupun berdasarkan bukti dokumen elektronik yang kini telah disita.

Adapun ketujuh orang tersangka itu yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina Internasional, ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Civic.

Kemudian AP selaku Vice President (VP) Feedstock, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Akibat perbuatannya, para tersangka pun diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Usai ditetapkan sebagai tersangka mereka kini ditahan selama 20 hari ke depan.(*)

Deni Saputra/Tribunnews

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved