Ketika Wayang Potehi dan Wayang Golek Digelar di Gereja Santo Yohanes Ciamis, Ini Pesan Moralnya

Pesan moral dari cerita ini menekankan pentingnya ketekunan, keberanian, dan semangat kebangsaan. 

Penulis: Ai Sani Nuraini | Editor: Ravianto
Ai Sani Nuraini/Tribun Jabar
WAYANG POTEHI - Pertunjukan seni budaya nusantara yang menggabungkan Wayang Golek dan Wayang Potehi sukses digelar sebagai salah satu rangkaian momen Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili bertempat di Gereja Santo Yohanes, Kabupaten Ciamis, Selasa (11/2/2025) malam. 

TRIBUNJABAR.ID, CIAMIS – Sebuah pertunjukan seni budaya nusantara yang menggabungkan Wayang Golek dan Wayang Potehi sukses digelar sebagai salah satu rangkaian momen Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili bertempat di Gereja Santo Yohanes, Kabupaten Ciamis, Selasa (11/2/2025) malam.

Acara ini menjadi momen bersejarah karena untuk pertama kalinya seni pertunjukan khas Tionghoa yaitu Wayang Potehi, dipentaskan bersama Wayang Golek Sunda di tempat ibadah, menunjukkan harmoni budaya dan keberagaman yang ada di Ciamis.

Pertunjukan ini mengangkat lakon Sie Jin Kwie Ceng Tang, kisah seorang pendekar yang berjuang untuk mengabdi kepada negara meskipun menghadapi berbagai rintangan. 

Pesan moral dari cerita ini menekankan pentingnya ketekunan, keberanian, dan semangat kebangsaan. 

Dengan mengisahkan perjuangan Sie Jin Kwie, pagelaran ini memberikan inspirasi bagi masyarakat tentang nilai-nilai kebajikan yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan sehari-hari.

Panggung untuk mementaskan wayang potehi dan wayang golek itu sendiri didirikan di depat altar yang biasa digunakan untuk beribadah umat Katolik.

Panggung itu persis berada di depan altar.

Ega Anggara Al Kautsar selaku Sekretaris Dinas Budpora Ciamis mengapresiasi pagelaran ini sebagai bentuk nyata dari keberagaman seni dan budaya di Indonesia.

Menurutnya, seni adalah bahasa universal yang mampu menyatukan berbagai elemen masyarakat tanpa memandang perbedaan latar belakang.

"Pagelaran ini menunjukkan bahwa seni bukan hanya bentuk ekspresi individu, tetapi juga cerminan dari keberagaman manusia," katanya.

Adapun tema yang diusung dalam pegelaran seni budaya itu yakni ‘Merawat Bumi Rumah Kita Bersama,’ sangat relevan dan menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya menjaga harmoni, baik dengan sesama maupun dengan alam.

Acara ini semakin istimewa karena berlangsung di Kampung Lebak, yang dikenal sebagai kampung kerukunan. 

Penonton yang hadir berasal dari berbagai latar belakang agama dan budaya, mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman.

 Bahkan, banyak di antara mereka yang baru pertama kali menyaksikan Wayang Potehi secara langsung, setelah sebelumnya hanya mengetahuinya dari media atau film-film berlatar kerajaan.

Andika Pratama, salah satu dalang Wayang Potehi dari Siaw Pek San Jakarta, menjelaskan bahwa pementasan ini merupakan kolaborasi perdana antara Wayang Potehi dan Wayang Golek di Jawa Barat. 

Baginya, ini merupakan eksperimen yang sukses dan membuka peluang bagi seni tradisional Tionghoa untuk semakin dikenal luas di Indonesia.

"Kolaborasi ini adalah yang pertama kali kami lakukan, terutama di tempat ibadah seperti gereja. Prosesnya cukup menantang, tetapi hasilnya luar biasa. Adanya interaksi antara MC dari pihak gereja dengan tokoh wayang seperti Cepot semakin memperkaya pengalaman menonton," ungkap Andika.

Sementara itu, Rian Nugraha dari komunitas Cakra Gentra Buana Ciamis menilai pagelaran ini sebagai sesuatu yang spektakuler. 

Menurutnya, meskipun Wayang Golek dan Wayang Potehi memiliki gaya yang berbeda, keduanya berhasil menyatu dalam satu panggung yang harmonis.

Hal senada juga disampaikan oleh Heni Hendini penonton asal Kota Tasikmalaya. 

Ia mengungkapkan bahwa pertunjukan ini membuktikan bahwa seni dapat menjadi sarana akulturasi budaya yang positif.

 "Tidak banyak yang tahu bahwa ada warga keturunan Tionghoa yang sangat mencintai Indonesia. Pagelaran ini bisa mengikis stigma dan memperkuat rasa persatuan di tengah masyarakat," tuturnya.

Antusiasme masyarakat terhadap pagelaran ini sangat tinggi, banyak penonton yang awalnya tidak mengenal Wayang Potehi, tetapi menjadi tertarik setelah menyaksikannya secara langsung. 

Hal ini menunjukkan bahwa seni tradisional masih memiliki daya tarik yang kuat dan dapat menjadi alat pemersatu bangsa.

Keberhasilan acara ini diharapkan dapat membuka jalan bagi pagelaran serupa di masa depan. 

Tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana edukasi dan pelestarian budaya yang memperkaya khazanah seni di Kabupaten Ciamis.(*)

Laporan Wartawan TribunPriangan.com, Ai Sani Nuraini

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved