Siswanya Makan Gratis, SMA di Bogor Tak Mau Kalah, Minta Sumbangan Rp2,6 Juta/Siswa untuk Makan Guru

Sayangnya, anggaran makan bergizi gratis untuk guru dan satpam sekolah itu dibebankan kepada orangtua siswa.

|
Editor: Ravianto
Kolase Instagram
Bersamaan dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG), kasus dugaan pungutan liar (pungli) terjadi di salah satu SMA Negeri di Cileungsi Bogor, viral di media sosial. Orangtua siswa keberatan diminta biaya tambahan untuk makan guru 

TRIBUNJABAR.ID, BOGOR - Seperti tak mau kalah dari para siswa yang mendapat jatah Makan Bergizi Gratis, sekolah di Cileungsi Bogor juga menganggarkan makan bergizi gratis untuk para guru.

Sayangnya, anggaran makan bergizi gratis untuk guru dan satpam sekolah itu dibebankan kepada orangtua siswa.

Awalnya, anggaran itu sebesar Rp 1 miliar yang berarti setiap siswa harus memberikan sumbangan Rp 3 juta/tahun untuk biaya makan yang dibungkus dalam program pengembangan sarana dan prasarana sekolah.

Belakangan, beban siswa dikurangi menjadi Rp 2,6 juta/tahun setelah sekolah mencoret anggaran AC dari 46 unit menjadi 23 unit saja.

SMA yang memungut uang pengembangan yang di dalamnya termasuk biaya untuk makan bergizi gratis bagi para guru itu adalah SMAN 2 Cileungsi Bogor.

Kebijakan ini jelas memicu kontroversi.

Baca juga: Siswa SMAN 2 Cileungsi Dipungut Rp 2,65 Juta untuk Makan Siang Guru, Ini Kata Komite Sekolah

Kasus dugaan pungutan ini mencuat setelah salah satu orangtua siswa bersuara.

“Orang tua yang tidak mampu ini sangat prihatin karena ketua komite itu terkesan memaksa kami melakukan pungutan Rp2.650.000 per orang tua siswa, salah satunya itemnya untuk memberikan makan siang guru secara gratis,” ujar Marlon Sirait, orangtua siswa seperti dikutip dari Kompas.com. 

“Sementara Pak Prabowo justru mau memberikan makan siang gratis ke anak-anak kami,” tambahnya.

Penjelasan Komite Sekolah

Ketua Komite Sekolah SMAN 2 Cileungsi, Astar Lambaga menjelaskan bahwa iuran atau sumbangan sukarela tersebut ditujukan untuk program-program yang anggarannya tidak tersedia dalam Dana BOS maupun BOPD.

Penggalangan dana dilakukan sesuai dengan ketentuan Permendikbud No. 75 Tahun 2016 dan Pergub Jabar 97 Tahun 2022.

Komite juga melakukan penggalangan dana mengacu pada Pasal 3 Pergub No. 97 tahun 2022.

Ia menambahkan, pihak komite telah mengundang orangtua siswa untuk melakukan rapat guna membahas usulan program yang diajukan oleh sekolah.

Dalam rapat yang diadakan pada 16 November 2024, dihadiri sekitar 300 orangtua murid, dengan usulan biaya program awalnya mencapai kurang lebih Rp 1 miliar.

Setelah dilakukan evaluasi, jumlah biaya tersebut disesuaikan, termasuk penyesuaian jumlah sarana dan prasarana yang diperlukan. Salah satunya jumlah AC dari 46 unit menjadi 23 unit.

Dana yang terkumpul, lanjut Astar, digunakan untuk kebutuhan yang tidak tercakup dalam Dana BOS maupun BOPD.

Salah satu alokasi dana adalah untuk honor makan siang guru, petugas keamanan, dan tenaga tata usaha.

Kata Politikus

Kasus ini turut menjadi perhatian politikus asal Bogor, Ronald Aristone Sinaga, yang akrab disapa Bro Ron.

Pada 4 Januari 2025, Bro Ron membagikan tangkapan layar rincian penggunaan dana sumbangan di Instagram, yang didapat dari keluhan netizen.

“Gilak uang makan guru setahun ditanggung siswa?” tulisnya dengan nada terkejut.

Dalam unggahan tersebut, ia menyebut sejumlah rincian alokasi dana, seperti pembelian AC kelas sebesar Rp368 juta, honor guru Rp132 juta, dan konsumsi makan siang guru serta tenaga tata usaha sebesar Rp120 juta, bahkan kegiatan transport dinas sebesar Rp 12 juta.

Penjelasan Sekolah

Menanggapi kontroversi ini, Humas SMA Negeri 2 Cileungsi, Heris Kurniawan, menyebutkan bahwa kasus tersebut telah ditangani oleh Dinas Pendidikan.

“Maaf, Pak, ini sedang dalam penanganan Dinas Pendidikan. Jadi mohon maaf, klarifikasi dari ketua komite sudah cukup,” ujar Heris kepada media.

Kasus ini memicu diskusi luas di masyarakat mengenai transparansi dan keadilan dalam pengelolaan dana pendidikan.

Sementara pihak sekolah menyatakan bahwa kebijakan tersebut adalah hasil musyawarah bersama, orang tua murid menuntut kejelasan dan keadilan, terutama terkait alokasi dana untuk kebutuhan guru yang dianggap membebani siswa.(*)

Sumber: Kompas.com

Sumber: Kompas
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved